Bhahaha
... bukanlah. Saya tak bisa tulis apa-apa tentang Eksak.
Buar Eksak, sorry ya,
namanya saya pakai sebagai judul postingan ini. Sebagai kompensasinya, saya hadiahi 2 back link deh J
“EKSAK Tempo Dulu Nih ...” itu
kepanjangan dari:
Eeeh Kisah Seru Anak Kos Tempo Dulu Nih ....
Hi
hi hi ... maksa ya ...
Sejak
zaman dulu, kos-kosan selalu menyimpan cerita seru. Begitu pun ketika suami
saya ngekos di masa kuliah dulu (ada yang bisa tebak tahun berapa? J).
Ngekosnya
di dekat kampus UNHAS, Tamalanrea. Kos-kosan itu berupa rumah-rumah penduduk,
kebanyakan rumah kayu khas orang Bugis/Makassar yang bertebaran di sekitar
kampus, disebut dengan istilah “pondokan”.
Beberapa
cerita seru yang dialami/disaksikannya, saya minta diceritakannya kembali dengan lebih detil untuk saya tuliskan di sini.
Pesan saya kepada Anda, don’t try this at
your kos-kosan yaa J
...
Satu sudut di kampus UNHAS ketika itu |
~~~
Orang Aneh ~~~
Suatu
ketika suami saya – ehm, karena saat itu ia belum jadi suami saya, kami belum
saling kenal malah, saya menyebutnya sebagai “lelaki itu” saja ya ...
Suatu
ketika lelaki itu bersiap-siap hendak kuliah. Buku (yang tak seberapa), siap.
Sudah mandi, sudah bersampo, sudah ganti pakaian pula. Cermin yang terpasang
dinding tak disapanya, ia memang tak senang bercermin.
Setelah
mengunci pintu kamar, lelaki itu bergegas melangkah keluar pondokan. Beberapa
teman yang berpapasan dengannya tertegun dan menatapnya dengan ekspresi
bingung. Bukan ... bukan ekspresi bingung, tepatnya apa ya ... seperti melihat
orang aneh.
Lelaki
itu selama ini dikenal suka jalan dengan pemikirannya sendiri yang unik bin
khas. Ia sering kali tak peduli bertabrakan dengan pandangan kawan-kawan sepondokan.
Oleh karena itu teman-temannya menilainya aneh. Jadi tatapan mereka yang
berpapasan dengannya itu lebih bermakna, “Dasar orang aneh!”
Menyadari
ada yang kelupaan, lelaki itu mengubah haluan balik ke kamar. Setelah
mendapatkan apa yang dicarinya, secara tak sengaja matanya melihat bayangan
wajahnya di cermin. Ia menangkap keanehan di rambutnya. Rambutnya masih basah
dan penuh oleh sisa-sisa busa sampo tadi. Pantasan teman-temannya menatap kagum
... eh aneh padanya tadi.
Buru-buru
ia mencuci rambutnya kembali sebelum menuju kampus.
~~~
Bukan Sarungnya ~~~
Sebut
saja namanya Mi’un.
Suatu
hari Ahad Mi’un menenteng bantal kapuk ke hadapan lelaki itu – kawan
sepondokannya. “Bagaimana, cara mencuci ini?” tanyanya.
“Rendam
saja, pakai Rinso. Kalau pakai Rinso satu jam. Bagus juga pakai Attack,
merendamnya setengah jam saja. Setelah itu jemur mi,” jawab lelaki itu – menjelaskan bagaimana cara mencuci sarung
bantal yang baik dan benar.
Sejam
kemudian terdengar suara-suara heboh anak-anak pondokan, terkikik geli. Ada
yang cengar-cengir lebar. Ada yang berlari melihat kejadian apa gerangan yang
terjadi pagi itu. Kehebohan mereka bersumber pada sebuah bantal basah nan
mewangi aroma deterjen yang terjemur pasrah di tali jemuran bersama.
Rupanya
Mi’un mencuci bantal itu, dan bukan sarung bantalnya! Lelaki itu memberi
penjelasan bagaimana cara mencuci sarung bantal karena berprasangka baik kepada
Mi’un bahwa ia tahu bantal kapuk tak boleh dicuci, hanya perlu dijemur. Alhasil
bantal kapuk itu menggumpal dan tidak nyaman lagi menjadi teman tidur.
Anak-anak pondokan mengerjakan titian bambu di halaman |
~~~
Mandi Setengah ~~~
Suatu
ketika di masa kemarau panjang, pipa ledeng anak-anak pondokan tak mengalirkan
air. Mereka harus mengambil air ke sumur terdekat yang berjarak sekitar 500
meter, melalui medan yang cukup berat. Mereka harus melalui titian bambu
sepanjang 200-an meter yang melintasi rawa-rawa sambil membawa ember.
Harus
sangat berhati-hati melalui titian itu. Bila kecemplung, badan terendam air rawa setinggi dada orang dewasa nan
memilukan pekat dan baunya. Sudah pasti kehilangan air, ember, dan harga diri
karena warga pondokan akan menjadikannya bahan olok-olok selama berbulan-bulan.
Begitulah yang harus mereka lakukan, bolak-balik menenteng ember melintasi rawa
sebanyak 2 kali sehari bila ingin mandi 2 kali sehari.
Begitu
pun yang dilakukan Mi’un tapi ia hanya 1 kali mengambil air.
Suatu
hari, seorang kawan pondokan melihatnya keluar dari kamar mandi. Tatapan
matanya menyiratkan tanya demi melihat ember di tangan Mi’un masih berisi air
setengahnya. Saat ditanyakan pada Mi’un, dengan entengnya ia menjawab, “Iya,
kan mandinya setengah badan. Nanti sore airnya dipakai lagi untuk yang
setengahnya.”
Sang
kawan hanya terbengong-bengong mendengarnya. Tawanya baru tersembur setelah
Mi’un hilang dari pandangannya.
~~~
Bonus Ikan Layang ~~~
Pagi
itu pagandeng juku’ (penjual ikan
bersepeda) mampir di pondokan khusus putra itu. Delapan orang penghuni pondok menghampiri
penjual ikan dan menawar ikan layang.
“Berapa
harganya, Daeng?”
“Dua
ribu, empat,” jawabnya.
Maksudnya,
harga ikan layang itu Rp. 2.000[i]/4
ekor (hayo tebak, tahun berapa harga ikan segitu? J).
Lalu
terjadi tawar-menawar dengan si daeng. Akhirnya disepakati harga turun, Rp.
2.000 per 5 ekor. Lima orang anggota pondok deal,
membeli ikan layang itu.
Tak
lama kemudian mereka membersihkan ikan bersama-sama di dapur umum, sembari
bercanda. Mereka memang melakukan kegiatan masak-memasak di dapur umum, dengan
kompor dan peralatan masak masing-masing.
Ada
yang sementara memasak ikan ketika Budi – bukan nama sebenarnya, baru pulang
kuliah dan menghampiri penjual ikan yang masih parkir dengan manisnya di depan
pondokan.
“Berapa
ini, Daeng?” tanya Budi.
“Dua
ribu, lima,” jawab si daeng.
“Dua
ribu, enam mo. Kan banyak mi yang beli ikan ta’. Dua ribu, enam mo di’?”
Budi membujuk si daeng.
Karena
makhluk dagangannya sudah habis banyak, penjual itu pun mengiyakan saja rayuan
Budi.
Budi
membawa ikannya masuk dapur, bergabung dengan kelima temannya yang sedang
mengolah ikan-ikan mereka. Seorang kawan mengintip belanjaan Budi dan bertanya,
“Ko dapat enam ikan? Berapa ko beli?” Budi menjawab dengan jujur.
Mengendus
adanya ketidakadilan pagandeng juku’ terhadap
mereka, kelima kawan Budi seperti dikomando mengumpulkan ikan-ikan mereka yang
telah terserak ke dalam potongan-potongan kecil. Ada yang bahkan mengambil
pancinya yang sudah berisi ikan dan bumbu yang tengah proses masak.
Mereka
menghampiri penjual ikan (yang masih parkir di situ,
berharap masih ada yang membeli) dan melancarkan demonstrasi.
Sambil memperlihatkan potongan-potongan ikan mereka berkata, “Daeng, Kami tidak
terima. Tadi Kami dikasih dua ribu, lima. Kenapa itu tadi yang terakhir beli
dikasih dua ribu, enam? Tambah satu!”
Sang
daeng tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia terpaksa menambahkan ikan layang kepada
5 orang itu, masing-masing satu ekor. Ia pasti mengingat pelajaran berharga
hari itu sepanjang hidupnya!
Pose dulu aaahhh |
~~~
MAJUUUUUUU! ~~~
“MAJUUUUUUU!”
adalah aba-aba khas di pondokan itu ketika ada makanan/penganan yang bisa
dimakan bersama. Biasanya kalau ada yang baru pulang kampung, mereka datang
membawa oleh-oleh dalam jumlah cukup banyak yang bisa dibagi dengan kawan-kawan
sepondokan.
Suatu
hari, usai shalat maghrib – Halim (nama disamarkan) berteriak,
“MAJUUUUUUUUUUU!” sambil menyorong kaleng besar berisi penuh sesuatu ke tengah
aula. Kelihatannya “sesuatu” itu roti kukus tradisional Bugis yang sangat
menggoda nafsu makan. Teriakannya membahana, mengusik anak-anak pondokan yang
mendengarnya.
Seperti
prajurit yang taat pada komandan, dua atau tiga puluhan anak pondokan berlari
menyerbu kaleng besar itu dengan garangnya. Urat malu mereka mati rasa. Rebutan
makanan adalah hal yang biasa. Namun ketika sesuatu itu berada di antara gigi-geligi mereka ...
“Hueeek,” mereka memuntahkan kembali
sesuatu yang rupanya hanya mirip roti kukus itu.
Wajah
mereka berubah. Menunjukkan perpaduan aneka mimik wajah – kaget, miris, kesal, sedih, terhina, dan geli sekaligus.
Rupanya
Halim mengerjai mereka. Sebelumnya Halim memotong-memotong karet busa – bekas
jok motor dengan rapi, seperti bentuk roti kukus tradisional dan menyusunnya
dengan rapi di dalam kaleng. Warna karet busa itu memang sangat mirip dengan warna
roti kukus tradisional Bugis.
~~~
Acara Ganti Nama ~~~
Pondokan
itu memiliki tradisi memanggil setiap penghuninya dengan panggilan yang khas.
Lelaki itu misalnya, sehari-harinya ia dipanggil “Solihin” oleh keluarganya. Di
pondokan ia dipanggil “Chullink”. Panggilan itu melekat hingga sekarang.
Ada
seorang penghuni pondok yang bernama belakang “Udin” meminta dipanggil “John”
oleh kawan-kawannya. Maka resmilah di pondokan dan di kampus, ia dipanggil
John. Orangtuanya tak tahu “pergantian nama” ini.
Suatu
saat, kawannya bertandang ke kampungnya dan mengunjungi rumah orangtuanya. Udin
saat itu sedang berada di rumah orangtuanya. Kepada orang rumah, sang kawan ini
bertanya, “Ada John?” Tentu saja yang ditanya menjawab, “Tidak ada.”
Singkat
cerita, populernya Udin dengan nama John sampai juga ke telinga orangtuanya di
kampung. Ayahnya marah dang mengultimatum, “JANGAN KAU PULANG KAMPUNG SEBELUM
NAMAMU KAU GANTI KEMBALI!!!”
John
kelimpungan. Ia meminta kawan-kawannya kembali memanggilnya Udin. Yang dipinta
menolak. “Tak bisa. Yang lain tak ada yang ganti nama. Kau harus tetap
dipanggil John!” tegas mereka.
“Tolonglah
...,” John memelas.
“Oke,
begini saja. Kau bisa kembali dipanggil Udin. Tapi Kau harus bikin acara ganti
nama dengan mengundang Kami semua makan-makan!” kata mereka lagi.
John tak punya pilihan lain. Maka acara ganti nama pun digelar, 70-an penghuni
pondokan makan besar gratis sebanyak 2 kali pada hari itu. Sejak saat itu, ia berhasil mendapatkan kembali nama Udin-nya. Teman-temannya menepati janji, tak lagi memanggilnya "John".
Berpose saat gotong-royong membuat jembatan |
Makassar, 1 Oktober 2012
Tulisan ini diikutkan dalam “Kuis Siiqebo”
[i]
Suami saya sebenarnya ragu. Antara Rp. 500 atau Rp. 2.000 harga waktu itu. Tapi
yaa daripada tak ada angka yang diisi, saya memilih menuliskan 2.000 saja J
Share :
ternyata banyak cerita seru ya di kost2an . maaf mbak baru bisa BW lagi
ReplyDeleteIya mbak Lid ... masih banyak lagi yg seru :D
DeleteTdk apa mbak, saya juga sekarang tdk bisa banyak2 BW :D
seru dan menggelikan kisah2nya ya Niar.... haha, jadi nyengir sendiri saya, untung ga ada yang lihat. hehehe, membayangkan busa shampo yang masih menempel di rambut lelaki itu, juga bantal kapuk yang dijemur di tali jemuran, hihihi....
ReplyDeleteMacam2 kisah2 "nano-nano"-nya Kak :D
Deleteganti nama..itu banyak terjadi di zaman sekarang, nama indah dan penuh makna dari orang tua..diganti nama yang bergaya ke barat2-an....,
ReplyDeletesalut dengan sikap orang tua udin yang berkeras tak mau menerima sikap anaknya mengganti nama sembarangan,
kisah kos saman dulu memang penuh kenangan, dan sekarang lokasi kos di samping kampus..sekarang sudah menjadi benar-benar perkampungan kos-kosan :)
selamat berlomba ya...salam sukses selalu :)
Kalo jaman dulu tabu sekali Pak :D Sekarang ka orangtuanya yang kasih nama anak2nya dengan nama2 kebarat2an tapi sebenarnya banyak juga sekarang yang nama2 anaknya Islami atau ketimuran :)
Deletengakak mba....tempo dulu nya asik bener dah heheeheh
ReplyDeleteJaman sekarang kayak apa ya kos2an, Mimi? :D
DeleteMimi dulu gimana, ngekos nggak?
Semestinya 'lelaki itu' punya blog sendiri untuk menuangkan kisah seru dan lucunya seperti ini.
ReplyDeleteSemoga sukses di kuis, Mbak.
Lelaki itu punya blog, Abi Sabila ... lebih dulu dr sy mlh ngeblognya tapi dia gak rajin update :)
DeleteMalah dia yg memotivasi sy utk ngeblog :)
Makasih ...
kunjungan perdana, langsung senyum2 sendiri baca postingan ini. mau ngakak takut ketauan lagi BW. hihiiii
ReplyDeleteHa ha ha .. mau ngakak, tdk apa koq. Di blog ini belum ada yang ketahuan ngakak kalo tak mengaku :D
Delete‘Orang Aneh’ : Untung ada yang kelupaan ya Mbak, jadi tak lebih banyak lagi orang yang mengatakan lelaki itu aneh :D
ReplyDelete‘Bukan Sarungnya’ : Pasti sejak kejadian itu bantalnya dibebas tugaskan!
‘Mandi Setengah’ : Bang Mi’un cerdas ya?!, tapi bikin lawan bicaranya nge-jlebb banget!
‘Bonus Ikan Layang’ : Ini membuktikan jika trik dagang itu tidak akan selamanya berjalan dengan mulus. Kasihan Pedandeng Juku-nya :D
“Serbuuuuuuu!” : Diantara mereka yang terpengaruh dengan kata “Serbuuuu” itu, ada yang giginya sampai tanggal gak Mbak?
“Acara Ganti Nama” : #Pemanfaatan Situasi# haha...kasihan Bang John eh Bang Udin :D
Haha...kenangan masa lalu yang menggelikan ya?!
Salam kenal juga dari Pontianak. Blogger Makasar itu namanya Angin Mamiri ya? Saya pernah ikut lomba blog dari Blogger Makasar namun kurang beruntung alias tidak menang hehehee. Saya ada teman di Makasar, namanya Pak Syahrir. Beliau konon jadi staff di RRI Makasar
Delete@Rudy Arra :
DeleteHe he he ... kalaupun ada yang giginya tanggal pasti tdk mau ngaku, Mas. Bakal jadi bahan olok2 anak2 yang lain selama berbulan2. Bisa mengorbankan harga diri mereka hehehe.
@Asep Haryono: Benar Pak, nama komunitas blogger di sini Anging Mammiri. Ooh ada teman di sini? Mudah2an suatu saat bisa jalan2 ke Makassar ya Pak :)
DeleteMajuuuu.... wah jail benar si halim.
ReplyDeleteBanyak cerita lama di kos-kosan ya mbak
Super jail :D
DeleteHehehe..Ceritanya seru Mbak Niar..Pengalaman "lelaki" itu saat dituliskan oleh istrinya yg jago nulis jadi terasa manis. Aku ikut ngikik membayangkan kepala beliau yg masih bershampoo..Lah kok segitunya lupa ya..Habis keramas lupa handukan juga kali yah hahaha...
ReplyDeleteKebiasaan yang sudah mendarah daging, kak Evi hehehe. Entah handuknya untuk apa hehehe
Deletehahaha... geli say mbacanya mbak...
ReplyDeleteItu bantal Mi'un keringnya berapa hari...? qiqiqiqi...
seger mbak ceritanya...
Kulitnya bisa cepat kering ... lha kapuknya itu, pasti susah keringnya :D
DeleteHihihihi. Pasti senior teknik itu yang Qt ceritakan, toh? :P
ReplyDeleteSy lupa nanya sama bapaknya anak2, yang mana di antara teman2nya anak Teknik. Kalo bapaknya anak2 .. iya :D
DeleteSi.miun lol banget ya..hahaha
ReplyDeleteOrangnya amat eksotis, mbak Ade :D
DeleteBagus dan menggelikan terutama yang " serbuuuu", saya bacanya pas lagi break time, jadi senyum2 sendiri, kalo dirumah mungkin udah ngakak..:D, jadi ingat masa kos2an dibandung dulu..:) , sukses niar.
ReplyDeletePasti banyak kisah seru ya Zal :D
DeleteTerimakasih ya dah mampir ...
He he maksudnya " majuuu
ReplyDeletewkwkwkkw.... lucu2 ceritanya..
ReplyDeleteUntung inget ada yg kelupaan ya.. Kl gak bs2 shampoonya gak di bilas2 sp kampus.. Hehehe..
Salam buat bang Jhon eh Udin.. hihihi..
Coba kelupaan terus ... cerita ini jauh lebih seru lagi mbak hehehe
DeleteHa ha ha ... dia berpikir keras karena belum ketemu saya, Pak :D Kalo sudah ketemu, kan ndak perlu berpikir sekeras itu hehehe
ReplyDeleteItu part minta nambah ikan satu lagi, ngeselin banget, hahaha!
ReplyDeleteKasian pedagangnya xD
Semoga menang ya mbak...
Maklum ... anak2 kos, penuh perhitungan hahaha
DeleteTamalanrea itu deket SMP ku bun... SMP 12, jadi kangen sama Makassar, waktu SMP dulu aku pernah piknik sama beberapa teman di danau buatan UNHAS, tsur ngefans banget sama radio kampusnya "EBS" hihihi
ReplyDeleteMbak Rahmi ... suamiku itu salah satu penyiar di awal2 EBS mengudara lho. Pendirinya, seniior2 saya di jurusan :D
Deleteeh suaminya nama udara siapa bun, kali aja sy pernah ngefans eh denger dia siaran hehehe
DeleteSiapa ya .. lupa .. kayaknya pakai nama CHULLINK deh :D
DeleteKatanya beliau ndak pernah sebut nama udaranya tuh mbak :D
Deletebelum pernah ngerasain jadi anak kos beneran paling main ajah di kostnya temen mbak :D
ReplyDeleteTemannya punya cerita seru gak? :D
DeleteBhahaha, serpres bgt nama gue ampe makassar! ;-) slalu terbit cerita2 unik di kala kita bareng temen2. Laki2, cewek sama aja, slalu penuh kenangan. Masa sekolah, masa kuliah adalah masa yg gak bakal terlupakan...
ReplyDeleteMakasih, bu! Atas itunya... Maap baru sempet absen di mari! :-*
Hehehe ... gpp .. lagi sibuk ya? Makasih ya dah mampir :D
Deleteduuh postingan lama yg msh bisa bikin ketawa...
ReplyDeleteKalender hari ini : 6April2021 ^_^