Tulisan ini merupakan tulisan ke-6 mengenai Pelatihan Jurnalistik Membangun Perspektif Perempuan dan Anak dalam Pemberitaan (LBH APIK, 10 – 11 Agustus 2015). Lima tulisan sebelumnya adalah: Menggugah Kepedulian Jurnalis Melalui Kritik Media, Kekerasan dan Media, Agar Media Berperspektif Gender, Sudut Pandang Hukum yang Bisa Digunakan dalam Menulis Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak, dan Isu Anak, BukanHanya Engeline.
“Sebenarnya banyak agenda dan isu yang butuh dukungan
tapi justru tidak dibantu dari sisi pemberitaan,” hal ini dikatakan Pak Rusdin
Tompo di sesinya, hari kedua pelatihan.
“Anak-anak dari pemotongan hewan di Tamangapa
(kabupaten Gowa – Sulawesi Selatan, red), yang setiap harinya terlibat dalam
pekerjaan pemotongan daging, pernah diliput oleh BBC London. Apakah pernah
diliput media lokal?” Pak Rusdin memberi sebuah contoh.
Pak Rusdin memberikan contoh lain: di pasar Pannampu
ada 13 jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh anak-anak. Di antaranya adalah: membantu
pembuatan kerudung dan memotong bawang. Anak-anak di Paotere membantu
memindahkan ikan dari kapal ke darat tidak dibayar uang. Upahnya dalam bentuk
ikan. Ikannya dijual ke pasar. Insang ikan-ikan itu “dikasumba” (diberi pewarna karena tidak selalu bisa laku, tidak
bisa bertahan lama. Anak-anak tidak dapat begitu saja disalahkan karena mereka
terpaksa bekerja sementara tidak bisa memberikan uang untuk orangtua. Ada
praktik eksploitasi yang terjadi di sekitar kita tapi kita tidak selalu bisa
melihat itu.
Sumber: Peran Media dalam Perlindungan Anak, presentasi Pak Rusdin Tompo |
Dalam pemberitaan di media massa, masih ada yang
menulis dengan tidak benar. Misalnya contoh berita yang diperlihatkan Pak
Rusdin, berjudul Sudah Hamil Tetap Melacur. Kata “melacur” sebaiknya tidak
dipergunakan, diganti dengan istilah ESKA:
Eksploitasi Seksual Komersial Anak (istilah resmi). Dalam menulis berita,
selayaknyalah jurnalis memperhatikan hal tersebut, termasuk memperhatikan hak
anak yang sudah diatur dalam undang-undang agar bisa mengayakan sudut pandang
dalam penulisan berita.
Sebaiknya kita mengetahui 4 hak anak yang sudah diatur dalam undang-undang:
- Hak Hidup
- Tumbuh Kembang
- Partisipasi
- Perlindungan
Hak hidup meliputi:
- Hak mendapatkan identitas diri dan status kewarganegaraan.
- Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jasmani dan rohani.
- Hak untuk beribadah menurut agama dan keyakinan yang dianut.
Hak tumbuh dan berkembang meliputi:
- Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, berkreasi, dan bergaul.
- Hak mendapatkan pendidikan tanpa diskriminasi.
Hak partisipasi meliputi:
- Hak untuk menyatakan dan didengar pendapatnya.
- Hak mendapat, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya.
Hak mendapat perlindungan khusus meliputi:
- Perlindungan dari tindakan Eksploitasi.
- Penelantaran.
- Kekerasan dan penganiayaan.
- Dan perlakuan salah lainnya.
Kata "melacur" tidak layak digunakan dalam pemberitaan Sumber: Peran Media dalam Perlindungan Anak, presentasi Pak Rusdin Tompo |
Adapun perlindungan khusus versi UU Perlindungan Anak adalah:
- Anak dalam situasi darurat
- Anak yang berhadapan dgn hukum
- Anak kelompok minoritas & terisolasi
- Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual
- Anak yang diperdagangkan
- Anak korban penculikan
- Anak korban Napza
- Anak korban penculikan
- Anak korban kekerasan
- Anak cacat
- Anak korban perlakuan salah & penelantaran
Pak Rusdin juga menyampaikan kritik mengenai pemberitaan
terkait isu anak yang masih banyak terjadi, di antaranya:
- Kurang in depth dan mengembangkan sudut pandang
- Kurang menonjolkan praktik-praktik terbaik untuk direplikasi sebagai model.
- Kurang mempromosikan regulasi terkait hak-hak anak.
- Masih sering dijumpai pencantuman identitas yang jelas dari anak, termasuk pemuatan gambar/foto pd kasus ABH/AKH.
- Masih terjadi labelisasi & stigmatisasi yang menjurus pada kriminalisasi anak.
Persidangan seperti ini tidak tepat karena dihadiri banyak orang. Anak-anak itu jadi tontonan dengan topeng di wajah mereka Sumber: Peran Media dalam Perlindungan Anak, presentasi Pak Rusdin Tompo |
Untuk pencantuman identitas, masih sering terjadi
nama disamarkan tetapi alamat rumah/lokasi tempat tinggal atau sekolah diberitakan
jelas. Ini sama saja dengan membongkar identitas anak dan menjadikan anak
sebagai korban berkali-kali (kalau diketahui publik, si anak tentu malu luar
biasa).
Makassar, 24 Agustus 2015
Bersambung ke tulisan selanjutnya
Share :
Masya allah, berbobot sekali tulisannya mbak Niar. Memang itulah yang terjadi realita skrg, dan dimulai dari tindak aparat, bahkan penyebar berita itu sendiri perlu banyak yang terbaharui.
ReplyDeleteMbak sendiri berusaha memberikan banyak point penting yang harus dibenahi melalui berbagai fakta (spesifik yg terjadi di Makassar, sulsel) . Sy tunggu postingan selanjutnya
Terima kasih sudah membaca ya. Banyak hal yang harus terus kita gali di sekitar kita.
DeleteBaru tahu etikanya. Dan memang, kasihan juga pihak yang menjadi korban jika diekspose secara vulgar, nama samar, tapi alamat nyata ... ya bisa didatengin ...
ReplyDeleteBisa didatangi siapa pun dari penjuru dunia :(
DeleteRepot bu kalo bicara soal media kita
ReplyDeleteBenar banget kalo Jokowi bilang media kebanyakan cuma kejar rating
Payahnya blogger sebagai citizen jurnalism yang semestinya punya kekuatan untuk menetralisir efek negatif media, banyak yang lebih ngawur. Asal keliatan rame direpost dan dibumbui asumsi pribadi tanpa mikir unsur pendidikannya dan lebih mementingkan indeks google
Itulah kelemahan blogger, kalo posting kebanyakan opini, ya Mas. Tapi sebenarnya bisa saling melengkapi sih dengan media mainstream.
Deletesaya aja sering bingung kalau mau nonton berita bareng anak2, kalimat dan penjabaran pembaca berita sering sangat vulgar, padahal itu acara jam 4 sore, spertinya madia kita benar2 mengesampingkan hak anak2 memperoleh informasi.
ReplyDeleteIya benar, mestinya mereka memilih kata2 yang tepat ya Mak, siapa tahu anak2 kita ikut nonton berita. Anak saya juga suka nanya2 kalo dengar kata2 yg tidak dipahaminya dari berita
Deletebanyak yang tidak sadar bahwa mereka menjadi bagian dari masalah...great post mba :)
ReplyDeleteYup, kita sering tak sadar, Mak. Makasih ya sudah mampir di sini :*
Delete