Alhamdulillah usaha menyahurkan anak-anak pada Ramadhan kali ini tidak
sesulit tahun-tahun sebelumnya. Dulu, si sulung Affiq susah sekali dibangunkan
sahur. Kalau pun ia berhasil dikeluarkan dari kamar dan didudukkan di kursi,
matanya tetap tertutup sehingga saya terpaksa harus menyuapinya. Untungnya ia
bisa makan dengan mata tetap tertutup. Biasanya setelah suapan ke sekian baru
matanya terbuka dan bergerak sendiri.
Sekarang Affiq sudah duduk di bangku SMP kelas 1. Sudah tentu ia tak perlu
disuapi lagi walau tetap sulit dibangunkan. Setiap berhasil dikeluarkan dari
kamar, ia duduk di kursi dengan mata tertutup. Membuat saya dan papanya harus
berkali-kali membangunkannya agar segera menyantap makanannya.
Di usia yang sekarang (12 tahun), sudah tentu Affiq mengerti
kewajibannya berpuasa. Juga dalam melaksanakan shalat 5 waktu. Masih ada sifat
kekanak-kanakannya, dalam melaksanakan shalat masih sering diperingatkan
berulang kali. Untuk urusan menu makanan ia kadang-kadang masih suka pilih-pilih.
Namun akhirnya dimakannya juga setelah kena omelan dari saya atau papanya.
“Banyak orang yang tidak bisa makan, Nak. Makan apa yang ada. Jangan
pilih-pilih. Bukan racun yang diberikan padamu ini,” begitu petuah saya
berulang kali.
Sumber: indahnyahidupku.wordpress.com |
Satu kali ia mencoba berjalan kaki pulang dari sekolahnya yang berjarak
sekitar 3 kilo meter. Saat itu ia tak membawa uang. Saya sempat khawatir tubuh
kurusnya tak bisa melanjutkan puasa hari itu. Alhamdulillah tidak.
Si tengah Athifah yang mash duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar, mulai
tahun ini ikut puasa sehari penuh. Awalnya saya sangsi karena badannya mungil.
Sebenarnya saya tak ingin memaksanya. Kalau ia sanggup, dengan senang hati saya
akan membiarkannya berpuasa sehari penuh. Jika memang tak sanggup, tak mengapa
ia berpuasa semampunya.
Syukurlah, Athifah kuat. Hingga sekarang ia masih berpuasa sehari penuh.
Kecuali puasa hari (kedua atau) ketiga, ia tergoda biskuit Oreo. Affiq
melaporkannya pada saya. Saya menegur Athifah. “Cuma sedikit ji,” kilahnya. “Biar cuma sedikit, tidak
boleh Nak,” saya mencoba memberinya pengertian. Athifah marah pada Affiq yang
dianggapnya lancang.
Saya tak bermaksud semena-mena. Bila memang ia tak kuat, sekali lagi –
saya tak hendak memaksanya. Saya memintanya untuk mencoba berpuasa kembali.
Ternyata ia sanggup. Kadang-kadang rasa sayang membuat kita sebagai orangtua
mencoba memanjakan anak. Tapi dalam hal ini, anak-anak harus dilatih beribadah
sedini mungkin. Jika niat kita tulus, Allah pasti memberi kekuatan kepada si
anak selama anak tersebut pada dasarnya sehat.
Mungkin juga karena melihat sepupunya Faqih yang sudah berpuasa penuh
sejak tahun lalu, Athifah bisa kuat. Saat itu Faqih malah masih berusia 5
tahun, badannya pun mungil tetapi ia sanggup berpuasa sebulan penuh seperti orang
dewasa.
Hal terindah adalah ketika Athifah mengatakan, "Saya suka, Mama kasih makanan yang saya suka kalau sahur." Anak ini, selain terlahir dengan keadaan genetika "gampang merengek" dan sensitif, ia juga pandai mengambil hati orang dengan memuji. Saat ia memuji seperti itu, rasanya perasaan ini melayang jauh. Terbuai saya dibuatnya!
Menjelang buka puasa, saya menyiapkan makanan untuk seisi rumah. Buat
Affiq dan Athifah disiapkan terpisah. Begitu pun menjelang sahur. Tanpa asisten
rumahtangga, dengan total penghuni rumah 7 orang, otomatis membuat saya sering
kelabakan. Walau tinggal dengan orangtua, saya bersyukur tak merepotkan mereka
mengurus keseharian anak-anak saya malah saya bisa membantu mereka sekemampuan tenaga
saya. Saya merasa kelak akan ada masanya saya merindukan saat-saat ini,
saat-saat diperlukan oleh mereka.
Satu hal yang berbeda dari Ramadhan-Ramadhan lalu adalah, pada tahun
ini, hari pertama sekolah Affiq dan Athifah jatuh di bulan Ramadhan. Serunya
lagi, mereka duduk di jenjang sekolah berikut. Hal-hal yang sehubungan dengan
rutinitas kami harus dikalibrasi. Membangunkan mereka dalam tidur usai sahur
menjadi tantangan berat buat saya, apalagi saya harus berjaga-jaga agar tak
tertidur. Kalau sampai saya tertidur, mereka pasti terlambat atau bahkan tak
pergi sekolah.
Si bungsu Afyad, baru berusia 3 tahun 9 bulan. Ia belum mengerti apa-apa
tentang puasa. Sehari-harinya sama seperti hari-hari lainnya, atraktif dan
aktif. Ia bisa tiba-tiba saja sudah berada di atas meja sambil
melempar-lemparkan apa-apa yang di situ ke lantai, atau tiba-tiba naik di atas
rak. Atau tiba-tiba masuk ke dalam kamar mandi dan mencuci di sana.
Waktu untuk kegiatan me time,
perlu saya usahakan. Bisa mencari waktu untuk menulis, ngeblog, tadarus, atau
membaca, lega rasanya hati. Mungkin Ramadhan saya tak seberwarna milik orang
lain tapi saya bersyukur dan bahagia menjalaninya. Kebahagiaan yang sederhana dan saya menyukainya.
Makassar, 22 Juli 2013
Tulisan ini diikutsertakanuntuk GA dalam rangka Ramadhan Giveaway dipersembahkan oleh Zaira Al ameera,Thamrin City blok E7 No. 23 Jakarta Pusat
Share :
semoga keluarga lancar ibadah di bulan ramadhan ini kakak.... aamiin ^_^
ReplyDeleteAamiin .. terimakasih yaa :)
Deletemantab sob.,,,,
ReplyDeleteada postingan sobat saya copot ke blog plh indonesia,
hanya untuk berbagi informasi,
kunjungi blog nya plh indonesia ya sob di
http://awalinfo.blogspot.com/
trim's atas kunjungan sobat
Terimakasih sob
DeleteTurut bersyukur anak-anak sudah lebih meningkat ibadahnya, mbak Niar.
ReplyDeleteAlhamdulillah mbak Niken. TErimakasih
DeleteHihih. .
ReplyDeletePintarnyaaa, sudah pada penuh puasa ramadhannya.
Saya dulu juga begitu, saur sambil merem, Mba. . . :D
Semoga anak2 istiqomah dalam menjalankan ibadah puasa ramadhan, ya. . .
Alhamdulillah. Aih pasti menggemaskan tampang Idah waktu sahur sambil merem itu ya :D
DeleteAamiin. Semoga ...
Wah, hebat nih anak-anaknya mbak. Saya semakin tidak sabar untuk mendidik anak #pengenburuannikah heuheuheu
ReplyDeleteAyo disegerakan :)
DeleteJadi inget waktu saya kecil, ketika sedang belajar berpuasa seringkalinya saya membuka tudung saji yang sebenarnya didalamnya tidak ada apa apa. namun karna waktu itu si ayah janji akan memberikan hadiah apabila puasanya cacap sayapun menjalankan puasa dengan penuh semangat....
ReplyDeleteMungkin ini bisa di terapkan sama adek adek yang masih kecil untuk belajar berpuasa he he he he.
KAlo diiming2 hadiah memang mereka semangat. Cuma saya pingin juga mereka puasa tanpa iming2. Kalo si sulung alhamdulillah gak pernah diming2i. Beda sama yang tengah ini, semangat dia kalo dibilang mau dikasih hadiah. Nah kalo gak dikasih hadiah dia kurang semangat :)
DeleteBiar sederhana tapi tetap bermakna ya Mak Niar..
ReplyDeleteSelamat berpuasa... :)
Insya Allah ... makasih ya mak :)
DeleteMba anak kita sama seumuran yang bungsu. Faiz juga sepertinya tiga tahun sembilan bulan #lahir Oktober 2009.
ReplyDeleteHehee...seru ya pengalaman puasa Affiq dan Athifah. Salam buat mereka ya Mak.
Salam
Astin
Iya mbak, seumuran. Afyad lahirnya akhir2 September 2009 :). Terimakasih mbak Astin, salam buat Faiz :)
DeleteBangga membacanya :)
ReplyDeleteAlhamdulillah :)
Deletesedari usia dini anak2 memang sebaiknya diajarkan bahwa bulan Ramadhan itu bukanlah bulan untuk foya2....karena bulan Ramadhan itu sebenarnya mengajarkan kita hidup sederhana ....selamat berlomba, semoga menjadi salah satu yang terbaik...salam :-)
ReplyDeleteIya pak. Aamiin, terimakasih ...
DeleteSegala sesuatu jika dikerjakan dengan penuh kasih dan ikhlas, akan terasa enak ya mba...
ReplyDeleteHihi, Athifah mirip dengan Rasyad. Sama-sama kelas 1 SD dan tergoda nyicip makanan pas puasa. Bedanya, Rasyad tergoda nyicip pangsit :D
ReplyDeleteSemoga sukses untuk GA-nya yaa ^_^
hihi... lucu-lucu putra-putri bunda Mugniar.. apalagi yang bungsu, wow... atraktif banget tuh kayaknya :)
ReplyDeletesemoga Ramadhan kali ini benar-benar berkah ya, Bun :)
Seru yaa, banyak anak, kebayang kelakuan mereka seperti hiburan. Salut sama ibu nya! Terima kasih partisipasinya :)
ReplyDelete