Walau sering kali masih sulit fokus karena perhatian sering beralih, Athifah punya satu potensi yang positif. Kalau ada maunya, dia tahu sekali apa yang dia mau dan dia kejar sampai dapat. Seperti saat persiapan mengikuti lomba Cerita Anak di RRI tangga 3 Oktober lalu.
Saat
mendaftar tanggal 1 Oktober barulah kami tahu kalau tema spesifiknya adalah
kemaritiman yang dihubungkan dengan pangan, energi, atau air. Waktu pertama
kali mengetahui informasi ini, kami mengira temanya bisa dipilih, apakah
maritim atau pangan, atau energi misalnya. Ternyata tidak.
Jadi,
awalnya hendak membawakan dongeng karya Mbak Rien Dj yang berjudul Laba-Laba
Pemalas yang bercerita tentang seekor laba-laba yang menyesal kehabisan pangan
karena kemalasannya, dongeng itu terpaksa saya modifikasi hingga berlatar
belakang tepi pantai dan membahas sedikit tentang hutan bakau beserta
kegunaannya.
Saya
bukan pencerita yang baik. Pengamatan saya ketika menyaksikan cerita yang
dibawakan oleh para pendongenglah yang mengajarkan saya tentang apa yang harus
saya lakukan dalam membimbing Athifah mengikuti lomba Cerita Anak ini.
Beberapa peserta Lomba Cerita Anak |
Langkah
pertama yang saya lakukan adalah meminta Athifah membaca sendiri cerita
Laba-Laba Pemalas. Cerita aslinya (belum dimodifikasi). Setelah itu, ia harus
menceritakan kembali kepada saya mengenai cerita itu. Karena biasanya Athifah
membutuhkan waktu lama dalam membaca dan memahami sebuah cerita, saya
memberinya banyak waktu, yaitu ... di antara waktu tidur siang saya.
Saya
lupa berapa lama saya tertidur. Kira-kira 30-an menit. Setelah bangun, saya
meminta Athifah menceritakannya kembali kepada saya. Ajaib, saya tak menyangka
dia hafal isi cerita itu, sampai nyaris semua redaksi kalimat di dalam buku!
Padahal saya tak memintanya menghafal. Saya hanya memintanya mengerti isi
cerita dan menceritakan kembali kepada saya. Biasanya, kalau menyangkut
pelajaran sekolah, nona mungil ini selalu punya alasan untuk mengulur-ngulur
waktu hingga menjadi berlipat-lipat ganda dari waktu yang seharusnya digunakan
untuk belajar. Tapi kali ini tidak. Wow, berarti
anak ini sebenarnya bisa digerakkan oleh kemauan yang kuat!
Akting Aksan, si juara 2 Lomba Cerita Anak |
Sekarang
waktunya untuk memodifikasi cerita. Laba-laba dibuat “harus” membuat jaringnya
di antara dua pohon bakau. Pohon bakau kan berfungsi sebagai penjaga pantai
dari abrasi (erosi) dan habitat tempat berkembang biaknya berbagai satwa di
daerah pantai. “Unsur maritim” ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam
cerita. Ada beberapa hal yang tak mau dimasukkan Athifah, ada yang justru
dimodifikasi olehnya.
“Bisa
begini, Ma?” lalu dia menceritakan idenya. Saya mengangguk saja. Idenya masuk
akal. Saya pun membiarkan saja kalau ada ide saya yang tak ingin dimasukkannya
ke dalam cerita. Toh dia yang akan berlaga di depan juri nantinya, bukannya
saya. Dia akan lebih ingat ide yang berasal dari dirinya ketimbang ide yang
saya susupkan. Lagi pula, ide besar tentang unsur maritim yang saya usulkan
sudah dia terima dan bisa dia jelaskan di dalam ceritanya.
Suami
saya menyanggupi untuk mem-print-kan
gambar sebagai alat bantu bagi Athifah. Saya merencanakan Athifah membawa gambar
hutan bakau dan laba-laba. Suami menyarankan saya untuk browsing gambar laba-laba yang hidup di daerah pantai. Eh, ketemu.
Ternyata ada jenis laba-laba yang biasa hidup di hutan bakau. Wujudnya unik,
tidak sama dengan laba-laba yang biasa kita lihat di dalam rumah.
Kak Heru |
Athifah
bersemangat latihan bercerita di depan saya sejak tanggal 1 hingga tanggal 3.
Dia sempat mengulang-ulanginya beberapa kali sebelum naik pentas pada tanggal 3
Oktober di ruang Studio Musik 1. Sesekali dia melupakan detail tapi saya tak
menuntutnya untuk benar-benar hafal detail. Namanya juga pengalaman pertama
tampil di depan orang banyak. Dia berani tampil saja, saya sudah senang sekali.
Bagi saya, Athifah adalah kemajuan untuk saya. Karena saat seusianya, saya tak
pernah seberani dia.
Sayangnya,
ekspresi Athifah belum “hidup”. Saya berulang kali memintanya untuk bercerita
seperti sehari-harinya dia bercerita. Sehari-harinya, Athifah anak yang
ekpresif. Ekspresinya hidup. Terlihat sekali kalau dia sedang senang, marah,
ataupun sedih. Dia tak pernah bisa menyembunyikan isi hatinya. Kalau sedang
berbicara pun, semua gerakan tubuhnya amat ekspresif. Matanya turut bercerita,
ekspresi wajahnya, dan gerak tubuhnya, semuanya ikut mengekspresikan hal yang
disampaikannya.
Melihat
peserta-peserta yang ekspresinya bagus, saya menunjukkannya kepada Athifah.
Contohnya Aksan, peserta bernomor tampil 19. Penampilan Aksan prima sekali. Dia
memukau Mhadirin pada prolog. Menuju panggung, Aksan bermain recorder (alat
musik tiup), memperdengarkan kami sebuah lagu daerah Makassar.
Di
atas panggung, sejak memperkenalkan diri hingga menutup dongeng, ekspresinya
sangat hidup. Dia membawakan cerita berjudul “I Pu’ding”. Isinya tentang
interaksi seorang anak lelaki bernama I Pu’ding (nama khas Makassar) dengan
kakeknya. Kakeknya memperlihatkan contoh ketakberaturan cuaca yang kita alami
saat ini dengan setting Sungai Tallo,
sebuah sungai yang membelah kota Makassar. Aksan juga memukau ketika di akhir
gilirannya dia begitu interaktif melempar sebuah “permainan” kepada penonton.
Aksan ini tampil sempurna. Menurut saya, dia yang akan menjadi juara satu!
“Ma,
banyak yang baggus-bagus di’?”
Athifah berbisik di dekat telinga saya. “Iya tapi Athifah juga bagus. Tinggal
ekspresinya saja yang perlu diperbaiki,” jawab saya.
Juara 1 lomba Qasidah SD Inp Mallengkeri 2 |
Sampai
tampil ke atas panggung, Athifah belum bisa menghidupkan ekspresinya tapi itu
bukan masalah buat saya. Saya senang melihatnya tampil dengan berani. Di
terlihat sedikit gugup tetapi kemudian dia mampu mengatasi kegugupannya. Dia
mencoba berkomunikasi dengan menatap wajah penonton.
Sayangnya,
dia lupa memperlihatkan alat bantunya – gambar laba-laba yang biasa hidup di
pohon bakau dan gambar hutan bakau di saat dia seharusnya memperlihatkan
gambar-gambar tersebut.
Saya
berusaha memberikan kode dengan menunjuk gambar yang diletakkannya begitu saja
di dekat kakinya. Saya hampir pasrah ketika menjelang penghujung cerita,
gambar-gambar itu tak kunjung ia perlihatkan kepada dewan juri dan penonton.
Saya masih berusaha menunjuk-nunjuk gambar-gambar itu.
Juara 1 lomba Da'i Cilik Sri Rezeki Nurrahmah |
Thank God, Athifah mengerti kode saya. Dia
segera menunduk dan mengambil gambar-gambarnya. Dengan sigap dia menceritakan
tentang gambar pohon bakau dan laba-laba yang biasa hidup di pohon bakau itu.
Senang sekali saya, nona mungil ini bisa berimprovisasi
dalam keadaan seperti itu. Saya tahu, bukanlah hal mudah untuk kembali
“mengambil” hal yang terlupakan ketika berbicara di depan orang banyak. Ada
orang yang blank dan memilih
meninggalkan panggung seketika, seperti yang terjadi pada beberapa peserta yang
tampil sebelum Athifah. Terkadang, kita butuh jam terbang untuk mampu
berimprovisasi – ya, setidaknya ini pengalaman saya.
Begitulah
pengalaman Athifah. Di rumah saya katakan padanya, tak penting ia mendapat
juara atau tidak. Dia sudah berani tampil saja sudah merupakan hal yang luar
biasa. Suami saya juga mengatakan itu padanya. Saya menambahkan, yang penting
pula, Athifah sudah bisa belajar banyak dari pengalamannya ikut lomba ini.
Juara 1 lomba Cerita Anak, Naila (berbaju putih) sedang menerima piala. Aksan (berbaju pramuka), berdiri di sebelah kanan Naila. Keduanya berusia 9 tahun. Hebat ya ^_^ |
Pada
pengumuman lomba tanggal 4 (keesokan harinya), Aksan meraih juara 2. Juara
1-nya diraih oleh Naila yang membawakan dongeng berjudul Ayam dan Ikan Tongkol.
Sayangnya, saya tak menyaksikan saat Naila tampil. Pada tanggal 3 kemarinnya,
kami pulang saat belum semua peserta, termasuk Naila tampil. Aksan dan Naila
ini seumuran dengan Athifah lho, sama-sama 9 tahun. Tahun lalu, Naila mendapat
juara 2 pada lomba yang sama di tempat
yang sama. Sedangkan Aksan pernah meraih juara 2 pada lomba dongeng yang
diselenggarakan Perpustakaan Makassar. Hebat ya mereka berdua, mereka telah merintis
jam terbang menjadi pencerita ulung!
Athifah
tak meraih juara di panggung RRI hari itu tapi dia sangat senang bisa
menyaksikan Kak Heru – pendongeng idolanya tampil mendongeng di atas panggung.
Saya dan papanya pun tak mempermasalahkan dia dapat juara atau tidak. Bagi
kami, dia sudah mendapatkan juara dibandingkan kami dulu (yang tidak punya
pengalaman ini).
Dan, bukankan mengambil peluang untuk
berkompetisi sejatinya merupakan kemenangan? Disebut kemenangan karena telah menaklukkan
diri sendiri untuk berani bersaing dengan orang lain?
Makassar, 11 Oktober 2015
Share :
Athifah sudah menang karena sudah mengalahkan ketakutannya dan berani ikut lomba keren ini.
ReplyDeleteKalah menang itu biasa. Next time better ya Nak.
Salam hangat dari Jombang
Terima kasih Pakdhe (eh, Athifah manggilnya apa ya?)
Deletebetul banget... yang penting bisa mengalahkan ketakutannya dan menjadi berani, tak lupa juga terus berlatih hehe
DeleteSiip Mbak :)
Deleteacara yg benar2 bermanfaat mba, apalagi utk anak2. Semangat terus utk Athifah :)
ReplyDeleteIya Mbak Santi ... bisa dapat banyak pelajaran berharga
Deletethanks share
ReplyDeleteTerima kasih sudah mampir yaa
DeleteAnak sekarang kreatif banget ya, mbak... trus juga punya kemampuan bercerita di atas panggung. kalo saya dulu beraninya cuma nari, hehehe
ReplyDeleteCongrat buat Athifa karena udah berani menaklukkan panggung :D
Hihi sama Mbak ... saya juga begitu. Itu pun deg-degan pakai banget padahal narinya pun rame2 wkwkwk
Deletewah kak athifah keren, sudah berani maju, dan bercerita di atas panggung di depan khalayak ramai itu sudah bikin kak athifah menjadi seorang juara, saluut...mama'nya keren tawwwa...
ReplyDeleteTerima kasih Tante Dedew yang keren juga. Siapa tahu besok2 Athifah mau nulis cerita anak bisa belajar sama Tante Dedew, ya Tante :)
DeleteBetul mbak, yg terpenting anak sudah punya kemauan dan keberanian. Soal hasil akan didapat setelah seberapa sering mencoba.
ReplyDeleteSip Pak Edi
Deletekereenn athifaaaaahhh , sudah ketemu lgsg kemarin wkt acara dancow liatnya kemarin agak pendiam.. ternyata anak yg pemberani berkompetisi. salut ^^
ReplyDeleteKesan pertama dia pendiam, kalau sudah ngobrol ... naah .. baru keluar aslinya, Tante Qiah hehehe
DeleteHebat Athifaaaaaa ^^ waktu kecil mana berani saya tampil seorang diri diatas panggung :p ikutan lomba si ia, nulis puisi atau cerita tapinya :p yang tidak mengharuskan saya tampil di depan banyak orang. Jempol deh buat Athifaaa
ReplyDeleteTawwa Tante Dwi dari kecil suka nulis rupanya ya :)
DeleteBaru baca cerita ini Mak Mugniar.
ReplyDeletePuk Puk Athifah. Gak apa kalah menang adalah hal yg wajar. Pengalaman tahun ini bisa dijadkan acuan tahun depan suapay lebih kreatif. Insya allah kemenangan itu bisa diraih kok klo sungguh diusahakan.
Saya waktu SMA, pernah ikut Olimpiade Sains Ekonomi. Tahun pertama gagal. Tahun kedua, saya upayakan dengan belajar lebih. Alhamdulilah di tahun kedua saya juara 1. Ini rekor.
Seriously. Apapun bisa diraih asal telaten, konsisten, dan ttp berdoa.
Alhamdulilah Athifa punya mamah dan papah yg baik yg siap mendukung talenta Athifah. Semangat Athifah :D