Athifah diajak Kak Heru dari Rumah Dongeng untuk ikut pentas dongeng Nenek Pakande di Pentas Anak Makassar yang diselenggarakan di Mal Ratu Indah pada tanggal 13 Desember 2015. Bersemangat sekali ia ikut latihan pentas dongeng Nenek Pakande di Rumata’ Artspace walau hanya ia dan seorang anak – namanya Syaukat Safwan Syandana yang tidak tinggal dekat Rumata’. Anak-anak yang lain tinggal di sekitar Rumata’, berasal dari berbagai latar belakang.
Namanya
anak-anak, selama latihan dua kali, tanggal 6 dan 12 Desember, ada saja yang
main-main dan tertawa-tawa. Makin dekat tampil bukannya makin serius, malah tak
kunjung serius. Sampai-sampai Safira – sang pendongeng sekaligus pemeran Nenek
Pakande gemas dibuatnya.
Cosplayer tampil menghibur adik-adik |
Pembacaan puisi |
Setelah
dua kali ikut latihan anak-anak ini akan pentas di Mal Ratu Indah, di Arcade
Area. Pentas Anak Makassar diselengggarakan oleh beberapa komunitas pecinta dan
peduli anak di Makassar. Pengisi acaranya banyak juga. Selain dari
komunitas-komunitas yang peduli pada anak-anak (kebanyakan memfokuskan
perhatiannya pada anak-anak golongan menengah ke bawah), ada pula dari sekolah
dan perseorangan.
Komunitas-komunitas
yang berpartisipasi, selain Rumah Dongeng, di antaranya adalah: LeMina (Lembaga
Mitra Ibu dan Anak), Sekolah Pesisir, Lentera Negeri, KPAJ (Komuntas Pecinta
Anak Jalanan), Save Street Child, dan Cosplay yang khusus memerankan karakter
tokoh-tokoh film kartun Naruto.
Sekolah
yang berpartisipasi di antaranya adalah SDN Mangkura 3 dan Sekoci (Sekolah
Cerdas Indonesia) binaan Dompet Dhuafa. Saya pun sempat melihat seorang anak bernama
Syifa – murid SD Athirah tampil bernyanyi solo.
Tarian |
SDN Mangkura 3 |
Saya
tak melihat semua pengisi acara karena datang sudah lewat jam satu siang, sudah
ada beberapa komunitas yang tampil. Semua pengisi acara tampil membawakan
pentas seni. Ada yang bernyanyi, baca puisi, menari, operet, dan dongeng
teatrikal. Komunitas cosplay yang beranggotakan anak-anak remaja tampil di atas
panggung ala fashion show. MC memanggil
satu per satu para cosplayer dan menyebutkan karakter apa yang mereka perankan.
Saat
MC memberikan tantangan kepada anak-anak yang hadir untuk naik ke atas
panggung, Athifah segera tunjuk jari. Beruntung ia yang ditunjuk dan diboyong
ke atas panggung. Athifah sekarang tak malu-malu lagi kalau ada tantangan
seperti ini. Dia senang sebab berdasarkan pengalaman, anak yang berani akan
membawa pulang hadiah.
“Namanya
siapa?” tanya MC.
“Athifah,”
jawab nona mungil ini lantang.
"Athifah dari mana?" |
Di belakang panggung |
Safira, sang pendongeng, sekaligus sebagai Nenek Pakande Foto: mamanya Safwan. |
“Athifah dari mana?” MC bertanya, Athifah
mewakili komunitas atau sekolah apa.
“Dongeng,”
suara Athifah terdengar ragu. Aak ...
saya baru sadar kalau saya belum pernah mengatakan kepadanya bahwa dengan ikut
pentas, itu berarti ia telah bergabung dengan komunitas Rumah Dongeng.
“Athifah
dari mana?” MC-nya bingung dan bertanya kembali.
“Nenek
Pakande,” hahaha makin kacau. Sayangnya
saya duduk cukup jauh dari panggung jadi tak bisa memberitahukan nama komunitas
yang diwakili Athifah.
“Athifah
dari mana?” MC mengulangi lagi pertanyaan. Hati-hati
Athifah, kalau kamu tak bisa menjawabnya dengan benar, bisa-bisa kamu
diturunkan dari sana tanpa membawa pulang hadiah.
“Rumah
Dongeng,” nah ini baru benar (rupanya Athifah
mendengar Kak Wiwi memberitahukannya).
Mamakna Baco sedih, anaknya diculik Nenek Pakande |
Rapat warga membahas fenomena Nenek Pakande Foto: mamanya Safwan |
Nenek Pakande mengancam warga desa. Foto: mamanya Safwan |
Selanjutnya
Athifah ditantang menyanyi. Athifah bersedia. Dia membawakan lagu “Pelangi”.
Saya berharap dia membawakan lagu yang tak biasa. Lagu “Pelangi-pelangi,
alangkah indahmu ..., ” kan sudah teramat biasa dinyanyikan anak-anak dalam
acara apapun. Nyanyi lagu anak-anak apa kek gitu, yang anti mainstream wkwkwk.
Tapi
sudahlah, yang penting nona mungilku ini berani dan dia membawa pulang hadiah.
Apapun hadiahnya, mau besar atau kecil bukan hal yang penting. Besar atau kecil
sama-sama berharganya buat Athifah. Saya pun senang, karena itu berarti Athifah
meningkatkan “jam terbangnya” dalam mengatasi kegugupan berdiri di atas
panggung untuk menghadapi orang banyak. Athifah mengintip kemasan hadiahnya.
Dia tersenyum senang melihat ada aneka peralatan tulis seperti pinsil, pulpen,
dan buku tulis di dalam situ.
Rumah
Dongeng tampil terakhir, setelah tarian Toraja yang dibawakan oleh murid-murid
SDN Mangkura 3. Beberapa menit sebelum tampil, tim Rumah Dongeng berpindah
tempat ke belakang panggung. Semua property
acara diletakkan juga di situ. Kak Wiwi mem-briefing
anak-anak, memotivasi anak-anak, dan mengajak berdo’a.
Beddu mengalahkan Nenek Pakande dengan kecerdikannya |
Anak-anak yang pentas menerima sertifikat dari panitia Pentas Anak Makassar. Foto: Kak Heru |
Saya
yang menonton dari belakang panggung merasa deg-degan, mengingat saat latihan
anak-anak ini masih belum serius. Panggung di sini pun lebih kecil daripada
area tempat mereka berlatih di Rumata’. Mereka tak sempat latihan di panggung
Pentas Anak Makassar tetapi harus bisa tampil dengan baik di atasnya.
Namun
kekhawatiran saya sirna saat anak-anak itu mampu tampil optimal. Mereka
mendapat banyak tepukan tangan pada beberapa adegan, seperti saat beberapa anak
berlari-lari di antara penonton sambil memukul-mukul kentongan yang dibawanya, mencari anak bernama Baco yang diculik Nenek Pakande.
Tentunya keberhasilan mereka tak lepas dari peran para pelatihnya, yaitu Kak
Heru, Kak Wiwi, Kak Fira, dan kakak-kakak dari unit teater UNM (Universitas
Negeri Makassar).
Usai
tampil, semua anak mendapatkan sertifikat yang ditandatangani oleh Kak Nurfaisyah
Salam – ketua Pentas Anak Makassar dan Kak Anshari Wijaya – ketua PKM (Pesta
Komunitas Makassar) 2015. Anak-anak senang, saya pribadi pun merasa senang.
Sertifikat ini kelak, insya Allah akan menjadi bekal buat Athifah masuk SMP.
Ini berarti dia pernah tampil dalam sebuah event
berskala Kota Makassar. Terima kasih kakak-kakak panita Pentas Anak
Makassar, PKM, Rumah Dongeng, dan unit teater UNM.
Makassar 23 Desember 2015
Salut saya atas
terselenggaranya acara ini. Keseriusan penyelenggaraannya tidak main-main,
terbukti dari cukup banyaknya sponsor dan media
partner yang mendukung. Saya juga salut pada komunitas-komunitas pemerhati
anak Makassar, para panitia Pentas Anak Makassar dan PKM. Semoga di tahun-tahun
mendatang acara ini bisa terselenggara lagi.
Sponsor
acara:
Dompet
Dhuafa Sulawesi Selatan, Sushi Bizkid, Bajiki Store, MEC Indonesia, Mal Ratu
Indah, VEDIT, dan Tesas Ice Cream.
Media partner:
www.siQode.com,
GoTV, GoSulSel.com, Tribun Timur, Identitas UNHAS, Go Cakrawala, Flock, Celebes
TV, BeritaMks.com, Radio Venus, Radio PLS.
Share :
Waah... Athifa, pengalamannya seru yah. Mamanya pintar pilihin kegiatan.
ReplyDeleteAthifahnya yang berminat sekali, Mbak .. jadi mamanya mengikuti saja hehehe
DeleteAthifah hebat berani maju ke panggung, menyanyi pula, pasti karena sering lihat ibunya berbicara di panggung nih hehehe. Kalau Syahdu juga berani tapi kalau disuruh nyanyi mending jangan deh. Kalau Nada suka mau suka engga, tergantung mood. Asyik nih ibunya rajin ngajak anaknya ikutan event.
ReplyDeleteBukan juga, Vin. Sejak batita, saya suka mendorong anak2 untuk berani kalau di acara2 ulang tahun teman atau kerabat kami, MC-nya memanggil anak2 yang mau maju. Anak2 suka karena mereka berlomba untuk dapat hadiah :)
DeleteSalut buat Athifah, berani dan PeDe untuk tampil dan dapat hadiah pula. Berani tampil saja sudah luar biasa, apalagi dapat hadiah...semoga menjadi penyemangat buat Athifah utk lebih confidence unjuk kemampuan
ReplyDeleteAamiin aamiin ... semoga demikian ya Tante Rie :)
DeleteDi sini kok gak ada kegiatan kaya gitu sih. :( :( Dilema tinggal di kampung.
ReplyDeleteKalo kegiatan seperti ini biasanya inisiatif kelompok tertentu, Mbak Nisa.
DeleteKalo di daerah Tulungagung (Jawa Timur) ada juga sanggar yang suka bikin kegiatan seni, sanggarnya dibina oleh Bunda Zaki Zahra Tuga. Kegiatannya pun keren2, Mbak :)
Hihihi, dikira Pakande sebagai identitasnya ya, Mbak. :D
ReplyDeleteHehehe iya, Idah.
DeleteAku sellau penasaran dengan cara wanita sulawesi memakai sarungnya tiap kali liat pagelaran spt ini. Unik tapi kayaknya nyaman deh.
ReplyDeleteTante-tante saya, kakak-kakaknya ayah saya, mereka sehari-harinya bersarung, Mbak. Cuma beberpa tahun teralhir saja ... kayaknya sejak akhir 90-an baru mereka mengenakan pakaian yang modern - serupa gamis begitu. Dulu2 mereka berkebaya dan bersarung sehari-harinya sembari beraktifitas seperti mengerjakan aneka pekerjaan rumah tangga, ke kondangan, ke pasar, dan lain-lain. Nyaman juga kelihatannya. :)
DeleteSaya lupa dengar acara ini padahal mautami liat nenek pakande
ReplyDeleteWow, seru banget acaranya ya Mbak. Athifah juga berani banget. Nggak semua anak berani maju ke depan umum plus nyanyi. Salut deh! semoga jadi agenda tahunan :)
ReplyDelete