Sebagai kota ke-5 terbesar di Indonesia, setelah Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung, Makassar punya masalah-masalah khas, seperti juga yang dimiliki kota metropolitan lainnya.
Katakanlah
saya anti mainstream. Penghargaan
Adipura diraih kota Makassar pada November 2015 lalu tapi saya baru
membicarakannya sekarang. Sebenarnya saya sudah lama ingin menceritakan tentang
kebersihan kota ini tapi saat Adipura diterima, orang-orang ramai
membicarakannya dan beberapa blogger menuliskannya di blog. Karena itulah saya memilih
menunggu saat orang berhenti membicarakannya. Biar beda.
Lorong 3 Rappocini Raya |
Well, kepastian Adipura diterima Makassar diperoleh
setelah turunnya surat undangan pada tanggal 16 November 2015 dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kementrian (KLH) Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun, bernomor UN. 299/PSLB3-PS/2015, perihal
penyerahan anugerah Adipura.
Usai
penerimaan piala Adipura pada tanggal 23 November, pemerintah kota Makassar
mengadakan arak-arakan mengusung penghargaan ini di beberapa ruas jalan kota,
melalui 14 kecamatan yang ada di Makassar. Tanggapan warga akan hal ini ada
yang bangga tapi masih ada pula yang sarkastis karena menganggap kota ini belum
layak mendapatkan Adipura atau masih ada kekurangan di sana-sini.
Saya
tak hendak memperpanjang polemik yang sudah berhenti. Hanya ingin bercerita
saja seperti apa Makassar yang saya lihat sekarang dibanding dulu. Sepanjang
usia saya, hanya selama 2,5 tahun saya habiskan di luar Makassar. Selebihnya, hampir 40 tahun saya habiskan di kota ini. Jadi, saya kira saya boleh urun suara mengenai ini juga. Dari yang saya lihat, usaha pemerintah kota sudah cukup
keras dalam membersihkan kota ini. Sampah sudah berkurang namun kota ini belum
benar-benar bersih. Kalau mau pakai standar Singapura, haduh masih seujung kuku
kebersihan kota ini.
Gambar ini diambil tanggal 17 Oktober 2014. Ini adalah gambar bungkusan dari sebagian kecil sampah yang dikeruk dari selokan di Jl. Rappocini Raya |
Saya setuju
dengan apa yang dikatakan Pak wali kota Makassar – Danny Pomanto di buku
Gerakan Makassar ta’ Tidak Rantasa yang dikeluarkan oleh Badan Arsip,
Perpustakaan dan Pengolahan Data Kota Makassar pada tahun 2014. Di halaman 5, Pak
Danny mengatakan 4 poin ini:
- Sampah salah satu dari tiga masalah utama yang dihadapi Makassar selain kemacetan dan pedagang kaki lima.
- Ketiga masalah bisa ditangani, utamanya persampahan bila pemerintah melibatkan masyarakat secara masif dalam pengelolaan lingkungan.
- Sulit berharap sampah ditangani maksimal dengan jumlah petugas kebersihan yang ada hanya 300 orang. Tidak sebanding dengan penghasil sampahnya.
- Semestinya bisa seimbang, dengan cara semua warga bisa ikut bertanggung jawab dengan sampah di sekitarnya.
Alat berat di tepi kanal di jalan Mongisidi Baru. Digunakan untuk mengeruk kanal. Dulu, tak ada penggunaan alat seperti ini. Gambar ini diambil tanggal 16 Agustus 2015 |
Di
zaman saya masih kecil dulu (era 1980-an, sayangnya saya lupa di masa pemerintahan
wali kota yang mana), beberapa kali saya melihat pelaksanaan "gerakan" pembersihan selokan. Banyak got
kota ini disekop sampah dan lumpur. Dengan demikian selokan terbebas dari
pendangkalan dan sampah. Setelah itu, lama tak ada rutinitas membersihkan got begitu pun di masa 10 tahun pemerintahan sebelumnya.
Sejak
tahun 2015, lurah di tempat tinggal saya getol sekali memperhatikan masalah
kebersihan. Saya sering mendapati dan mendengar bu lurah Aulia (lurah kami
seorang perempuan – red) ada di antara masyarakat saat kerja bakti berlangsung.
Lorong-lorong lebih tertata rapi dan bersih. Saya tahu karena tinggal di dalam
lorong dan sering berjalan-jalan menyusuri lorong-lorong di kota ini.
Saat Pak
Danny baru menjabat, kanal di dekat rumah saya beberapa kali dibersihkan.
Bahkan ada alat berat yang mengeruk dasar kanal. Saya beberapa kali melihat
alat berat di sekitar kanal. Sekian tahun tak pernah dikeruk, kanal mengalami
pendangkalan yang cukup parah sehingga di musim penghujan, kanal cepat sekali
meluap. Dulu tak pernah pengerukan dilakukan. Alasannya, biayanya mahal. Sejak tahun 2015, sebanyak 3 event di gelar di tepi kanal, sekitar kantor lurah Rappocini. Kalau kanal jorok mana mau lurah kami menyelenggarakannya?
LONGGAR - LOroNG GARden, lorong 97 Veteran Utara. Gambar ini diambil tanggal 16 Agustus 2015 |
Pendeknya, kota ini sekarang sudah
lebih bersih. Benar-benar bersih masih sulit terjadi. Mengapa? Ini dia penyebabnya:
Perilaku
buang sampah masyarakat kota ini masih buruk. Saat berada di sebuah acara, di
depan saya seorang ibu membuang sampah gelas plastik kemasan air mineralnya.
Tak berapa lama, seorang bocah lelaki usia sekolah dasar yang berjalan kaki di
sampingnya, menendang-nendangi gelas plastik itu. Anak dan ibu itu, sungguh
sebuah tim solid!
Sering
terjadi, di dalam keramaian yang di dalamnya disediakan tempat sampah, di
sekitar tempat sampah bergeletakan sampah-sampah bekas kemasan makanan dan
minuman. Heran, deh, apa yang menghalangi orang-orang itu untuk membuang sampah
di tempat sampah ketika tempat sampah sudah ada di dekatnya?
Benda semacam rakit itu juga digunakan untuk membersihkan kanal dari sampah. Gambar ini diambil tanggal 3 Januari 2016, lokasinya di depan kantor lurah Rappocini |
Di
jalanan, masih ada saja pengguna jalan yang membuang sampahnya di tengah jalan.
Apa susahnya menyimpan dulu sampah di kantong baju atau di dalam dompet, atau
di dalam tas lalu nanti ketika mendapati tempat sampah barulah di buang ke tempat
sampah?
Para
perokok yang bertebaran di kota ini pun masih banyak yang seenaknya membuang
puntung bekas rokoknya ke dalam selokan atau di jalanan yang dilaluinya. Selain
itu, walau tak separah dulu, kanal masih saja selalu terisi sampah.
Saya
yakin kalau kita memberikan kuis dadakan kepada orang-orang ini, yang
pertanyaannya berbunyi: “Di mana seharusnya orang membuang sampah?” – mereka pasti
bisa menjawabnya dengan benar tapi perilaku tak selalu menunjukkan pengetahuan!
Pada
bulan Januari 2014 saja produksi sampah kota ini 600 juta ton. Februari 2014
menjadi 800 juta ton (sebagaimana yang dirilis makassar.tribunnews.com). Penduduk
kota metropolitan ini sudah 1,7 juta jiwa (sebagaimana dirilis
antarasulsel.com). Di siang hari bisa mencapai 2 juta orang. Petugas kebersihan
yang hanya 300 orang, mana sebanding dengan sampah yang dihasilkan penduduk
sebanyak itu. Katakanlah seper empat dari jumpah penduduk kota ini perilaku
membuang sampahnya masih jelek, 400.000 – 500.000 orang yang membuang sampah
sembarangan setiap harinya, apakah sebanding dengan 300 petugas kebersihan? Jangan
katakan solusinya adalah menambah personil petugas kebersihan lho, ya. Karena
itu tak akan menjamin masalah sampah lantas terpecahkan.
Makassar, 24 Januari 2016
Share :
Produksi sampah di kota2 besar dari tahun ke tahun semakin meningkat.. Kalau tak pandai2 mengelola sampah bisa jadi nih tumpukan sampah ada di mana2 dan memenuhi seluruh penjuru kota.. Kesadaran warga sangat penting dan mestinya kesadaraan itu dicamkan dalam bentuk disiplin utk tidak membuang sampah sembarangan..
ReplyDeleteSepertinya perlu diperbanyak crafter yang memakai bahan bekas, ya Mbak. Dan masyarakat perlu ditatar dengan lebih baik.
DeleteSampah akan selalu menjadi persoalan klasik di setiap kota maupun desa di seluruh Indonesia. Masalahnya sangat komplek. Penegakan hukum (law enforcement) kadang perlu diterapkan agar masyarakat sadar bahwa sampah adalah tanggung jawab kita bersama
ReplyDeleteSetuju, Pak Asep. Yang melanggar perlu dihukum.
DeleteYang pasti Bu, semakin nambah populasi, maka semakin bertambah pula volume sampah yang ada dan juga semakin bertambah pula perilaku masyarakat terhadap sampah.
ReplyDeleteMestinya perilaku baik yang makin bertambah ya
DeleteMba, menurut saya masyarakat memang harus ikut menjaga kebersihan karena efek positif juga akan diterima oleh masyarakat :)
ReplyDeleteMasalah klasik kota metropolitan, tanpa kesadaran diri untuk bersama-sama menjaga kebersihan sepertinya butuh waktu lama melihat kota Makassar bersih dari sampah.
ReplyDeleteGak cuma di tempatnya Mbak, tapi di kota saya juga. Tiap kali karnaval, saya dan si kecil selalu kebagian jadi penonton plus. Plus buangin sampah air mineral yang dibuang peserta karnaval di depan kami.
ReplyDeleteDi tempatku jg susah buang sampah..bermasalah terus dgn sampah.
ReplyDeletesaya suka emosi mba klo udah ngebahas sampah, kesel sendiri, heran sama org yg ga sadar2...
ReplyDelete