Suatu
hari, di bulan Juli tahun 2001 …
Pukul
sembilan malam. Saya tatap bayi mungil itu. Ini pengalaman pertama melahirkan.
Bersyukur bisa melahirkannya normal, melalui proses induksi yang menyakitkan.
Tapi wajah mungil itu … membuat semua sakit dan penat menguap.
Uuh. Begini rasanya
melahirkan. Setelah dia lahir pun badannya rasanya sakit. Menggerakkannya
susah. Proses melahirkan Affiq alot karena tali pusar meliliti lehernya
sebanyak 3 kali. Sehingga setiap kepalanya mendesak jalan lahir, Affiq tercekik
dan tertarik kembali masuk ke dalam rahim. Untung bidan Ola yang menangani
persalinan tenang dan cekatan.
Ia
melarang saya mengejan ketika keinginan kuat untuk mengejan muncul. Susah
sekali melawannya. Namun tuntunan bidan itu berhasil melepaskan satu lilitan di
leher sang bayi. Ketika lilitan tali pusar di lehernya tinggal dua, kepala
Affiq berhasil keluar. Dengan sigap, bidang Ola menariknya lalu memotong tali
pusar yang membelitnya.
Minas - Rumbai, Riau |
“Aih, ganteng sekali dia,” saya menatapnya
takjub. Ia bayi paling ganteng sedunia meski bentuk kepalanya agak memanjang
karena cukup lama mengalami prose keluar – masuk di jalan lahir.
Lebih
dari tiga puluh menit ia dan saya berjuang. Tak heran bila bentuk kepalanya
lonjong seperti itu. Rambut halus tepat di atas ubun-ubunnya pun habis. Ah, ia seperti profesor mungil.
Saya
perhatikan bayi mungil itu. Sejak lahir matanya tak terpejam. Ia melihat ke
sana ke mari. Rumah sakit ini menganut sistem rooming in. Bayi dan ibunya ditempatkan satu kamar selama dirawat
di situ supaya mudah memberikan ASI. Di rumah sakit ini, ASI adalah kewajiban
ibu, hak azasi bayi. Aduh. Tiba-tiba
perut saya mulas sekali. Dengan susah-payah saya berusaha turun dari tempati
tidur.
Saya
tak memanggil siapa-siapa karena di rumah sakit perusahaan tempat suami
bekerja, siapa pun tak boleh menemani pasien tidur di dalam kamar. Suami saya
sudah pulang kira-kira tiga puluh menit setelah jam bezuk berakhir. Kalau nekad
tak pulang, siapa pun akan diusir pulang oleh perawat walaupun itu suami dari
pasien yang baru saja melahirkan. Apa boleh buat, sudah begitu peraturan
perusahaan.
Beberapa
orang memilih melahirkan di dekat keluarga mereka. Tak demikian dengan saya. Saya
yakin akan bisa menjalani proses menjadi orang tua walau jauh dari keluarga.
Saat itu kedua ibu kami datang untuk menunggui proses kelahiran cucu pertama
mereka tapi setelah itu mereka akan kembali ke Sulawesi. Kami hanya perantau di
kota ini.
Tak
masalah. Kami memang hidup di tengah hutan yang ditata sedemikian rupa hingga
menjadi sebuah kota mandiri. Segala fasilitas lengkap di sini. Mulai dari mini
market sampai rumah sakit. Tapi saya siap menjalani kehidupan baru sebagai
orang tua, hanya berdua dengan suami mengasuh bayi pertama kami. Saya sudah
belajar cara memandikan bayi dan belajar parenting
dari banyak media. Toh banyak kawan
kami bisa melakukannya, insya Allah kami pun bisa!
Dan
yang paling penting, alam di sini masih alami dan asri. Banyak pohon menjulang, semak belukar juga bertebaran. Meski
sesekali ada yang membakar sedikit area hutan tapi tidak begitu mengganggu. Di beberapa tempat terlihat
jejeran pohon tinggi yang rapat. Sesekali ada godaan untuk menengok ke dalam hutan
yang mengelilingi dan menyelingi kota mandiri itu tapi saya tak pernah berani
melakukannya. Karena biawak, ular, dan harimau masih mudah ditemui di sana.
Oya, saya bahkan
pernah melihat sekawanan babi hutan melintas. Gerombolan monyet liar malah
pemandangan biasa di sekitar perumahan. Kalau ada gerombolan monyet, saya hanya
berani mengamati mereka dari dalam rumah. Nah, Rumbai ini sungguh tempat yang asyik untuk membesarkan anak, kan?
Di
bagian OBGYN (Obstetri & Ginecology), hanya ada 3 kamar rawat-inap. Saya
kebagian kamar yang diperuntukkan bagi dua orang tetapi malam itu saya hanya
sendirian di sana. Ranjang yang satunya tak ada yang menempati.
Tertatih-tatih
saya melangkah ke kamar mandi. Untung kamar mandinya dekat, tak jauh dari
ranjang saya. Argh, seperti orang
yang sedang belajar jalan saja. Rasa mulas makin menjadi. Kalau tak segera masuk
kamar mandi bisa-bisa saya “kebobolan” di situ.
Karena
dikuasai oleh keterkejutan merasakan rasa mulas yang makin menjadi, tak
terpikir oleh saya untuk memanggil perawat yang berada sekitar 5 meter dari
kamar yang saya tempati. “Hanya ke kamar mandi sebentar,” begitu pikir saya.
Jelas
saja saya salah tak memanggil suster. Saya belum tahu pengalaman melahirkan itu
seperti apa. Saya baru mengeluarkan cukup banyak tenaga dan darah selama proses
persalinan. Saat berada di dalam kamar mandi, pandangan saya tiba-tiba gelap.
Saya berteriak-teriak memanggil suster. Dengan susah-payah saya mencari gagang
pintu dan membukanya. “SUSTER TOLONG … TOLOOOONG,” teriak saya lemah.
Tak
lama kemudian bergegas dua orang perawat menghampiri saya. Mereka menggotong
saya dan menaikkan ke atas tempat tidur. Mereka membersihkan badan saya.
Bersamaan
dengan itu Affiq semakin rewel. Mungkin ia merasa tidak nyaman di alam yang
baru. Sejak lahir tiga jam lalu matanya belum juga terpejam. Perawat membawanya
ke ruang bayi. Sepanjang malam itu, di antara tidur yang tak terlalu nyenyak, sesekali
saya mendengar rengekan Affiq. Apa boleh buat, badan saya terasa lemas. Saya
pun belum terbiasa dengan kondisi ini, kondisi pascamelahirkan.
“Affiq,
sabar Nak. Kita akan bertemu esok pagi.”
Mengenang Rumbai,
pinggiran kota Pekanbaru.
Tak kan pernah
terlupakan,
pengalaman melahirkan
dan mandiri pertama kali,
di tengah belantara Riau
Makassar, 16 Mei 2014
Share :
kebayang mak hidup jauh dr kluarga ya apalagi baru punya anak...tp itu mendidik kita untuk mandiri ya...saya jg merantau ikut suami :)
ReplyDeleteHehehe iya Mak, pelajaran mandiri yang berkesan :)
DeleteWiiihh...ikutan ngerasa nyerinya Mak. Luar biasa ya perjuangannya, pasti ttidak mudah ya Mak. Secara aku sendiri lahiran pertama ngerasanya manja gitu.*malu
ReplyDeleteHm .. "tidak mudah" tidak juga tapi bukannya mudah. Kalau memang niat mau menjalani, bisa koq :)
DeleteOalahhh... pernah tinggal di Minas ya mak? Saya di Rumbai dulu. Pengalamannya mirip dg saya mak.
ReplyDeleteAnak bungsu lahir di sana, jauh dari orang tua dan sanak saudara. Melahirkan ditambah dengan mengasuh 2 anak lainnya. Sendiri...
Pengalaman yg mendebarkan dan berkesan.... :)
Wahh...Mak Mugniardan MakElly pernah tinggal di Riau yaaa....
DeleteMak Mugniar,saya tau betul peraturan ttg suami pun gak boleh nungguin itu,meski dari teman...hehehe.....
Saya tinggal di Rumbai sejak 2002....masih hutan bgtt,tapi skrg sudah jauh berubah Mak....:)
Salam hangat buat Mak Mugniar dan Mak Elly dari Rumbai...
Semoga sukses GA-nya Mak.....
Waaaah senangnya ... ternyata mak Ellys pernah di Rumbai ya, jangan2 sezaman kita ya :)
DeleteMak Dhona, waah tahun 2002 saya dah balik ke Makassar, Mak. Tapi kalo ada rezeki kapan2 saya bisa ke Rumbai, bisa main ke tempat mak Dhona kan ya? ;)
Oh ya, sukses nge-GA-nya, ya Mak :)
ReplyDeleteTerimakasih mak Widya :)
Deleteaku juga pernah merasakan seperti ini mak, melahirkan di Papua hanya ditemani suami, tak ada keluarga yang menunggui karena jauhnya jarak. Tapi semua itu membuat saya jadi berani. Pengalaman mak Mugniar seolah kembali mengingatkanku tentang kenangan di Papua, TFS mak...semoga sukses dengan GA-nya
ReplyDeletePengalaman yang tak terlupakan ya Mak :)
Deletefotonya keren ya mbak ? itu 13 tahun silam berarti saya masih kecil dunk ...
ReplyDeletemisi ... numpang minta komentar balik disini ya ?
http://musikanegri.blogspot.com/2014/05/sosok-walisongo-teladan-sukses-berdakwah.html
Memangnya usianya berapa? *eh* :)
DeletePerjuangan hebat seorang ibu ya Jeng
ReplyDeleteSaya nggak bisa membayangkan bagaimana ibu melahirkan saya pada jaman yang apa-apa belum lengkap seperti sekarang.
Semoga berjaya dalam lomba
Salam hangat dari Surabaya
Iya ya Pakdhe .. jaman dulu serba sulit ...
Deletewaaah...betul-betul tak terlupakan ya mbaaa...sukses GAnya dan salam untuk mas Affiq :D..
ReplyDeleteMemang sangat luar biasa perjuangan seorang wanita, seorang Ibu yang melahirkan anaknya, apalagi saat itu anak pertama ya Mbak,..
ReplyDeleteBoku keingat saat Istri melahirkan anak Boku, saat itu masih dalam perjalanan pulang, karena saat mau melahirkan istri Boku ada di kampung halaman. jadi Boku tidak bisa menungguin dan menyaksikan langsung kelahiran anak pertama Boku..
Assalamualaikum, salam kenal mbak.
ReplyDeleteMaaf mbak, RUMBAI disini maksudnya apa ya? lalu hubungannya dengan melahirkan apa ya?
Saya salut perjuangan seorang ibu untuk melahirkan anaknya, karena taruhannya nyawa
Bayangan saya tentang Rumbai tuh malah menakutkan, Mba. Apalagi sampai ketemu monyet liar. Hiiih, merinding. :D
ReplyDeleteSekarang profesor mungilnya sedang proses menjadi profesor senior. :)
Jadi Affiq orang Rumbai yah :D jadi ingat klo perjalanan dari Dumai ke Pekanbaru, kalau lewat Rumai langsung ingat Daya (Makassar), dekatmi kota :D
ReplyDeletesemoga Affiq jadi anak yg sholeh ya Bun.. :) amiiiin....
ReplyDeleteMak Niar, persis banget dengan aku nih. Dulu saat melahirkan anak pertama, aku pede banget turun dari ranjang dan kepengin mandi. Boro2 mandi, baru nyampe kamar mandi langsung pingsan. Masih mending Mak Niar sempat minta tolong, aku langsung jatuh berdebam tanpa ingat sebelumnya tadi kenapa hehehee... dimarahi suster habis-habisan setelah itu :)
ReplyDeleteTerima kasih telah berpartisipasi di GA ini Mak Niar, good luck.
Gimana tuh caranya, agar blog lebih banyak komentar ?
ReplyDeleteobat kista sehat