Pada suatu
sore, saya mendapat telepon dari Ita Ibnu – seorang pegawai BaKTI (Bursa
Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia). BaKTI
adalah sebuah organisasi yang berfokus pada pertukaran pengetahuan tentang
pembangunan di Kawasan Timur Indonesia (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi). Sudah beberapa kali saya ke kantornya di Jalan Andi Mappanyukki,
untuk menghadiri kegiatan-kegiatan menarik yang diselenggarakannya, mengadakan
kopdar (ada ruangan yang disediakan gratis untuk pertemuan komunitas), atau
sekadar membaca/browsing di
perpustakaannya.
Ita
menanyakan kesediaan saya untuk menjadi nara sumber peringatan Hari Kartini di
BaKTI pada tanggal 30 April. Saya bersedia saja. “Kesempatan untuk sharing mengenai kegiatan menulis. Masih
banyak orang yang tidak tahu kalau menulis itu ‘bukan sekadar’ menulis tapi
bisa menggerakkan juga,” begitu pikir saya.
Walau
Ita sudah menceritakan sedikit tentang kedua nara sumber lain, saya tetap terperangah
ketika membaca ToR (term of reference)
yang dikirimkan Ita via e-mail beberapa hari kemudian. Kedua nara sumber lain bernama
Puang Anja – anggota DPRD Pare-Pare dan Tante No – paralegal LBH APIK. Di ToR
itu tertera bio data kedua perempuan luar biasa itu:
Nurhawang (Tante No)
Nama Tante No populer sebagai aktivis
perempuan di akar rumput, yang memperjuangkan kebutuhan dan kepentingan
perempuan dan masyarakat miskin. Lahir
di Majene 10 Mei 1949 dan ibu dari empat anak. Dia bergabung dengan KPRM
(Komite Perjuangan Rakyat Miskin) 2001. Di KPRM, Tante No bersama
rekan-rekannya memobilisasi masyarakat miskin untuk memperjuangkan hak-haknya.
Yang cukup populer adalah ketika KPRM menentang berbagai penggusuran yang
dilakukan oleh pengembang dan mafia tanah di Makassar.
Tahun 2002 Tante No bergabung menjadi
salah satu paralegal LBH APIK Makassar. Sebagai Paralegal, Tante No mendampingi
perempuan dan anak korban kekerasan. Tante No mendorong dan mendampingi perempuan-perempuan
korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) untuk melaporkan kasusnya ke polisi,
baik sebagai penyadaran terhadap perempuan maupun untuk membuat efek jera
terhadap pelaku. Tante No juga mendampingi anak-anak korban kekerasan dan anak
yang berhadapan dengan hukum (ABH) di kepolisian atau menghubungkannya dengan
LPA (Lembaga Perlindungan Anak) Sulawesi Selatan.
Andi Nurhanjayani (Puang Anja atau
ibu Anja).
Perempuan kelahiran Kota Parepare
(Sulawesi Selatan) 6 November 1956 ini adalah seorang aktivis Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan aktivis perempuan, lalu kemudian menjadi politisi.
Sebagai politisi perempuan yang
berlatar belakang aktivis, Puang Anja sangat peduli terhadap sektor-sektor yang
berhubungan langsung dengan perempuan dan anak. Pelayanan publik yang paling
mendasar menjadi perhatian Puang Anja, seperti pendidikan, kesehatan, dan
pemberdayaan ekonomi perempuan dan masyarakat miskin.
Tahun 2014 untuk kedua kalinya, Puang
Anja terpilih menjadi anggota DPRD Kota Pare-Pare untuk periode 2014-2019,
setelah periode pertamannya 2009-2014 dijalaninya dengan mulus. Puang Anja
adalah seorang politisi, pejuang perempuan dan masyarakat miskin yang
tulen. Dia memperjuangkan aspirasi
konstituennya sesuai dengan apa yang diminta atau diusulkan oleh mereka.
Makanya jangan heran, kalau Puang Anja membuat catatan-catatan yang oleh
sebagian anggota DPRD lain dianggap aneh. Catatan-catatan Puang Anja berupa
permintaan mesin jahit, peralatan masak, kompor, alat pemancingan ikan, jamban
keluarga, dan lain-lain. Alat-alat ini dibutuhkan oleh masyarakat miskin untuk
peningkatan pendapatan dan kesehatan.
Wow !
Saya akan menjadi salah satu dari mereka? Mendampingi kedua perempuan yang layak
saya panggil “ibu” dan telah amat banyak makan asam-garam dalam memperjuangkan
hak-hak perempuan dalam sebuah diskusi inspiratif?
Sesaat
ada perasaan minder yang segera saya tepis. Saya harus bisa! Menulis adalah
salah satu cara untuk berjuang, seperti yang saya yakini selama ini. Saya memang
baru 4 tahun menyeriusi dunia menulis tapi saya tak pernah main-main. Saya
merasa sudah total menenggelamkan diri saya dan sudah begitu mencintai kegiatan
menulis. Saya sudah menyatakan kesediaan kepada Ita. Sekali layar terkembang,
pantang biduk surut ke pantai. Saya memang belum sekaliber Tante No dan Puang Anja tapi ini kesempatan besar yang tak boleh saya
sia-siakan!
Makassar, 5 Mei 2015
Bersambung
Share :
Ayo Mak semangat! Untuk berbagi kebaikkan, kenapa harus ragu?
ReplyDeleteIya Mak .... akhirnya tidak ragu2 .. saya maju terus hehehe
DeleteSalut ya maak. Keren. Salam kenal mak. :D
ReplyDelete