Bangunan sanggar Pabbata Ummi, tempat anak-anak pemulung berkegiatan di waktu-waktu luar sekolah |
Tak sulit
mendapatkan bangunan sanggar Pabbata Ummi, tempat kegiatan dengan anak-anak di
kampung pemulung dilangsungkan. Di dekat bangunan sederhana itu sedang digali
pondasi untuk gedung sanggar baru. Terlihat seorang warga asing sedang ikut
menggali. Kabarnya, ia merupakan perwakilan sebuah LSM di Bali yang menyumbang
untuk pembangunan bangunan sanggar.
Pondasi yang sedang dikerjakan, di sebelah bangunan sanggar |
Duduk rapi sebelum kegiatan berlangsung |
Memasang "papan" nama |
Teman-teman
dari IIDN Makassar dan Lemina telah berada di dalam bangunan yang hanya terdiri
atas satu ruangan berukuran kira-kira 24 meter persegi itu. Seolah sedang
menunggu saya, beberapa menit setelah saya tiba, kegiatan pun dimulai.
Coba kalo saya lebih terlambat lagi, pasti lebih lama lagi dimulainya. Atau
kalau saya tak datang, batal deh kegiatan *plak
… ditabok semua anggota IIDN Makassar dan Lemina karena ge er berlebihan,
berasa orang penting*.
Setelah
menulis nama pada label kertas berlem dan menyematkannya di baju masing-masing,
sekitar 10 anak duduk manis menyimak penjelasan mbak Aisyah Fad. Kekhawatiran
akan menghadapi anak-anak yang susah diatur tak terwujud. Kebanyakan mereka
manis-manis. Hanya ada satu dua anak yang bandel bin ngeyel.
“Apa itu panca
indra?” Tanya mbak Aisyah.
“Tidak tahu,”
jawab anak-anak ini kompak.
Kartu bertuliskan panca indra, alat peraga yang dibuat mbak Aisyah Fad |
Anak-anak serius menyimak |
"Kalau bisa menjawab, dikasih hadiah," kata mbak Aisyah |
Tidak tahu? Masa
sih? Ah, pasti ada yang tahu tapi malu-malu mengakuinya karena lebih
banyak suara menjawab “tidak tahu”. Maka mbak Aisyah mengeluarkan “senjata”-nya
berupa karton-karton kecil warna-warni yang digunting secara menarik, bertuliskan
“PANCA INDRA” dan jenis-jenisnya. Anak-anak itu mengamati tulisan yang tertera
pada karton.
Mbak Aisyah
menjelaskan sedikit tentang panca indra, kemudian mengajak anak-anak supaya mau
mengungkapkan pikirannya dengan mendeskripsikan berbagai macam benda. Misalnya
dari dalam tasnya, mbak Aisyah mengeluarkan mobil-mobilan dan meminta seorang
anak maju untuk mendeskripsikan apa saja tentang mainan itu.
“Yang bisa
menjawab lima, dikasih mobil-mobilan ini,” kata mbak Aisyah.
Seorang anak
perempuan berkulit gelap, berambut panjang, dan bertubuh gempal memberanikan
diri dan berhasil menuturkan lima hal
versinya tentang mobil-mobilan tersebut.
Meski berdesak-desakkan, anak-anak ini antusias. Di latar belakang, "kakak-kakak" dari Lemina dan IIDN Makassar |
Tekun menulis karangan |
Anak laki juga bisa tekun mengarang |
Semakin sore, semakin banyak anak yang datang |
Beberapa
mainan keluar dari tas mbak Aisyah, semuanya disabet dengan manis oleh
anak-anak itu meskipun dengan tersendat-sendat. Seperti kebanyakan anak
Indonesia lainnya, mereka cukup kesulitan menceritakan apa yang dilihat secara
terstruktur.
Pada sesi
praktik, kertas warna-warni yang dibagikan kepada anak-anak yang jumlahnya
melampaui perkiraan. Awalnya, yang diharapkan ikut adalah anak-anak kelas 4 – 6
SD sejumlah 15 orang supaya lebih mudah dibina. Rupanya peserta bertambah
terus. Sekitar 30 anak antusias mengikuti kegiatan siang itu. Mbak Aisyah
meminta mereka menuliskan apa saja menyangkut panca indra.
Teman-teman
dari IIDN Makassar dan Lemina, ada yang duduk atau berdiri di antara anak-anak
itu. Mengawasi dan membantu mereka mengerjakan tugas. Terdengar suara anak-anak
itu bertanya.
“Kak,
bagaimana kalau begini? Bagaimana kalau begitu?”
Senang juga
sesekali ada yang panggil “KAK” di usia setua ini *pingin
juga merasakan awet muda walau sesekali saja haha*. Satu dua anak masih bengong, tidak tahu mau menuliskan apa. Bingung harus menuliskan
apa mengenai panca indra.
“Begini saja.
Coba tuliskan pengalamanmu tadi pagi. Sebelum pergi ke sekolah, apa yang kau
lihat? Apa yang terjadi?” saya memberi saran kepada seorang anak. Anak itu
kemudian mengikuti saran saya. Setidaknya, ia bisa menuangkan isi pikiran dulu,
daripada memaksa diri menuliskan apa yang dilihat, dihirup aromanya, dicerap
teksturnya, didengar suaranya, atau dirasai di lidah yang malah membuatnya
tidak menuliskan apa-apa.
Seluruh karya
anak-anak kemudian dikumpul dan dinilai oleh mbak Aisyah.
Anak-anak tekun menyimak "kak" Marisa menyampaikan materinya |
Menempelkan karya |
Kakak Uty membantu anak-anak menempelkan karyanya. Kalau yang ini memang masih kakak-kakak, ^__^ |
Ini dia karya anak-anak (yang ini juga masih kakak-kakak ^__^) |
Sesi kedua,
Marisa mengajak anak-anak bermain kata melalui kelima kata ini: APA, SIAPA,
KAPAN, DI MANA, dan BAGAIMANA. Marisa memulainya dengan sebuah lagu ekspresif yang
mengajak anak-anak bergerak.
Prosesnya sama
seperti sebelumnya, anak-anak itu diajak mengungkapkan pikiran dengan
menggunakan kata-kata itu di atas kertas warna-warni. Teman-teman IIDN Makassar
dan Lemina mendampingi mereka, membantu sebisanya.
Saya mendekati
seorang anak perempuan berkulit gelap yang tidak melakukan apa-apa. Saya
mencoba memberinya saran. Ia menggeleng. Saya bertanya. Ia diam saja. Lalu ia
memalingkan wajahnya supaya saya tak bisa melihatnya lagi. Saya mencoba lagi,
ia bergeming. Ya sudah, masa mau dipaksa? Mungkin mengarang teramat sulit
baginya.
Kali ini,
anak-anak kampung pemulung itu menunjukkan perkembangan. Banyak anak yang
selesai menuliskan karangannya sebelum batas waktu yang ditentukan. Karya-karya
mereka kemudian dikumpulkan dan dinilai oleh Marisa.
Selanjutnya,
anak-anak itu berkesempatan mendengar kisah dari seorang anak yang walaupun
masih teramat muda, sudah berkarya. Tulisannya sudah dimuat di harian Fajar –
sebuah koran lokal. Lala yang masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar itu membagikan
ceritanya dengan malu-malu. Dengan ditemani Imma – ibunya, ia berdiri malu-malu
di hadapan anak-anak kampung pemulung. Mudah-mudahan kisahnya menginspirasi
anak-anak ini sehingga bisa memicu keinginan mereka untuk lebih serius lagi
menulis.
Di akhir sesi
adalah bagi-bagi hadiah kepada 6 orang terbaik dari dua sesi kegiatan. Tiga
anak perempuan dan tiga anak lelaki. Sunggu komposisi jender yang adil.
Menunjukkan bahwa mengarang atau menulis bukan monopoli kaum hawa semata. Keenam
anak ini diminta membacakan karangan mereka di depan teman-temannya.
Pembacaan karya |
Pemberian hadiah kepada tulisan-tulisan terbaik |
Mari makaaaaaaaaaaan |
Foto bersama |
Bila melihat
redaksi tulisan mereka, mereka bukanlah anak-anak yang mampu menuliskan EYD
dengan benar. Masih banyak kata yang kekurangan ataupun kelebihan huruf. Masih
banyak struktur yang berantakan. Poin besar penilaiannya (kalau saya boleh sok tahu),
tulisan terbaik adalah yang:
- Mampu menangkap maksud dari tugas yang diberikan mbak Aisyah dan Marisa lalu menuliskannya.
- Ekspresif.
Bunga – inisiator
kegiatan ini merencanakan masih ada sekuel berikut dari kegiatan ini.
Mudah-mudahan apa yang kami berikan kali ini meninggalkan jejak manfaat dalam
benak mereka dan mudah-mudahan kami diberi kemudahan untuk melaksanakannya lagi
bulan depan di kampung pemulung ini. Do’akan kami ya.
Makassar, 20
Juni 2013
Rencana masih akan buat tulisan lagi, seputar kegiatan ini. Tetap di blog ini yaa *halah*
Share :
wah ruangannya jadi overload ya mbak. Yg dtg lbih bnyk dr prediksi. Kegiatan yg sangat brmanfaat.
ReplyDeleteIya mas, jadinya maju kena mundur kena :D
DeleteMenarik sekali kegiatan sosial yang bermanfaat ini ya, Mba.
ReplyDeleteBtw, anak2 ini berasal dari satu desa saja atau ada dari daerah lain?
Semoga kegiatan ini berlanjut ya, Mba. Tetap semangat untuk IIDN dan crewnya. . . :)
KAyaknya dari sekitar TPA saja Idah. KAlo lagi banyak ngumpul, katanya bisa 100-an, dari 4 kampung di sekitar situ. TErimakasih ya, aamiin :)
DeleteKegiatan yang patut diacungi jempol nih, mak, meski berdesakan dan harus lebih keras lagi berusaha agar anak-anak tersebut bisa lebih fokus. Semoga kegiatan ini terus berlanjut ya.
ReplyDeleteIya mak. Ada yang super usil sampe temannya nangis, untungnya dia datang belakangan dan hanya menonton, gak ikutan kegiatan ini. Aamiin :)
Deletegileee asyik banget
ReplyDeleteGilee? :D
DeleteIya, asyik mas, seru
Ucapan dan terima kasih yang tulus dari Komunitas LemINA-Relawan Untuk Senyum Anak Indonesia buat para Bunda di IIDN yang telah sudi berbagi ilmu kepenulisan kepada anak-anak di kampung Pemulung.
ReplyDeleteInsya Allah, segala niat baik kita, akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.
Terimakasih yang sebesar-besarnya juga kepada Lemina yang telah mengajak kami dalam kegiatan yang membahagiakan ini. Semoga ada kelajutannya.
DeleteAamiin, do'a yang sama untuk teman2 di Lemina :)
Pasti pengalaman yang seru tuh mbak :)
ReplyDeleteSeru abis mbak, saya bahagia bisa ikutan :)
Deletewew.. yang pasti lelah iya, tapi itu hilang dengan rasa seruuuunyua ya kakak ^_^
ReplyDeleteLelahnya nggak sih, mungkin karena bukan saya mentornya kali jadi gak lelah hehehe. Tapi kalau serunya, iyaaa, seruuuuu :)
Deletesemangat smeua ya anak-anaknya untuk belajar
ReplyDeleteIya mbak Lid
Deleteseru ya kak...
ReplyDeletehiks... sayang tak bisa hadir :(
kak.... selipin foto sy d salah satu foto di atas:D
Seru abis Nu.
DeleteSelipin foto? hahaha boleh ... boleh, just do it :D