Tulisan ke-1 mengenai Pelatihan Jurnalistik Membangun Perspektif Perempuan dan Anak dalam Pemberitaan (LBH APIK, 10 – 11 Agustus 2015)
Kegiatan
ngeblog makin menyenangkan. Salah satu berkahnya adalah jaringan bertambah
banyak dan luas. Pada tanggal 10 – 11 Agustus lalu, saya mengikuti Pelatihan
Jurnalistik Membangun Perspektif Perempuan dan Anak dalam Pemberitaan. Dua hari sebelumnya, saya mendapat
telepon dari Bu Rosmiati Sain – ketua LBH APIK Makassar, penyelenggara
pelatihan. Kata Bu Ros, AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Makassar yang
merekomendasikan nama saya kepada LBH APIK.
Pak Alwy Rahman, Pak Rusdin Tompo, dan Pak Gunawan Mashar |
Mengapa
saya? Saya kan bukan jurnalis? (mungkin ada di antara Anda yang bertanya
demikian). Iya, saya memang bukan jurnalis profesional. Saya – sebagai blogger,
juga menjalankan peran sebagai jurnalis warga biasa atau dalam istilah bahasa
Inggris dikenal dengan nama citizen
journalist. Makanya saya perlu mengikuti pelatihan ini.
Saya
tertarik sekali. Bagi saya ini sebuah kesempatan dan kepercayaan besar.
Jejaring pertemanan yang saya punyai mempertemukan saya dengan LBH APIK
Makassar, sebuah lembaga yang intens membela perempuan. Beruntung sekali saya.
Sebuah keberuntungan lain, suami saya mendukung maka jadilah pada tanggal 10 –
11 Agustus itu saya ikut pelatihan yang diselenggarakan di Hotel Grand Asia
ini.
Ibu
Rosmiati Sain dalam sambutan pembukaannya mengatakan, “Tujuan pelatihan ini berkaitan
dengan pemahaman dalam pemberitaan berhubungan dengan kekerasan terhadap
perempuan dan anak. Yaitu untuk membangun kesadaran media massa dalam merespon
kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak.”
Sesi
pertama pelatihan, Pak Alwy Rahman – budayawan dan dosen yang kerap menjadi
pembicara pada berbagai acara menjadi nara sumber, berpanel dengan Gunawan
Mashar – ketua AJI Makassar. Pak Rusdin Tompo – pemerhati masalah anak dari
LPA ini pernah menjabat sebagai ketua KPID, bertindak sebagai moderatornya. Sebelum mempersilakan Pak Alwy Rahman, Pak
Rusdin Tompo menyampaikan hal ini: “Tren sekarang makin sadis, dengan kualitas
persoalan yang makin memprihatinkan. Isu perempuan dan anak masih banyak
dianggap sebagai isu yang apolitis atau domestik.”
Pak
Alwy Rahman memaparkan kritik-kritik pada praktik media di barat sana.
Kritik-kritik ini timbul karena pada praktiknya, media tidak sepenuhnya
menjalankan fungsi dan perannya. Peran-fungsi media sebenarnya adalah:
- Mengkomunikasikan pesan-pesan dan simbol-simbol kepada masyarakat umum.
- Berfungsi menghibur dan secara terus-menerus menyampaikan nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku yang kemudian akan terintegrasi ke dalam struktur sosial.
- Untuk semua itu, peran media memerlukan (upaya) propaganda yang sistematis.
Herman
& Chomsky mengemukakan model propaganda dan perilaku pemberitaan media
sebagai: Media and Manufacturing Consent. Sesuatu yang kita baca
sekarang, sesungguhnya kita menyetujuinya untuk membacanya tetapi tidak setuju
kalau itu harus ada. Nyaris semua berita adalah “manufacturing consent” (di luar kendali pembaca/pemirsa).
Di
Amerika, berita yang disajikan sudah mengalami filtering beberapa kali hingga sampai kepada pembaca/pemirsanya. Hal tersebut diistilahkan dengan raw
news. Saringan yang dialui berita itu adalah: pemilik media, sumber dana
dari advertising, sources (bergantung
pada powerful sources (dari kalangan korporat & pemerintah) untuk mengisi
materi media), flak producers (kritikan keras yang dilakukan
para pekerja pers yang menghasilkan berita (producers/journalists)),
dan antikomunisme (bagian integral dari budaya politik barat). Akhirnya yang
dibaca adalah ampas (seperti di media sosial).
Pak
Alwy Rahman melontarkan 2 pertanyaan yang patut direnungkan oleh jurnalis,
sebagai tantangannya kemudian, yaitu:
- Bisakah menghayati, apakah pemberitaan tidak berdampak buruk pada isu sosial?
- Apakah secara ideologi memihak kepada korban dalam berita kekerasan?
***
Catatan
saya:
- Materi ini semakin membuka mata, mengenai bagaimana menyikapi berita media. Benar kata guru IPA di SMP saya – Pak Subari Waluyo. Ada satu pesannya yang masih saya ingat dengan jelas sampai hari ini: “Kalau membaca berita, lihat apa yang ada di baliknya!”
- Di samping itu, sebagai blogger yang berperan sebagai jurnalis warga biasa, adalah tugas saya untuk belajar menulis dengan baik dan lebih peduli pada isu-isu kemanusiaan, khususnya isu perempuan.
Makassar, 17 Agustus 2015
Bersambung
Selamat
Hari Kemerdekaan.
#MerdekadariKetidakpedulian
Share :
Saya tunggu cerita selanjutnya Bundaa..
ReplyDeleteSip Ika :)
Delete2 poin itu juga bikin saya merenung. Harus berhati-hati ketika menulis, ya :)
ReplyDeleteIya Mak, terutama kalo menyangkut nasib orang, terkait tindak kekerasan
Deleteandai saya dekat lokasinya pengin ikutaaan pelatihan jurnalisnya :)
ReplyDeleteBisa bareng kita ya Mak :)
DeleteBeruntungnya mbak yang terpilih ya, jadi makin berkah, bisa ikut pelatihan kayak gini.
ReplyDelete:)
Menurut saya sebenarnya menjadi jurnalis itu tidak hanya membuat tulisan supaya banyak pembaca atau menarik, tapi perlu diperhatikan juga dampak dari apa yg kita tulis tsb bagi khalayak umum.
Iya Mbak. Dan ... kalau media massa saja bisa kebablasan, apalagi kita yang menulis di media personal begini ya. Kadang tidak terpikir untuk menulis dengan lebih hati-hati sampai ada yang mencak2 ... :)
Deletekritikan itu ya yg terkadang harus bisa diterima :)
ReplyDeleteHehe iya Mbak Dwi
Deleteterima kasih udah sharing ilmunya mbak :-)
ReplyDeleteSama-sama :)
DeleteBlogger juga sebenarnya bisa disebut jurnalis juga.. Cuma medianya aja yang berbeda.
ReplyDeleteIya, blogger kan jurnalis warga biasa, makanya saya diundang ikut pelatihan ini bersama jurnalis dari media cetak/elektronik/online :)
DeleteMbak Niar makin di kenal aja ya ,asyik bisa menghadiri berbagai acara kepenulisan, Jangan lupa di share ya mbak bair ikutan baca
ReplyDeleteWaah, saya yang jadi makin banyak kenalan, Mbak Lidya. Yang kedua sudah saya share, Mbak :)
Deleteditunggu mba cerita selanjutnya :)
ReplyDeleteSudah ada :)
DeleteAsyik ya mba, kalau ternyata kegiatan menulis kita banyak manfaatnya.
ReplyDeleteMedia saat ini cenderung ke "ada sesuatu di baliknya"
Paling asyik kalo bisa menjalani passion sembari memberikan manfaatnya bagi orang lain. Iya, karena media massa biasanya terkait kepentingan2 lain
Deletejangan lupa sharingnya ya mbak :D
ReplyDeleteSudah ada yang baru, Mbak :)
Deletetulisan ini menambah wawasan ttg dunia jurnalistik..trims mbak..dtunggu edisi selanjutnya :)
ReplyDeleteSudah ada tulisan kedua, Mbak Eva .. terima kasih :)
Delete