Tulisan ini merupakan tulisan kedua. Jangan lupa baca tulisan sebelumnya ya, yang judulnya Graphic Recorder, Profesi Kreatif Keren Abad Ini.
Bangga
dan senang sekali bisa hadir di acara Festival Forum KTI (Kawasan Timur Indonesia) VII pada tanggal 17 – 18 November lalu di
Hotel Aston. Festival ini menghadirkan enam praktik cerdas dari KTI, yaitu dari Adonara (Waktu Sama dengan
Uang), Sembalun (Menangani Bencana di Kaki Gunung Rinjani), Bulukumba
(Kedaulatan Pangan di Salassae), Tomia (Pengawal Laut di perairan Wakatobi), Sulawesi
Utara (Anggaran Cerdas untuk Kesehatan), dan Raja Ampat (Kisah Kapal Kalabia).
Selain itu ada pula beberapa kisah inspiratif luar biasa lainnya yang
dihadirkan ke hadapan peserta Festival Forum KTI.
Saya
mencatat, Ibu Winarni Monoarfa – sekda Provinsi Gorontalo yang menjabat sebagai
ketua POKJA Forum KTI, dalam sambutannya sekurang-kurangnya dua kali
mengucapkan kalimat, “KTI adalah masa
depan Indonesia.”
Ibu Winarni, ketua POKJA Forum KTI mengatakan, "KTI adalah masa depan Indonesia." |
Saya
setuju. Dengan berbagai keterbatasan, ternyata KTI memiliki orang-orang yang
peduli dengan masa depan daerahnya sehingga dengan menakjubkan mereka bisa menciptakan
praktik-praktik cerdas. Praktik-praktik cerdas itu kemudian disebarluaskan oleh
BaKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia), lalu kemudian direplikasikan
di daerah-daerah lain, lintas provinsi.
Salah
satu contohnya disebutkan oleh Ibu Winarni, yaitu kemitraan bidan dan dukun di Takalar (Sulawesi Selatan) yang sudah
direplikasikan di beberapa daerah lain seperti di Sulawesi Utara dan Maluku
Tenggara Barat.
Apa Itu Praktik Cerdas?
Praktik
cerdas adalah upaya atau kegiatan yang berhasil dilakukan untuk menjawab sebuah
tantangan yang dihadapi oleh sebuah komunitas (atau sekelompok masyarakat) di
daerah tertentu. Praktik cerdas berakar dari kearifan lokal sehingga mudah
ditiru atau direplikasi.
Contoh-contoh praktik cerdas:
Desa sehat adalah desa tanpa rokok
Tahun
2000 ada larangan merokok di ruang publik, di Desa Bone-Bone, Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan (saya pernah menuliskan tentang Desa Bone-Bone di
sini). Mulanya hanya di ruang publik, kemudian Idris – kepala Desa
Bone-Bone memberlakukan larangan menjual rokok di Desa Bone-Bone, lalu larang
merokok bagi penduduk Desa Bone-Bone hingga kepada tamu yang datang berkunjung,
baik di rumah maupun pada acara-acara yang diselenggarakan penduduk.
Hingga
tahun 2010, Desa Bone-Bone bebas rokok. Bupati Enrekang – H. La Tinro La
Tunrung pun terinspirasi. Bupati hingga hampir seluruh camat dan seluruh kepala
puskesmas di Kabupaten Enrekang berhenti merokok.
Berkaca dari Desa Bone-Bone, jangan
katakan bahwa berhenti merokok itu mustahil!
Listrik swadaya di Desa Batanguru
Linggi,
setelah menjadi sarjana pulang ke kampungnya di Desa Batanguru, Sulawesi Barat.
Saat itu, hingga tahun 1990, desanya belum dialiri listrik. Berbekal dana
pas-pasan dan pengalaman di Yayasan Turbin, Linggi merakit turbin pembangkit
listrik mikrohidro saat menjadi kepala desa. Tahun 1993, rumahnya dialiri
listrik. Secara perlahan kabel-kabel membentang ke beberapa rumah tetangga
dekat.
Linggi
kemudian mengembangkan bengkel untuk membuat lebih banyak lagi turbin
mikrohidro agar desanya bisa memanfaatkan aliran deras sungai di dekat desa.
Tahun 2008 Desa Batanguru menjadi benar-benar mandiri dalam hal energi. Kegiatan
perekonomian lebih aktif. Mereka bisa menggiling padi dan kopi, mengadakan
produk makanan kecil kemasan, dan anak-anak dapat belajar di malam hari.
Kini
listrik yang dihasilkan Desa Batanguru telah melebihi kebutuhan warganya.
Bersama warganya, Linggi berencana menyumbangkan energi tersebut kepada PLN
agar daerah-daerah lain bisa mendapatkan manfaat yang sama.
Nah,
selama dua hari menghadiri Festival Forum KTI, saya menyaksikan orang-orang
inspiratif, penggerak praktik cerdas di desanya berbicara di atas panggung! Spontan
hal berikut ini terpikirkan oleh saya:
“Luar biasa. Andai apa yang mereka lakukan diterapkan di seluruh Indonesia, negeri kita akan sejahtera. Ini benar-benar soal kemauan. Barang siapa yang berkemauan keras dan dia berbuat baik untuk orang banyak. Kesejahteraan itu bisa terwujud!”
Oya,
saya belum cerita siapa penyelenggara event
keren ini, ya? Penyelenggaranya adalah BaKTI, singkatan dari Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia.
Apa itu BaKTI?
BaKTI
adalah organisasi yang berfokus pada pertukaran pengetahuan tentang pembangunan
di Kawasan Timur Indonesia. Selain itu, BaKTI mengelola Jaringan Pertukaran
Pengetahuan, Media Pertukaran Pengetahuan, dan Event Pertukaran Pengetahuan di 12 provinsi dalam wilayah Maluku, Nusa Tenggara, Papua, dan Sulawesi.
Jaringan pertukaran pengetahuan
Ada 4
jaringan pertukaran pengetahuan di BaKTI, yaitu:
- Forum Kawasan Timur Indonesia. Terbentu tahun 2004. Anggonya adalah individu yang melakukan inovasi dalam pekerjaannya. Forum KTI mempunyai POKJA (kelompok kerja) yang selalu memberi masukan tentang isu penting di KTI. Forum KTI dan BaKTI bersama-sama melaksanakan pertukaran pengetahuan di daerah masing-masing.
- Forum Kepala BAPPEDA Provinsi Se-KTI. Mengadakan pertemuan dua kali dalam setahun dan mengadakan pertukaran informasi serta meningkatkan koordinasi pembangunan antar pemerintah provinsi dan pemerintah nasional, untuk berbagi praktik cerdas dalam bidang perencanaan pembangunan.
- Jaringan Peneliti KTI (JiKTI). Beranggotan para peneliti dari KTI. Bertujuan meningkatkan kapasitas peneliti anggota untuk berperan aktif dalam proses pembangunan yang berbasis pengetahuan. Jaringan ini menghasilkan kajian akademik dan telaah kebijakan yang menjadi rekomendasi dan masukan bagi perumusan kebijakan publik di tingkat lokal, terutama berkaitan dengan isu-isu pembangunan di KTI.
- Sahabat BaKTI. Terbuka bagi siapa saja dan mendapat prioritas untuk menginisiasi kegiatan pertukaran pengetahuan bersama BaKTI. Saya mendaftar menjadu Sahabat BaKTI dan beberapa kali menghadiri acara pertukaran pengetahuan di BaKTI. Juga pernah satu kali menjadi nara sumber (ceritanya bisa dibaca di sini).
Jika berminat mendaftar menjadi anggota Sahabat BaKTI, silakan datang langsung ke kantor BaKTI (Jl. H. A. Mappanyukki No. 32) atau bisa juga mengisi formulir online http://www.bakti.or.id/sahabat-bakti. Supaya kalau ada acara-acara menarik kamu akan diinformasikan langsung oleh staf BaKTI karena tidak semua acaranya terbuka untuk umum tetapi kalau kamu menjadi Sahabat BaKTI, kamu punya peluang untuk menghadirinya.
Panggung utama Festival Forum KTI di lantai 18 Hotel Aston, pameran berlangsung di lantai 17. |
Hm,
sudah cukup ya kenalannya dengan Forum KTI dan BaKTI. Masih banyak yang menarik
sebenarnya, kalau mau tahu silakan baca-baca di website-nya yaa karena saya tak
bisa menuliskan semuanya. Selanjutnya, setelah ini saya akan menuliskan apa
saja yang ada selama dua hari saya mengikuti Festival Forum KTI VII.
Makassar, 22 November 2015
Bersambung
Share :
seharusnya sejak dulu KTI jadi aset yang harus jadi prioritas, sebab kekayaan KTI sangat berlimpah, tapi okey deh tak ada kata terlambat untuk mensejahterakan rakyat mah atuh - lah
ReplyDeleteSiip, tak ada kata terlambat, Kang
DeleteWah, bangga deh kalau sudah ada event-event keren seperti ini yang menyorot potensi KTI...
ReplyDeleteIya Mak, membanggakan :)
Deletewaah, terimakasih infonya mba. saya jadi kenal sama kti sekarang
ReplyDeleteTerima kasih, insya Allah akan ada lanjutannya, Mbak :)
Deletekemarin aku lihat soal desa sehat ini mak di tv. memang keren dah ah.
ReplyDeleteIya Mak .... terbukti ya, rokok bisa ditinggalkan, bahkan sedesa, sampe bupati dan jajarannya
DeleteKawasan Timur Indonesia sebetulnya memiliki prospek yang bagus di masa mendatang. Apalagi Kawasan Timur Indonesia mulai dilirik oleh para investor dan pemerintah juga secara perlahan-lahan mulai memberikan kesempatan untuk kawasan ini agar bisa berkembang lebih baik lagi.
ReplyDeleteIya, dan mudah-mudahan dengan mengabarkannya seperti ini, bisa membuka banyak mata tentang potensi di KTI
DeleteListrik swadaya tuh Bu yang bagus. Jadi sebenarnya bisa koq masalah listrik ini bisa diatasi.
ReplyDeleteDi mana ada kemauan, di situ ada jalan, ya
Deletemak Niar pun sudah berbakti ya mak. lewat tulisan mak Niar menggelorakan semangat.
ReplyDeletebutuh 10 tahun ya mak utk mengubah kebiasaan merokok. salut, salut, salut. semoga usaha itu penuh berkah.
KTI bagus banget. Harusnya ada K-K-K yang lain untuk diberdayakan karena sangat berpotennsi. Hehehe
ReplyDeleteSemoga organisasi BaKTI menjadi wadah yang bermanfaat semakin banyak dan luas ya, Mbak.
ReplyDeletembak Niar makin kereeen euuuy ...salut sama listrik swadaya dan wilayah bebas asap rokoknya tuh ....dan kue-kue khas Bugis tentu saja menggudah selera heheehe
ReplyDeleteKota sehat adalah kota tanpa rokok
ReplyDeleteNegara sehat adalah negara tanpa rokok
*berharap boleh kan ya, Mak
waah... hebat ya... dan kue2 nya itu sepertinya blm satupun saya mencobanya :(
ReplyDeleteSemoga maju terus
Keren ich desa tanpa rokok, emang semua tidak ada yang mustahil, kalau belum pernah dicoba. Ach semoga bebas rokok juga ada disekelilingku. aamiin
ReplyDeleteTerimakasih atas infonya yaa bunda Niar...
ReplyDeleteSemoga kalau udah rampung belajarnya di Pondok muty pgen gabung di kelompok sosial seperti ini...
Selama dipondok rasanya gatal bget kakinya pgen aktif lagi di organisasi tp nantilah... in syaa Allah...
ketuanya ternyata ibu sekda Gorontalo yaaa...masyaa Allah ^^
Patut dibanggakan...
Salam buat dd Afyad yaa bunda Niar^^
Ditunggu terus kabar Indonesia Timur. Moga makin dan semakin kece
ReplyDeleteSemoga semangat KTI meluas, bahwa semua wilayah Indonesia sejatinya memiliki kekayaan dan sumber daya yang berlimpah, hanya soal kemauan untuk memanfaatkannya demi kepentingan masa depan bangsa ini yg perlu ditingkat secara menyeluruh
ReplyDeleteSaya sering mendegarkan acara seperti ini di radio RRI, ternyata seperti ini to....keren banget, Quotnya mantab
ReplyDelete