Membaca
keterangan di bawah nama saya, saya bangga. Redaksi harian Fajar mengubah data
yang saya tulis semula. Saya menulis data saya di tulisan ini sebagai
"Penulis adalah alumni Workshop Writing for Woman
Communities yang diselenggarakan Development and Peace dan AJI
Makassar. Ibu dari 3 anak. Blogger di http://mugniarm.blogspot.com." Tapi
di tulisan yang dimuat di halaman 6 ini, di bawah nama saya, tertulis profesi
saya" IBU RUMAHTANGGA". Ini menunjukkan bahwa harian Fajar menghargai
"keiburumahtanggaan" saya. Ini juga menunjukkan bahwa ibu
rumahtangga bisa juga koq menulis, dan tulisannya berdampingan dengan tulisan
seorang perempuan yang anggota DPR (sama-sama bersanding di halaman 6). ^_^
Tulisan ini
dibuat atas dasar kesadaran saya semata akan tanggung jawab yang semakin berat
di masa mendatang. Ingin mengajak sesama ibu rumahtangga untuk sama-sama
belajar. Bukan menunjukkan bahwa saya sudah pintar, bukan. Karena saya pun
masih terus belajar karena tantangan dikaruniai 3 anak yang berbeda-beda kekhususan dan wataknya tidaklah ringan. Ujiannya
berbeda-beda. Tulisan ini pun merupakan pengingat bagi saya bahwa dititipi 3
anak itu bukan hal mudah. Saya harus benar-benar berjuang untuk membesarkan
mereka.
(tulisan di bawah ini dimuat di harian Fajar pada tanggal 23 Desember 2013)
***
Zaman makin maju. Perkembangan teknologi masa kini diiringi
dengan perkembangan berbagai istilah. Belum lagi lepas dari ingatan kita
istilah “badai El Nino dan La Nina”, muncul pula istilah “topan Haiyan”.
Padahal angin puting beliung saja sudah berdampak hebat. Berbagai masalah yang
dahulu tak ada atau tak lazim, menjadi mengemuka. Memang peradaban makin maju
tapi makin banyak jenis kesulitan yang dialami manusia. Bahkan jenis penyakit saja
makin beragam.
Bukan hanya problema dalam hidup, hal baru juga makin
banyak. Pernah terbuka lowongan buat siapa saja yang bersedia tinggal di planet
Mars pada tahun 2023 mendatang. Ada berbagai gaya hidup, mulai dari alay, punk,
hingga hijabers. Aneka model pengobatan alternatif dan aneka suplemen marak
bermunculan. Makin hari, rasanya makin banyak saja hal yang tidak diketahui. Sadarkah
kita?
Ini memang menyangkut kesadaran. Semua manusia
dibekali dengan kesadaran oleh Yang Maha Kuasa, selain akal, hati nurani, dan
kehendak bebas. Banyaknya hal yang bermunculan itu selalu berseliweran di
sekitar kita. Bila sadar keberadaannya, kita akan mencari tahu. Setelah mencari
tahu, lalu pedulikah kita?
“Ah, apa perlunya mencari tahu. Hidup begini saja
sudah susah. Merepotkan saja mencari tahu hal-hal seperti itu!” sebagian orang
berpikiran demikian.
Apa perlunya? Perlu sekali. Bahkan kaum ibu (dan
calon ibu) pun harus sadar, mencari tahu, dan peduli dengan
berbagai hal baru. Sebab ibu yang melahirkan generasi penerus bangsa ini.
Ibu pula sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anaknya. Semakin berkembang
zaman, semakin banyak pula hal yang kelak bisa berpengaruh pada keturunannya.
Lalu apa yang harus dilakukan? Belajar. Itu
dulu. Tidak perlu bersekolah lagi. Cukup dengan memanfaatkan berbagai media di
sekeliling kita. Baik itu media elektronik, cetak, internet, maupun belajar
dari sumber lain.
Masih belum yakin kalau kita, perempuan harus selalu
belajar? Well, mari kita simak hal-hal berikut:
Pertambahan penduduk pesat dalam 10 tahun terakhir
ini. Angka kelahiran bayi di Indonesia saat ini adalah 3 - 4 juta bayi/tahun.
Dengan jumlah penduduk saat ini (kurang lebih 240 juta jiwa), Indonesia
memiliki berbagai problematika, seperti: jumlah penduduk yang besar tidak
sebanding dengan kualitas SDM. Dengan ditambah persebaran dan mobilitas penduduk
belum merata dan kenyataan bahwa kualitas penduduk kita masih banyak yang
rendah (Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sebesar 0,617 berada di peringkat ke-124 dari
187 negara sebagai salah satu indikasinya) maka bila tak diantisipasi sebaik
mungkin, keturunan kita kelak akan berebutan lahan untuk tempat tinggal
di bumi ini.
Tahun 2015 mendatang Indonesia, bersama dengan 9
negara ASEAN lainnya bersepakat menjalankan zona perdagangan bebas yang disebut
AFTA (ASEAN Free Trade Area). Kelak arus barang dan jasa bebas
diperdagangkan antar negara-negara ASEAN tanpa dikenai tarif dan bea masuk. Keturunan
kita bukan hanya akan bersaing dengan sesama orang Indonesia, tetapi juga
dengan tenaga kerja dari negara-negara ASEAN. Bila tak diantisipasi dengan
baik, keturunan kita bisa-bisa sulit bersaing dalam berebut lapangan kerja karena
menghadapi jauh lebih banyak rival dengan kompetensi yang berkualitas.
Kualitas SDM erat kaitannya dengan pendidikan. Hingga
saat ini, sistem pendidikan di negara ini terlalu berfokus pada beberapa bidang
studi tertentu. Masih besar pula anggapan masyarakat kalau yang pintar itu
hanyalah mereka yang piawai dalam bidang studi Matematika dan selalu juara
kelas. Padahal penentu kesuksesan seseorang bukan hanya itu.
Kecerdasan itu majemuk (multiple intelligences),
setiap anak bisa saja menonjol pada satu bidang tetapi tak unggul dalam bidang
lain. Ada yang disebut kecerdasan inter personal, kecerdasan intra personal,
kecerdasan kinestetik, kecerdasan spasial, dan sebagainya. Maka setiap anak itu
cerdas, bukan yang pintar Matematika dan juara kelas saja. Pengaruh terbesarnya
adalah karakter yang membangun kecerdasan spiritual-emosionalnya, kemampuannya
dalam bertahan hidup, dan mengatasi berbagai masalah kehidupan. Bila tak disikapi
dengan baik, maka kita akan selalu mengarahkan anak untuk menguasai sedikit
bidang ilmu dan melupakan potensi lainnya padahal belum tentu ia mampu dan
menyenanginya.
Ini baru sedikit alasan mengapa para ibu harus terus
belajar. Belum mengenai aspek kesehatan, lingkungan, dan sebagainya. Semua hal
itu seolah tak ada hubungannya dengan kita. Padahal di masa mendatang bisa
menjadi masalah bagi keturunan kita. Kalau sampai ada apa-apa dengan
mereka, orangtualah yang harus bertanggung jawab hingga kelak di hadapan
Sang Pencipta. Sementara anak-anak kita hidup sengsara atau menjadi beban bagi
orang lain.
Na’udzubillah. Jangan sampai terjadi hal-hal buruk.
Mari segera antisipasi. Dimulai dari diri kita. Dengan memperlengkapi diri
dengan ilmu pengetahuan, berusaha menjadi ibu pembelajar. Ibu, mari terus
belajar.
Share :
belajar itu nggak terbatas usia ya mbk,selamat sudah diterbitkan...sukses selalu buat mbk niar yg bener2 menginspirasi (saya khusuny) ^^
ReplyDeleteTerimakasih mbak Hana. Ini pengingat juga buat saya lho mbak untuk selalu belajar, bukan berarti saya sudah jago.
DeleteSukses juga buat mbak Hana :)
zaman sekarang pilihan semakin banyak. Dan karena semakin banyak itu justru kita harus semakin meningkatkan kecerdasan, ya, Mbak. Gak mungkin semuanya dipilih, Dan jangan sampai salah pilih
ReplyDeleteTantangan makin banyak, yup benar pilihan makin banyak. Mudharat pun makin banyak. Mau gak mau ibu harus punya wawasan luas ...
DeleteKereeeeeen... Sukses selalu buat Mbak :)
ReplyDeleteSukses juga buat mbak Ociiiii :)
Deletesetuju nih kaa, jadi Ibu juga perlu belajar lebih skg mah yaah.. gak bisa cuekcuek ajaa,perlu bener2 mikirin masa depan anak >.< *renungan buat calon Ibu*
ReplyDeleteRanii calon ibu yang baik. Saya pun masih senantiasa merenungkan ini ... mash belum sempurna rasanya jadi ibu ...
Deletewah... selamat bu...
ReplyDeleteternyata ibu juga bisa tembus koran
Tulisan saya maksudnya? Di Fajar baru kali ini. Alhamdulillah :)
Deletemasukan positif untuk saya pribadi, sebagai calon Ibu
ReplyDeleteBerbekallah sebanyak mungkin :)
DeleteJustru jadi ibu harus banyak belajar, karena dari ibulah anak anak mulai belajar. Seorang ibu harus mampu menyesuaikan dengan perkambangan jaman yang beriringan dg kamajuan ilmu dan tehnologi. Seorang ibu harus mampu memilah antara aqidah, budaya dan kemodernan untuk anak anaknya. Seorang ibu harus menjadi satpam, pengacara, penasihat, psikiater, koki, finance untuk keluarganya. Kalau tidak banyak belajar, bagaimana akan melakukan tugas yg sangat berat itu.
ReplyDeleteTulisan2 Niar memang selalu mengena.
ReplyDeleteSepakat dengan tulisan Niar dan komentar dari menujumadani di atas.
Salam hangat dari Bandung. :)
Setuju mak... seandainya banyak ibu2 yg membaca tulisan mba Niar ini, kemngkinan matanya akan lebih terbuka lagi.
ReplyDeleteKeep learning sdh seharusnya dipahami dan dilakukan oleh semua pihak, terutama ortu krn pendidikan yg fundamental adalah dr orgtua ( keluarga).
ReplyDeleteSalut utk tulisan mbak Niar yg selalu beras dan berkualitas
Belajar tidak mengenal waktu dan usia, dan sudah sewajarnya bagi siapa saja yang akan belajar akan menemukan hasilnya suatu saat kelak.
ReplyDeleteSalam,
senang jalan-jalan di blog Mak...banyak menginspirasi...^^
ReplyDeletebarakallaahu fiiki