Wisma Ukai B, Minas |
Segala perbekalan disiapkan, terutama setumpuk buku resep makanan dan
beberapa buku mengenai kehidupan pasca nikah. Ini senjata ampuh buat saya yang
tidak terbiasa masak (khusus mengenai sejarah masak-memasak, sudah pernah saya
tuliskan dalam Memasak
Itu (Tak) Mudah).
Dua minggu setelah hari pernikahan, kami dilepas oleh keluarga di bandara Sultan
Hasanuddin. Tujuan kami adalah bandara Soetta, Jakarta. Di Jakarta, kami menuju
bandara Halim Perdana Kusuma. Pesawat milik perusahaan yang membawa kami ke
Pekanbaru berangkat melalui Halim.
Tiba di Pekanbaru, kami naik bis milik perusahaan ke Minas, sebuah daerah
di kawasan hutan yang letaknya ± 30 kilometer dari Pekanbaru. Wisma Ukai B tujuan kami. Wisma Ukai B adalah salah satu dari 4 wisma untuk karyawan lajang.
Pasangan pengantin baru boleh menempati kamar di wisma sampai mendapatkan jatah
rumah perusahaan. Mereka juga masih bisa makan di meshall milik perusahaan.
Wisma Ukai B letaknya berdekatan dengan wisma Ukai A. Kedua wisma ini khusus
untuk laki-laki. Masing-masing wisma Ukai merupakan bangunan 2 lantai. Ada 4
kamar di tiap-tiap lantai. Saya dan suami menempati sebuah kamar di lantai
bawah. Saat baru tiba, hanya kami pasangan menikah yang istrinya ikut tinggal
di situ. Seorang kawan di lantai atas, istrinya datang sekali dalam 6 bulan
karena masih menyelesaikan kuliah notariatnya.
Setiap hari, di saat suami pergi kerja, saya harus menguji kesabaran.
Tinggal di tempat sepi yang berbatasan dengan hutan di belakang wisma. Belum punya teman,
sementara suami sudah sibuk dengan aktivitas sehari-harinya.
Romantika PengantinBaru
Asyiknya pengantin
baruan di rantau adalah, dunia adalah milik berdua. Kendali ada di tangan.
Tak ada interupsi dari mana pun. Merdeka untuk melakukan apapun, kapan pun, dan
bagaimana pun. Tak ada tatap orangtua yang mencoba mencari celah perilaku cela sepasang
insan yang lagi menikmati masa muda. Tak banyak undangan pesta/acara dan ajakan
silaturahmi. Asyiklah pokoknya.
Masalah khas pasangan yang sedang membangun jembatan perbedaan di antara
mereka, dipecahkan berdua. Tak ada campur tangan pihak keluarga. Beberapa bulan
setelah kedatangan kami ke Minas, suami mendapat jatah rumah perusahaan di
kompleks Apel. Kenalan bertambah, rata-rata pasangan muda.
Perlahan, saya mempelajari bahwa mereka pun memiliki masalah yang mirip
dengan yang saya alami. Yang membuka mata saya bahwa penyelesaiannya adalah
komunikasi. That’s it. Jika saya tak
bicara, suami tak menganggap ada masalah. Padahal saya butuh kenyamanan dalam
beradaptasi dalam lingkungan baru yang asing nan sunyi. Maka, hanya
semboyan sebuah iklan teh yang pantas dilakukan: “mari bicara”.
Oya sedikit pengalaman ini pernah saya tuliskan dalam Pengalaman
Tak Terlupakan di Masa Pengantin Baru dan Ketika
Venus dan Mars Menikah | Welcome Trouble.
Hutan yang Seram dan
Satwa Liar
Kompleks Apel, Minas |
Dari Minas, suami saya ditempatkan di Rumbai, sebuah kawasan di pinggiran
kota Pekanbaru. Sama seperti di Minas, kompleks pemukiman di Rumbai juga
dikelilingi hutan. Hutan yang sangat dijaga oleh pihak perusahaan.
Bulu kuduk yang tiba-tiba meremang walaupun di siang hari, sudah biasa. Saya
menyamankan diri dengan memutar kaset murottal setiap hari. Bunyi barang-barang
beradu padahal hanya saya sendiri yang tinggal di rumah saat suami ngantor,
sesekali terdengar. Kilas lampu terpantul di kaca lemari di ruang tamu pernah
tiba-tiba terlihat padahal tak ada sesiapa atau apapun di sekitar situ yang
memunculkan cahaya.
Binatang liar? Biasa di sana. Saya sering melihat kawanan kera di sekitar
wisma/rumah, burung enggang sesekali mematuk-matuk kaca wisma. Seekor ular
pernah terlihat sedang menegakkan kepala, seperti sedang bersiap-siap menyambar
sesuatu di pekarangan rumah.
Biawak, pernah terlihat melintas di jalan. Kalajengking, pernah saya lihat
di halaman rumah seseorang. Sekawanan babi hutan pernah terlihat berlari panik di
tepi hutan.
Kawan-Kawan
Sepemahaman
Berbagai suku dan tipe orang ada di sana. Walau tak banyak orang Sulawesi, saya bisa berteman baik dengan beberapa kawan asal Jawa dan Sumatera.
Beruntung saya bertemu beberapa kawan yang sepemahaman. Kami menyelenggarakan
pengajian pekanan. Pematerinya berganti-ganti, dari kami untuk kami. Tempatnya
berpindah-pindah, dari rumah ke rumah.
Masih di Minas, saya diajak terlibat dalam pendirian sebuah pendidikan pra
sekolah untuk anak-anak muslim. Sangat menyenangkan bisa terlibat dalam proses
pemilihan gurunya, saya masih ingat nama-nama mereka: bu Nely dan bu Sari. Juga
terlibat dalam penyusunan kurikulum dan administrasinya. Saya jadi belajar
banyak mengenai pendidikan pra sekolah.
Kalau ingat masa-masa itu, saya kangen mereka. Pada Vely, teh Rika, dan Indah yang
sewisma. Pada Sri di wisma sebelah. Lalu mbak Indri, mbak Dian, mbak Fawny, kak
Ita, Dewi, dan mbak Niken. Mereka semua teman-teman di Minas.
Di Rumbai ada mbak Penta, istri dari sepupu saya – kak Mursyid. Ada teman-teman
di kompleks Gardenia, lalu ada teman-teman lain sesama istri karyawan. Juga ada
bidan-bidan di rumah sakit perusahaan.
Ah, apa kabarnya mereka?
Media dan Sarana
yang Lengkap
Kawanan monyet di salah satu pekarangan di kompleks Gardenia, Rumbai |
Walau kota mandiri yang kami tempati boleh dibilang terpencil, ada banyak
sarana dan media untuk belajar dan menghibur diri. Pun tak susah mencari
makanan ataupun bahan makanan. Burger dan spageti terenak yang pernah saya cicipi seumur hidup saya ada di Rumbai dan
Minas. Ada sate Padang enak di luar pagar batas area perusahaan di Rumbai. Di dalam
area perusahaan ada rumah makan Padang, juga ada commissary, mini market yang menjual aneka kebutuhan mulai dari
bahan makanan hingga perlengkapan bayi.
Ada TV kabel, perpustakaan, dan internet di kantor suami. Di perpustakaan,
saya banyak mendapatkan majalah Ayahbunda, memperbanyak bekal dalam
berkeluarga. Saya langganan tabloid Ibu dan Anak melalui seorang distributor
yang secara teratur datang ke kantor suami. Sesekali saya ikut ke kantor suami
untuk main internet, untuk browsing artikel-artikel
yang bermanfaat, atau sekadar saling mengirim e-mail dengan kawan-kawan di
Makassar. Saat itu facebook belum beken (atau malah belum muncul ya?), jadi media komunikasi kami hanya e-mail
atau milis.
Fasilitas kompor listrik 4 mata beserta oven dari perusahaan membuat saya
rajin praktik masak. Segala bahan saya coba masak, baik lauk maupun penganan. Suami
saya jadi “kelinci percobaan” praktik masak saya. Berat badannya meningkat
drastis. Dari yang tadinya ramping, tubuhnya kemudian membulat. Untungnya ia
tak pernah mengeluh dengan semangat saya yang cukup semena-mena ini. Bagaimana
mau mengeluh kalau hasilnya enak? ( uhuk uhuk hueek).
Saya melalui proses kehamilan hingga kelahiran anak pertama di Rumbai
dengan bahagia. Saya banyak belajar dari buku, majalah, dan internet tentang tata
laksana ASI. Bidan dan rumah sakit Caltex sangat mendukung pemberian ASI kepada
bayi, mereka “mengatakan tidak pada susu formula”. Saya dan suami menyiapkan
daftar dan berburu perlengkapan bayi berdua saja. Pada usia kehamilan 7 bulan,
perlengkapan bayi bahkan tas untuk dibawa ke rumah sakit sudah siap, kalau-kalau saya
tiba-tiba harus melahirkan prematur.
Disuit-Suiti Pekerja Jalan
Ini pengalaman tak enak yang pernah saya alami waktu masih tinggal di wisma
lajang. Saat itu ada perbaikan jalan di sekitar wisma. Pagi hingga siang hari
di sekitar wisma yang tak berpagar itu amatlah sepi. Bukan hanya wisma yang tak
berpagar, semua bangunan dalam area perusahaan memang tak berpagar termasuk
pabrik, kantor, perumahan, dan fasilitas lain. Tak ada perempuan yang beredar
di sekitar wisma.
Saya dan Vely yang sedang masak di dapur berjendela kaca tanpa vitrace (gorden tipis seperti kelambu) menjadi pemandangan unik bagi para pekerja jalan itu. Mereka mendekat ke jendela seperti orang-orang yang sedang mengamati ikan dalam akuarium dan bersuit-suit (Hiks ... rasanya terhina sekaliiiii).
Saya dan Vely yang sedang masak di dapur berjendela kaca tanpa vitrace (gorden tipis seperti kelambu) menjadi pemandangan unik bagi para pekerja jalan itu. Mereka mendekat ke jendela seperti orang-orang yang sedang mengamati ikan dalam akuarium dan bersuit-suit (Hiks ... rasanya terhina sekaliiiii).
Aduh, betapa takutnya kami. Untungnya pintu wisma selalu terkunci. Seorang mess boy yang bertugas membersihkan
wisma pun selalu mengunci kembali pintu setiap kali keluar dari wisma. Saya terpaksa
menelepon suami di kantor, melaporkan kejadian tersebut. Suami melapor kepada kawannya
– atasan para pekerja jalan itu. Esoknya hal mengerikan itu tak terjadi lagi.
***
Indahnya menjalani masa-masa pengantin baru di rantau. Sepasang pengantin
baru perlu punya banyak waktu sendiri untuk menyelesaikan masalah ataupun untuk
menjalani masa indah mereka berdua, tanpa interupsi atau gangguan dari mana
pun. Merantau setelah menikah, adalah pilihan yang tepat menurut saya. J
Masa-masa itu kini menjadi kenangan manis. Dalam hati, saya berharap kelak
bisa mengunjungi Minas dan Rumbai kembali untuk melepas kangen, sekaligus
memperlihatkan kepada Affiq “tanah” kelahirannya.
Makassar, 18 Februari 2013
Tulisan ini diikutkan giveaway Gendu-Gendu Rasa Perantau
Silakan juga disimak:
Share :
ikut suit-suit ah...
ReplyDeletedunia hanya milik berdua ^^
Sukses Buat GAnya :D
Uhuk uhuk .. silakan suit2 sama tuan rumah :D
DeleteMakasiiih
mbak, kalau dunia mlk berdua...saya nge-kost dunk?
ReplyDeleteIya dunk hihihi
Deletesukses GAnya tante :)
ReplyDeleteaku juga nanti mau pengantin baruan di rantau ah, biar punya cerita kayak ceritanya tante juga. hihihi
Makasih SYifa. Iya, setelah nikah langsung merantau saja Syifa *abaikan kompor ini*
Deletewadhuh siap2 ngontrak nich lha cuma punya mbak aja ama suami hehe.. oo gitu ya rasanya dulu pengantin baru di tanah rantau hehe...
ReplyDeleteSebenarnya tidak juga. Ada kapling2 lain yang dimiliki pasangan2 lain :D
DeleteSudah pernah merantau, belum?
merantau dalam artian pisah dari orang tua ya pernah bahkan bahkan 2 di dua tempat yg berbeda sekarang juga merantau.. tapi kebetulan di perantauan dulu ada kakak di perantauan yg sekarang ada paman hehe
Deleteeh ketinggalan.. tapi "merantau" yg seperti kisah di atas belum :)
Deletewaah kalau begitu bisa ikutan GA ini, ayuk ikutan
Deletesetuju mba, merantau setelah menikah pilihan tepat karena kita belajar mandiri, belajar saling memahami tanpa interupsi kanan kiri
ReplyDeleteTanpa interupsi, itu yang asyik :)
Deletewah, ada teman teman saya tuh kompleks Gardenia, kenalin dong mba #ngulurin tangan
ReplyDeleteAhahahaha .... iya ya temannya mas Stumon, tp mereka silly monkeys :D
Delete*ayuk kenalan sama mas stumon*
Ngakak baca komentarnya si Mon :)
DeleteLagi mengenang masa penganten dulu ya mbak .. semoga menang GA nya :)
Hehehe iya, koq merasa ya :D
DeleteMakasih mbak Ely :)
pengantin baru memamg mempunyai kesan tersendiri bagi setiap orang, dan itu tak dapat dilupakan, selamat berlomba ya..salam sukses selalu :-)
ReplyDeleteEhm, yang ngomen pengantin baru nih. Ikutan juga, Pak GA ini? Aamiin. Makasih yaa :)
DeleteNiar, jadi terbayang deh gimana romatisnya pengantin baru sudah hidup mandiri. Jauh pula lagi dari orang tua serta sanak saudara. Pastinya bahagia sekali ya mengatur rumah, dapur dan segala sesuatunya sendiri :)
ReplyDeleteBahagia sekali kak Evi. Tak ada interupsi juga intervensi :D
Deletetakut mbak sama binatang liar, eh tapi kan pengantin baru ya jadi sudah ada pelindungnya :)
ReplyDeleteLah, kalo suami ngantor, saya kan sendirian di rumah mbak. Kalo mau ke tetangga, jalannya di tepi hutan :D
DeleteAlhamdulillah tidak sampai diapa-apain sama binatang2 liar itu :)
meskipun di perantauan tapi tetap nggak kesepian kan mbak, karena banyak teman teman baru yang sama2 perantau juga ya.
ReplyDeleteIya mbak. Wah Mami Zidane pasti mengerti sekali dengan pengalaman saya ya, sampai sekarang masih jadi perantau. Ikutan GA ini mbak :)
Deletebaru tau kalo ada GA tentang perantaun kayak gini?? hehehehe, ternyata Bu Mugniar seorang penjelajah juga ea...
ReplyDeleteSaya bukan explorer, merantaunya cuma sekali itu saja koq. Sekarang kan sudah di "kampung" sendiri, sama ortu lagi :D
DeleteIkutan Ga-nya Millati ini yuk ...
Hoalah jadi si Affiq lahirnya gak di Sulawesi tho mbak
ReplyDeleteSemoga menang GA nya ya ^^
Iya, dia "putra daerah" Riau :)
DeleteMakasih Na :)
hebat, bisa bertahan di rumah horor.
ReplyDeleteentah, apa jadinya kalau itu saya. _ _
Terpaksa bertahan tepatnya hehehe. Lagian mau ke mana pun horor, bukan cuma di rumah kami. Lha, di mana2 mentok-mentoknya hutan juga :D
Deleteaku dah baca tadi siang, lupa ninggalin komeng..
ReplyDeletesuka duka hidup di perantauan ya Mak..
apalagi pas pengantin baru, hadeuuh makin nempel tuuh..
pastinya jadi pengalaman yang terindah dan tak kan pernah terlupakan
sukses ngontesnya ya Mak :D
Wah makasih sekali dah menyempatkan balik sini ya mak.
DeleteAamiin :)
Aku juga pengantin baru di rantau. sukses GA nya ya Mak ...
ReplyDeleteSama dong mak :)
DeleteMakasih ...
asyik jadi pengantin..........jadi pengatin di rantau romantiknya hanya berdua menjalani perjuangan manis, asem dan pahit akhirnya manis lagi, hehehe
ReplyDeleteAsyiknya kalo ujungnya manis ya mak :)
Deleteciye yang merantau...
ReplyDeletejadi pengen merantau berdua yang lain ngontrak :D
asli senenganya hehe.. pengalaman pasti banyak bgd mbak NIar.
Sukses juga buat GAnya :)
Ayo segera cari pasangan buat merantau gih :P
DeleteMakasih ya.
Senyum senyum sendiri membaca tulisan Niar..membayangkan hampir 12 tahun lalu yah. Ukai masih ada bu.. mbak rika di duri, mbak sri arif di duri tapi hampir psti pindah rumbai, mbak fawny di duri.Kalo jogging atau sepedaan sama anak anakku sering lewat rumah niar dulu.sayang sekarang sudah kosong jadi keadannya rusak.. ayoo kapan kapan afik ke rumbai. Ditunggu yah..
ReplyDeleteLho, mbak Rika bukannya sudah resign? Kan dah balik Bandung?
DeleteRumah di Gardenia sudah rusak? Waah sayang ya, padahal dulu orang kan ngantri untuk dapat jatah rumah?
Seru ya Indah sepedaan/jogging sama anak2. Asyiknya di sana kan sepi, udaranya segar.
Mudah2an kapan2 bisa ke Rumbai ketemuan sama Indah ya. Salam sama Sri, mbak Fawny, dan mbak Penta ya :)
berbatasan langsung dengan satwa liar,
ReplyDeleteasyik sih ya ada pemandangan keren gitu
serasa nonton animal planet
tapi ya ngeri juga
hehehe
Alamnya, asli keren mbak Elsa. Itu yang ngangenin :)
DeleteIya sih ngeri :D
Wooooowwww...ini mah seru banget hidup di perantauanya ya Mbak Niar...bener2 Nano2 deh...
ReplyDeleteSukses ngontesnya ya Mbak
Seru mbak, memang nano2 :) Makasih yaa :)
DeleteEnak juga di tempat terpencil tapi fasilitas lengkap.
ReplyDeleteKalo di sekitar kantor saya juga banyak monyet. Tapi, seringnya main2 di pepohonan di kantor sebelah.
Ada enaknya, ada tidak enaknya. Tapi selama dilakoni, harus dibuat enak :)
DeleteOk, sudah terdatar kan Mil? :)