Tetapi kadang-kadang Athifah tidur sama Affiq. Kedua anak ini bisa juga akur. Kalau sedang akur mereka cekikikan bersama. Heran juga Mama karena usia mereka terpaut 5 tahun. Affiq saat ini mau memasuki usia remaja, sedangkan Athifah baru mau masuk SD.
Mungkin karena Affiq masih kekanak-kanakan sementara Athifah terlalu dewasa
untuk anak seusianya. Affiq masih selalu ingin bermain. Bahkan mainan adik-adiknya
pun kerap dimainkannya. Sementara Athifah, sehari-harinya akrab dengan kosa
kata yang tak lazim dengan anak seusianya di sekitar rumah seperti “ternyata”,
“sebenarnya”, “lakukan”, dan suka melontarkan pertanyaan-pertanyaan tak
terduga.
Hari itu Athifah meminta supaya dibolehkan tidur sama Affiq.
“Tidak,” jawab Mama.
“Kenapa?” tanya nona mungil ini.
“Kakak pasti tidak mau,” jawab Mama.
“Mama bujuk Kakak supaya dia mau,” Athifah ngotot.
“Lebih baik Kamu tidur sama Nenek daripada sama Kakak,” lanjut Mama lagi.
Nenek baru datang dari Pare-Pare, dan sedang menginap di rumah.
“Kenapa?” tanya Athifah.
“Kalau diganggu sama Kakak bagaimana?” Mama balik bertanya.
“Tidak ji,” Athifah bertahan.
“Tidak bagaimana. Setiap hari Kamu teriak-teriak kalau diganggu sama
Kakak?”
“Tidak apa-apa, Ma. Saya mau belajar
bersabar.”
Jiaaaaah. Belajar bersabar? Hahaha
tapi .... hm ... ini argumen yang
bagus.
Hanya selang sepuluh atau dua puluh menit dari itu, terdengar suara stereo
Athifah menjerit-jerit dengan power hebat
karena diganggu oleh Affiq.
Aish.
Ketika Mama menceritakan kisah Athifah yang meminta tidur di kamar kakaknya
kepada Oma[1]
dan Nenek[2],
kedua nenek itu serempak berkomentar, “Tidak boleh! Tidak boleh lagi tidur
sekamar!”
Oiya, benar juga. Affiq sudah dikhitan. Ia sedang dalam usia
memasuki remaja dan juga sedang bereksplorasi tentang perkembangan anatomi
laki-laki dan perempuan. Di sekolah sudah diajarkan sekilas tentang pendidikan
seks. Ajaran Islam juga tidak membolehkan saudara kandung berlainan jenis untuk
sekamar dalam keadaan seperti ini.
Keesokan harinya Mama membahas lagi “permintaan tidur di kamar kakak” ini.
“Athifah, tidak boleh lagi tidur di kamar Kakak ya,” ujar Mama.
“Kenapa?” seperti biasa, Athifah mesti bertanya seperti ini.
“Karena Kakak sudah mulai besar karena sudah disunat. Sudah tidak boleh
lagi tidur sama Athifah kalau begitu. Tidak boleh laki-laki tidur sekamar
dengan perempuan,” Mama mencoba menjelaskan.
“Kalau perempuan, harus disunat jugakah kalau sudah besar?” tanya Athifah.
“Tidak,” Mama menebak-nebak ke arah mana lagi pertanyaan ini.
“Terus, kalau perempuan sudah besar, bagaimana?”
“Perempuan kalau sudah besar, haid.”
“Kakak haid juga dong.”
“Tidak. Laki-laki tidak haid. Perempuan saja yang haid.”
Makassar, 16 April 2013
Pembicaraan berhenti di sini. Sepertinya besok-besok akan
ada episode baru lagi, tentang ini.
Share :
saya selalu senang berkunjung kesini. apalagi membaca babak-babak drama rumah seperti ini. hehe
ReplyDeletelucu sekali ketika athifah bilang mau belajar bersabar..
ckckck anak-anak memang ya :D
Hahaha sok tua dia ya sok tau juga. Nyatanya dia susah belajar sabar menghadapi kakaknya yang super usil :D
Deleteanak-anak memang begitu ya mbak, akur, trus rebutan balik akur lagi semakin memebuat dirumah ramai
ReplyDeletePascal sama Alvin juga ramaikah mbak di rumah?
Deletewah, bunda menjelaskan hal yang kadang sulit dijelaskan ke anak2 dengan bahasa yang sesederhana tapi mengena kaya gitu...salut deh
ReplyDeletekadang kan ada orang tua yang tidak mampu menjelaskan persoalan "pelik" kaya gitu bund, alasannya BELUM WAKTUNYA
assalamualaikum kak niar, saya selalu senang berkunjung ke sini apalagi membaca postingan tentang anak2 kakak,hehe tingakah mereka ada2 saja :)
ReplyDeleteyah, mendidik anak kadang tidak bisa dibedakan antara belajar atau mengajar...
ReplyDeleteNice post :)
Athifah kedengeran dewasa ya. hihi tapi anak2 memang begitu ya. Keke dan Nai juga kadang akur, kadang berantem :D
ReplyDeletejadi inget masa kecil dulu, huhuhu...
ReplyDeletebahagia banget ya masa2 kecil dulu, terlalu banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan, terutama denga kakak dan adekku
Cerita anak memang tidak ada habisnya, tapi begitulah di sana sebenarnya kebahagiaan itu bermula.
ReplyDeleteSuka ketawa liat artikelnya wkwkkwkw... sama seperti saya dulu pas kecil hahaha
ReplyDelete