Mengilas balik penghujung tahun 1996, saya masih
ingat dengan jelas kondisi saya pasca KKN (Kuliah Kerja Nyata) di bulan
Desember 1996. Gamang. Galau. Pikiran saya seperti benang kusut.
Mulanya saya tak percaya isu yang mengatakan kalau
banyak mahasiswa sepulang dari KKN lantas menjadi malas kuliah. Tapi ternyata
itu terjadi pada saya. Ada mata kuliah yang malas sekali saya hadiri. Untungnya
mata kuliah pilihan jadi saya masih punya pilihan mengambil mata kuliah lain
pada semester berikutnya.
Benang kusut di pikiran saya, kalau coba saya
urai-urai bermuara pada pertanyaan
mendasar: akan ke mana saya setelah
lulus kuliah? Kalau dulu, menghasilkan nilai bagus di rapor atau IP (indeks
prestasi) di atas 3 membuat saya bahagia karena bisa membanggakan orang tua.
Lalu setelah lulus, setelah orang tua bahagia dengan kelulusan saya, apa yang
harus saya capai untuk diri saya sendiri?
Sumber: ctzahra.wordpress.com |
Mungkin aneh bagi banyak orang. Tapi itulah
kenyataannya. Saya tahu kalau saya harus segera mencari kerja. Tetapi jauh di
dalam lubuk hati, saya tidak ingin bekerja di bidang itu. Jurusan Teknik
Elektro yang saya ambil rasanya bukanlah bidang yang benar-benar saya inginkan.
Entah mengapa saya bisa punya kegalauan segila itu setelah menghabiskan waktu
bertahun-tahun di bangku kuliah.
Realita yang terjadi menjelang dan pasca
kejatuhan Presiden Soeharto setelah sidang sarjana di bulan Mei 1997 membuat
saya makin galau. Bila di awal tahun koran-koran nasional banyak yang
memberitakan informasi lowongan pekerjaan, mulai bulan Mei itu tidak lagi.
LOWONGAN PEKERJAAN NYARIS NIHIL! Tak seperti sekarang yang katanya krisis tapi
lowongan pekerjaan masih tersedia di mana-mana. Waktu itu, benar-benar NYARIS NIHIL!
Satu-dua ada info lowongan. Tapi tak ada satu pun
yang meluluskan saya. Saya menyebar surat lamaran ke mana-mana. Tak juga
membuahkan hasil. Untungnya ada kawan-kawan di sebuah perusahaan jasa komputer yang
mau menampung saya selama setahun lebih hingga menjelang hari pernikahan saya
di tahun 1999. Saya kemudian memutuskan menjadi ibu rumah tangga saja dan
mengikuti suami yang waktu itu bekerja di pulau lain.
Bila saya coba mengurai lagi, mungkin minat saya
yang bergeser menjadi salah satu penyebabnya. Ketika kuliah, selain mulai merasakan
tidak ingin berkarier di bidang Teknik Elektro, saya merasa tertarik dengan
bidang lain: psikologi, pengembangan diri, dan pendidikan. Tiga bidang yang
tidak ada hubungannya dengan pendidikan saya.
Sekarang, 17 tahun setelah kelulusan saya baru
saya bisa memaknainya dengan cara lain. Tiga hal yang saya minati itu sangat
membantu dalam kesenangan saya menulis. Alur berpikir saya yang terbentuk
selama perkuliahan dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang saya ikuti membuat pikiran
saya bisa membentuk alur-alur logika yang berguna dalam membentuk tulisan. Dan
kini … saya bahagia sekali menjalani hidup sebagai blogger dan penulis freelance.
Saat ini saya sementara membaca buku berjudul
Time of Your Life: Bagimu Masa Muda Hanya Sekali (terbitan BIP – kelompok penerbit
Gramedia, 2014). Buku ini ditulis oleh Profesor Rando Kim, asal Korea. Dia
biasa mengamati perilaku mahasiswa dan melakukan konseling terhadap organisasi
publik, swasta, dan para mahasiswanya.
Menarik sekali membacanya. Seakan menoleh ke masa
lalu. Di dalam buku itu dijelaskan bahwa pada usia 20-an wajarlah bila seseorang
merasa galau akan masa depannya karena ketidakpastian apa yang akan dihadapi di
depannya usai lulus. Andai saja buku ini terbit dulu …
Di dalam buku itu Prof. Rando Kim banyak
memberikan pandangan berdasarkan pengalaman dan pengamatannya. Dulu dia pernah
mengalami masa-masa sulit yang membuatnya frustrasi. Dia juga punya anak
berusia 20-an tahun. Dan dia sangat suka mengamati para mahasiswa di kampusnya.
Makanya dia menulis buku ini dengan harapan, kaum muda belajar dari buku ini.
Ada beberapa poin yang perlu dicatat dari
pembahasannya dalam buku itu:
- Jangan memilih pekerjaan HANYA KARENA JAMINAN MAPAN DAN GAJI TINGGI
- Pertimbangkan KENYAMANAN dalam memilih pekerjaan. Seyogianya pilihlah yang membuatmu BAHAGIA.
- Kamu perlu waktu untuk MELIHAT KE DALAM DIRIMU. Jangan biarkan ada orang lain yang berada di antara kamu dan dirimu (maksudnya dalam mengambil keputusan, harus murni keinginan pribadi).
- Terimalah rasa rendah diri atau rasa cemas, jangan menolaknya. Dengan menerimanya akan lebih mudah mencari solusi.
- Perkaya diri dengan mengasah kemampuan dan banyak berbincang dengan orang-orang yang memiliki pengalaman kehidupan yang lebih banyak.
Sejujurnya, banyak sekali hal yang disampaikan
Prof. Rando Kim di dalam buku ini. Tak mungkin saya membeberkan isi buku yang
tebalnya lebih dari 400 halaman di sini. Tapi membacanya membuat saya semakin
yakin, apa kesalahan saya hingga merasa galau 17 tahun yang lalu. Yaitu: saya tidak mempersiapkan diri saya
menghadapi kelulusan dengan melihat ke dalam diri saya. Saya “tidak tahu”,
selain untuk membahagiakan orang tua, apa esensi dari kelulusan saya. Saya
kekurangan bahan dalam memaknai kelulusan.
Kini, saya tak hendak menyesali apa yang sudah
berlalu. Jika saya sudah tahu kekurangan saya saat itu, sekarang saya mantap
menjadi seorang blogger dan melakukan banyak kegiatan menulis selain ngeblog
walaupun harus bersaing dengan banyak sekali blogger dan penulis yang usianya
lebih muda. Saya memaknai kelulusan saya
– termasuk kesalahan itu sebagai proses yang harus saya lalui untuk sampai di
titik ini. Dan siapa pun kalian yang membaca tulisan ini, harap jangan diulangi
kesalahan saya waktu itu. Tanyakan sebaik-baiknya manfaat apa yang akan kamu
berikan pada dirimu usai wisuda.
Makassar, 29 November 2014
Share :
Wuih ... kayak dapatka angin segar pas lagi panas-panasnya Kak Niar. Penasaran dengan bukunya, ini yang kedepan akan saya hadapi, mulai gundah gulanah galau, siap2kan plening 1,2,3 ... semoga galau (jika benar2 menghampiri) dapat teratas. Makasih Kak telah membagi ini. Penasaran betulka bukunya :)
ReplyDeleteBarakallah Nahla ... kalo sempat cari buku ini. Highly recommended! :D
DeleteSemuanya pasti ada hikmahnya ya mba....
ReplyDeletekalau enggak begitu, mungkin mak Niar gak jadi blogger hehehe....
Yup Mbak. Kalau tidak menjalani itu semua, gaya menulis saya tidak akan seperti sekarang ini :))
DeleteSemua ada hikmahnya ya mba, saya kuliah di negeri jurusan adm bisnis karena di jurusan itu saya diterima, saking pengennya di negeri jadi jurusan apapun gapapa padahal ga suka bbisnis. TTapi ya itu syukur alhamdulillah diberi kesempatan mengenal dunia bisnis lewat perkuliahan :)
ReplyDeleteAlhamdulillah .... semuanya berkah ya Mbak Kania :))
DeletePastinya buku itu telah membawa pengaruh positif ya bagi Mak Mugniar untuk memaknai hidup setelah 17 tahun kelulusan.. Apapun profesi kita tentunya bila kita tekuni dengan sungguh2 akan lebih bermakna... keep spirit ya...
ReplyDeleteIya Mbak Rita ... terima kasih :)
DeleteLoh, bener2 gak nyangka mbak. Ternyata anak teknik elektro. Salah satu kembang kampus dong, pastinya :D
ReplyDeleteWeh .... kembang kertas, Mbak Rin wkwkwk
Deletewaduuuh, lulusan elektro ternyata... :)
ReplyDeleteBagus sekali tulisan pengalaman hidupnya Niar, tapi ingatlah semua ada hikmah-nya. Semua kejadian yg Niar alami ada hikmah-nya dan tidak sia2.
ReplyDeleteSelamat berkarya lewat tulisan.
Banyak orang lbh suka ngomong daripada menulis ..padahal menulis jauh lbh berbobot krn butuh proses panjanh utk menungkan ide di selember kertas ..apapun warna kertas itu.
Salam,
Faisal