Menjelang ashar, dua hari yang lalu, ia bete
lagi. Pemicu awalnya, ingin ikut neneknya keluar rumah padahal sedang
hujan. Belum lagi, Affiq tak henti mengisenginya, Athifah pun sesekali
menggodanya. Sebal sekali ia. Selain tunjuk-tunjuk gelas berisi teh, Afyad juga
menunjuk gerendel. Dipasang gerendel yang ditunjuknya, ia marah. Dilepas, marah
juga. Dipasang lagi, marah lagi. Dilepas, eh
marah lagi. Kalau ada benda yang bergeser dari posisi semula, ia
marah-marah pula. Dikasih susu, tak mempan membujuknya. Betul-betul bingung
menghadapinya.
Akhirnya ia kelelahan, tertidur dengan posisi duduk, wajahnya menelungkup
di tepi meja makan. Karena khawatir ia terjatuh, saya berusaha menggendongnya.
Marah lagi ia, meronta dalam gendongan saya. Saya bawa paksa ke ruang TV.
Menangis. Pakaian dan badannya sudah penuh pipis. Mau diganti, tidak mungkin
dalam keadaan seperti itu. Bisa tambah mengamuk dia. Kalau ada laptop,
kerewelannya bisa dihentikan dengan benda itu. Tapi kali ini laptop sedang
dibawa papanya mengajar.
Saya lalu memperlihatkan padanya baju yang biasa dipakainya bepergian.
Tangis Afyad mereda. Lalu ia mengambil sendiri celana yang biasa dikenakannya
saat keluar rumah. Saya mengganti bajunya. Tangisnya berhenti. Afyad pasti
berpikir hendak diajak bepergian.
Saya berganti pakaian, berjaga-jaga kalau-kalau nanti Afyad inginnya
mengambil jalan memutar saat pulang dari warung sebelah. Saya memang hendak
membawanya ke warung tetangga di sebelah barat rumah, letak warung itu hanya
diantarai oleh sebuah lorong kecil dengan rumah kami. Mudah-mudahan dibujuk
dengan camilan murah-meriah bisa menyenangkan hatinya.
Usai bertransaksi dengan pemilik warung,
saya mengajaknya pulang. Afyad menolak, ia menunjuk ke arah selatan. Tak
apalah, saya pikir. Mungkin ia mau mengambil jalan sedikit memutar. Kami
berjalan kaki sejauh 20 meter ke arah selatan. Tiba di pertigaan, saya
mengajaknya berbelok, ke arah timur. Afyad tak mau, ia merengek lagi.
Waduh, alamat harus ke A Mart ini. Sepertinya ia hendak ke A
Mart. Beberapa kali Afyad minta diajak ke A Mart. Dengan Ato’nya
(kakeknya), ia pernah minta dibawa ke sana dan menunjuk sebungkus camilan
besar. Diganti dengan yang berukuran kecil ia tak mau. Untung Ato’nya bawa
uang. Dengan saya, ia pernah minta dibawa ke A Mart. Saat itu ia malah tidak
berminat kepada satu pun barang yang terpajang di sana. Mungkin kali ini ia mau
jalan-jalan ke sana lagi.
Maka kami pun berjalan kaki sejauh 100 meter ke arah selatan. Tiba di pintu
A Mart, Afyad enggan masuk. Saya tarik tangannya, ia tetap tak mau. “Syukurlah,
mungkin ia mau diajak pulang,” pikir saya. Saya mengajaknya menyeberang jalan
menuju utara, ke arah rumah. Ia menolak dan menunjuk ke arah barat. Olala, ia mau dibawa ke rumah tempat
acara ulang tahun Humaira, di mana ia dibawa lima hari yang lalu! Tak mungkinlah ke sana.
Humaira tak ulangtahun tiap hari. Lagi pula itu rumah nenek Humaira. Saya tak
kenal dengan neneknya. Kalau ibu Humaira saya kenal tapi Humaira dan ibunya tak
tinggal di situ.
Saya menggendongnya, membawanya kembali menyeberang jalan. Afyad
memberontak. Hendak membawanya kembali pulang ke arah utara, Afyad merengek
keras. Ia tahu sekali jalan pulang. Saya memutar otak. Afyad pernah bete dan membuat papanya harus
membawanya pulang melalui lorong lain. Ah,
barangkali ia mau ke sana.
Afyad tak menolak sewaktu saya menuntunnya jalan. Kami berjalan kaki ke
arah timur sejauh lebih dari 100 meter. Tiba di mulut lorong, saya mengajaknya
masuk lorong, menuju utara (posisi rumah di sebelah utara). Afyad mogok. Ia
mulai merengek. Tangannya menunjuk-nunjuk ke arah timur.
O em ji. Dia mau pergi lebih jauh lagi? Walau sudah mulai lelah
melayani tingkahnya, untungnya saya masih punya cadangan tenaga. Tapi pergi
lebih jauh lagi? Ke mana? Tak mungkin. Langit sedang berwarna kelabu. Hujan
bisa turun kapan saja. Kami tak membawa payung dan saya hanya membawa uang
sebanyak tiga ribu rupiah!
Saya mencoba menggendongnya dengan paksa dan berjalan ke arah utara. Badan
Afyad bergolak keras hingga merosot turun dari gendongan. Saya coba
menggendongnya lagi, merosot lagi. Afyad menangis. Tanpa saya sadari, aktivitas
saya dan Afyad di mulut lorong menghalangi beberapa kendaraan yang hendak
lalu-lalang. Untungnya kendaraan-kendaraan itu sedang melambatkan lajunya. Bila
tidak, kami tentu sudah terserempet.
Ampun, Tuhan. Apa yang harus saya lakukan? Anak ini tak mau pulang. Ia tahu
sekali jalan pulang! Hati saya terus beristighfar. Saya butuh suntikan
kesabaran dari Sang Mahapencipta di situasi krusial ini. Saya masih harus
berkompromi dengan balita ini. Ia tak mau pulang, lantas kami harus ke mana?
Saya mencoba melangkah masuk lorong. Sekitar 15 meter dari tempat kami
berdiri ada warung. Mungkin saja Afyad mau jajan lagi. Afyad menolak. Ia tetap
ngotot pergi lebih jauh. Saya kembali memutar otak. Pandangan saya jatuh kepada
Toko M yang menjual aneka keperluan bayi dan anak-anak. Saya mengenal
suami-istri pemilik toko itu karena sudah biasa belanja di situ sejak 11 tahun
lalu. Hm, boleh dicoba. Mudah-mudahan
saja saya bisa menenangkan Afyad di sana dan duduk sebentar untuk meredakan
penat di badan.
Kami menyeberang jalan ke arah selatan. Begitu masuk, saya langsung duduk
di bangku dekat pintu masuk. Pasangan suami-istri pemilik toko sedang melayani
pembeli. Afyad diam, ia kelihatan senang. Syukurlah.
“Ci’, Saya numpang duduk ya.
Anakku lagi bikin perkara ini. Dia tidak mau pulang,” saya meminta izin pada
pemilik toko.
Pasangan suami istri itu mengangguk dan tersenyum ramah.
“Mau jalan-jalan tawwa[1],”
sapa sang suami ramah pada Afyad.
“Iya, mau jalan-jalan. Saya kira dia mau ji dibelikan jajan, ternyata tidak,” ujar saya.
Kami berbincang sejenak. Afyad berjalan-jalan di sekitar saya, mengamati
keadaan toko itu. Karena melihatnya sudah tenang, saya pun pamit pulang. Tiba
di mulut lorong, Afyad ngambek lagi.
Ia meronta lagi dalam gendongan saya. Walah,
bisa-bisa saya pingsan di tengah jalan bila menggendongnya dalam keadaan
seperti ini. Rumah kami tidak begitu jauh, hanya sekitar 300-an meter lagi,
tapi tak mungkin saya kuat menggendong Afyad yang meronta sepanjang perjalanan.
Muncul ide untuk naik bentor (becak bermotor) yang lagi parkir di mulut
lorong.
“Daeng, masuk dalam nah. Dekat masjid
Bani Haji Adam Taba’. Berapa?” tanya saya pada pengemudi bentor.
“Kita’[2]
mi, berapa kita’ mau bayar?” pengemudi
bentor itu malah balik bertanya.
“Tiga ribu. Mau?” tawar saya.
Pengemudi bentor itu mengangguk.
Afyad tak menolak dinaikkan ke atas bentor. Sepanjang perjalanan ia diam.
Rupanya ia menikmati perjalanan singkat menuju rumah di atas bentor.
Alhamdulillah lah.
Sampai di rumah, rasanya tenaga saya terkuras. Low bat. Namun melihat senyum cerianya dengan camilan di tangan,
hati saya terhibur. Senang rasanya, segala penat terbayar. Entertaining Afyad is done.
Makassar, 13 Januari 2013
Tulisan ini diikutkan Giveaway “Senangnya Hatiku”
Silakan juga dibaca:
[1]
“Tawwa” tidak
memiliki arti khusus. Dalam percakapan ini kurang lebih berarti, “Mau
jalan-jalan ya.” Pemakaian lain, misalnya: “Cantik, tawwa,” berarti “Memang cantik”. Dalam dialek Makassar, istilah ini
sering dipakai, seperti juga partikel di’,
mi, ji, pi, bela.
[2]
Kita’ = anda
Share :
"tawwa" td saya pkr artnya tawaf lho Mbak [keliling].
ReplyDeleteSukses ya Mbak, sukses juga entertan Afyad tuh
:D
DeleteMakasih mbak Rie :D
Hilang penat kita ya Mbak :) Salam buat Afyad, sekalian titip ciummmm dech ...
ReplyDeleteHmm lumayan hilang, tdk hilang2 amat sih sebenarnya Yunda hihihi
Deleteuntung bisa tenang ya mbak sampai rumah, jadi lega...
ReplyDeleteIya mas Agus, untungnya sampai rumah tidak bete lagi :D
DeleteAnak pintar ya :D. Bisa mengetahui mana jalan mau pulang mana jalan mau pergi.
ReplyDeleteIya, dia sudah paham sekali :D
Deleteyakin deh, kisahnya Afyad ini pasti bisa bawa kemenangan,
ReplyDeletejangan galau lagi ya afyad, hehe..
Aamiin :)
DeleteSulitnya mengalihkan perhatian anak kecil ya, Mbak. Kemauan yang tidak dituruti, akan membuat mereka kesal, bahkan cenderung bertindak brutal. Hehe...
ReplyDeleteBerarti udah tau triknya nih, dengan modal Rp 3.000 :)
Sekarangtahu triknya, tapi berharap tidak terulang lagi kakaakin :D
Deletewah, sepertinya Afyad cuma mau naik bentor... hehehe... sukses ya Mbak GA-nya..
ReplyDeleteTerimakasih mama Wilda :)
Deletewah, si adek kecil ini nampaknya pintar kali ya mbak ... bundanya pasti mendidiknya dengan kasih sayang ,...
ReplyDeleteRasa sayang, pasti ada Deby :)
Deletemenghadapi anak kecil memang harus extra sabar ya kak niar, suskes giveawaynya :)
ReplyDeleteSeharusnya :)
DeleteMakasih ya Tia :)
bener2 harus sabar ya mbak kl sm anak tp seneng bgt kl liat mereka tersenyum.. :)
ReplyDeleteIya mbak, senyum mereka pelipur hati, menyejukkan :)
Deletewah,afyat hebat :)
ReplyDeleteMakasih kakak :)
DeleteMungkin si Afyadnya lagi bete dirumah kali Mbak, pengen diajak jalan-jalan sama Bundanya.. :)
ReplyDeleteIya, mbak. Masalahnya, dia maunya tiap hari. Bahkan sehari bisa berkali2. Mana kuat .. hiks ...
Deletehehehe.... Afyad..Afyad!
ReplyDeleteSuatu saat kelak, ceritakan ini padanya Niar, dan lihat lah senyum gelinya nanti, hihi.
eh iya, sukses untuk GAnya yaaaa!
Harapannya begitu kak :)
DeleteMakasih yaaa
memang harus sabar menghadapi anak yang rewel
ReplyDeleteSeharusnya begitu, mas Hadi :)
Deleteadduuhh,,tingkah Afyad sama bgd dg Alva. mudah merajuk mudah ngambek mudah ngamuk...dan bru sore ini mimi alami lg,,sumpah bun, ga sabar bgd...tp berusaha tabah2in aja, apalgi depan org ramai...hikkkzzzz
ReplyDeleteehhh iya. sukses GA nya ya bun,,,kebahagiaan sekecil apapun yg diberikan anak, spt air es yg mendinginkan kepala yg sdg panas yak ahahah
DeleteDede Alva bikin apa lagi kerjain Miminya? :D
DeleteMungkin karena Miminya kerja ya jadi nyari perhatian?
Makasih Mimi :)
Aduh bener2 Afyad pengen diajak jalan2 tuh mbak :)
ReplyDeleteMemang terkadang membawa jalan berkeliling sang buah hati termasuk dalam aktivitas non formal yang sangat menyenangkan. Cuma ya itu tadi, resiko terbesarnya adalah kita harus mengikuti kemauan si kecil. Sambil jalan tinggal main tunjuk sana sini saja, yang gendong nih ngos-ngosan. Hehehehe... Btw, selamat sebelumnya karena blog ini telah terpilih menjadi salah satu pemenang. Jangan pernah bosan untuk berbagi yach... :-)
ReplyDeleteNyaris kehabisan nafas tapi senang hehehe. Makasih :)
Delete