“Adakah
mumi di sini? Atau itu hanya gambar yang menunjukkan kalau mumi itu barang
bersejarah?” bisik saya pada suami saat melihat gambar mumi pada sebuah baligho
mini di dalam gedung bekas gereja di kompleks Fort Rotterdam.
Tanya
saya kemudian terjawab beberapa menit kemudian.
“Ada.
Di gedung sebelah,” pak petugas museum menunjuk ke arah sebuah gedung di
sebelah utara gedung tempat kami berada.
“Boleh
dilihatkah, Pak?” rasa penasaran menggelayuti saya, ingin sekali saya melihat
mumi dari dekat.
“Tidak bisa. Mumi itu dipamerkan kalau acara-acara tertentu,”
ujar pak petugas museum itu.
Pak petugas museum kemudian menjelaskan bahwa ternyata
pengawetan mayat tidak hanya ada di Mesir. Orang-orang di Sulawesi Selatan ada
yang melakukannya. Di daerah Bugis ditemukan beberapa mumi yang berasal dari
zaman pra Islam. Di Toraja juga ada.
Gerbang Fort Rotterdam, 2013 |
Setelah beberapa kali ke Fort Rotterdam, baru kali ini saya
mendapatkan aktivitas di museum yang terletak di lantai bawah gedung ini.
Aktivitas tanya-jawab antara pengunjung dan petugas museum, maksudnya. Baru
kali ini pula saya melihat bahwa ternyata ada brosur yang menjelaskan tentang Fort Rotterdam (di tempat itu) yang
diletakkan di atas sebuah meja kayu kecil. Brosur itu berjudul Benteng
Ujungpandang (Fort Rotterdam). Dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar, Wilayah Kerja Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat.
Di dalam museum itu ada berbagai barang bersejarah dan maket
kompleks Fort Rotterdam. Sayangnya barang-barang bersejarah itu dipajang tidak dilengkapi
dengan catatan. Harus mendengarkan penjelasan pak petugas museum jika ingin
mengetahui cerita di balik barang-barang itu.
Namun hanya dengan melihat benda-benda itu cukup membuat
imajinasi saya melayang-layang, mencoba menebak dulunya barang-barang itu
dipergunakan dalam situasi atau kondisi yang bagaimana. Ada lempengan dan
potongan/patahan logam, peluru aneka ukuran, meriam, jangkar, foto-foto usang,
baju besi, dan lain-lain.
Barang-barang bersejarah, dipajang tanpa catatan |
Salah satu sudut Fort Rotterdam |
Kira-kira, di sini disangkutkan jangkar kapal pada zaman dulu ya? |
Fort Rotterdam didirikan pertama kali pada tahun 1545 oleh
raja Gowa ke-9: Daeng Matenre Karaeng Manguntungi Tumapparisi Kalonna. Di
dalamnya terdapat 16 gedung. Masing-masing gedung dulunya memiliki fungsinya
masing-masing, yaitu:
- Tempat menerima tamu dari Bone (sekarang merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan).
- Tempat perwakilan dagang dan bagian bawah ruang tahanan.
- Wisma bagi tamu-tamu dari Buton (sekarang bagian dari Provinsi Sulawesi Tenggara).
- Rumah sakit bagi orang Belanda yang kemudian diubah fungsinya menjadi wisma tentara. Bagian depan gedung ini merupakan tempat tinggal Cornelius Speelman.
- Tempat tinggal pimpinan perdagangan dan pendeta.
- Tempat tinggal dokter Belanda.
- Gudang dan bengkel.
- Tempat menerima tamu dari Ternate.
- Dibangun oleh Jepang sebagai kantor penelitian bahasa dan pertanian.
- Kantor pemegang buku germising.
- Kantor Balai Kota.
- Ruang tahanan.
- Gudang dan kantor perdagangan Belanda.
- Tempat menerima tamu dari Bacan.
- Kantor gubernur Sulawesi dan daerah sekitarnya.
- Gereja.
Menemukan foto gerbang Fort Rotterdam, 1915 di http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=77816869, |
Baju besi |
Salah satu gedung di Fort Rotterdam |
Pasca wafatnya Tumapparisi Kalonna, pembangunan benteng
dilanjutkan oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga Ulaweng
(memerintah 1545 – 1565) dengan menambahkan batu karang dan tanah liat pada
dinding benteng pada tanggal 23 Juni 1634.
Raja Gowa ke-14: I Mangarangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin
Tumenanga ri Gaukanna kemudian memperkuat struktur dinding dengan susunan bata
dan batu yang dibentuk persegi empat. Bangunan-bangunan di dalam benteng mulanya
terdiri atas rumah-rumah panggung bertiang kayu, berdinding bambu, beratapkan
daun nipah, ditempati oleh prajurit dan bangsawan Gowa.
Pada tahun 1667, Belanda menaklukkan Gowa atas pimpinan
panglima perangnya Cornelis Speelman melalui Perang Makassar. Perjanjian Bungayya
(Bongaisch Verdrag) pun dideklarasikan, sebagian besar benteng yang ada
dihancurkan kecuali Benteng Somba Opu dan Benteng Ujungpandang.
Benteng Ujungpandang kemudian diduduki Belanda. Namanya
diganti menjadi Fort Rotterdam. Kata Rotterdam merujuk pada kota kelahiran Cornelis
Speelman. Maskapai Dagang Hindia Timur (VOC) yang bermarkas di Belanda
melakukan penataan dan pembangunan pada benteng ini dengan menambahkan beberapa
bastion di sisi timur (bastion Amboina dan Mandarsyah) dan sisi barat (bastion
Bacan, Bone, dan Buton) sehingga bentuknya menyerupai kura-kura sehingga warga
Makassar menyebutnya “Benteng Panynyua”.
Benteng yang terus difungsikan dari masa ke masa ini dipugar
oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1970, serta dimanfaatkan
sebagai pusat kegiatan kebudayaan. Kemudian dijadikan kantor instansi
pemerintah seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Perwakilan Sulawesi
Selatan, Balai Bahasa, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional (BKSNT),
Lembaga Peninggalan Purbakala Nasional (LPPN) yang kemudian berganti nama
menjadi Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (kini Balai Pelestarian Cagar
Budaya Makassar), dan Museum La Galigo sampai sekarang.
Menuju ke gerbang |
Dinding pagar luar Fort Rotterdam, tampak berlubang-lubang |
“Bekas-bekas peluru ini. Tuh lihat, ukuran-ukuran lubang di
dinding ini seperti ukuran peluru-peluru yang ada di dalam sana,” dalam hati
saya membenarkan perkataan suami saya.
Kini, Fort Rotterdam menjadi salah satu daerah tujuan utama
wisata Kota Makassar yang ramai dikunjungi warga Makassar dan wisatawan dari
luar kota. Berbagai kegiatan seni dan budaya pun kerap dipentaskan di sini.
Salah satu event besar yang
berlangsung tiap tahun diselenggarakan di sini adalah Makassar International Writers
Festival (MIWF).
Makassar, 25 Januari 2015
Catatan:
- Sejarah Fort Rotterdam berasal dari brosur berjudul Benteng Ujungpandang (Fort Rotterdam). Dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar, Wilayah Kerja Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat.
- Foto-foto merupakan koleksi pribadi, kecuali foto hitam-putih itu.
Share :
keren itu bu
ReplyDeletetapi kok berasa ga nyambung ya museum benteng isinya mumi dan benda purba
Karena ada 16 gedung di dalamnya, Mas, jadinya agar bisa dimanfaatkan semuanya ya ... ada beberapa gedung yang dijadikan museum yang menampung barang2 kuno berbagai bentuk dan ada yang berfungsi sebagai kantor. Nah yang jadi kantor lebih gak nyambung lagi, tapi daripada tidak difungsikan, mudah rusaknya, lebih bagus difungsikan. Memelihara 16 gedung yang besar2 tentunya tidak mudah :)
Delete*Mudah2an jawaban saya ini benar*
wah, seram ya -__-
ReplyDeleteHem .... tidak juga :)
DeleteKapan ya, bisa ke Makassar...:-)
ReplyDeleteAyuk Mak :))
DeleteWah ternyata mumi ga hanya di Mesir ya mba..
ReplyDeleteTernyata di kota saya pun ada, Mbak :)
Deletekeren ya mbaaa...banyak peninggalan bersejarah yang sarat dengan cerita dan sejarah menarik. Jadi pengen main ke Makassar...
ReplyDeleteSemoga bisa bertemu dirimu di Makassar ya suatu saat Mak Indah :))
DeleteInformasi dari teman yang asal Toraja, orang meniggal di sana sampai sekarang masih di mumikan
ReplyDeleteOiya, kalo di sana, masih ada Pak Edi
DeleteSemoga suatu saat bisa kesini jalan2 ;)
ReplyDeleteAamiin :)
DeleteWah, baru tahu aku mbak kalau di daerah Bugis dan Toraja ada yang melakukan pengawetan mayat. Tempat ini sudah masuk list perjalananku jika ke Makassar, tapi yaw belum terlaksana juga. Suatu saat semoga bisa menginjakkan kaki disini.
ReplyDelete