Akhir-akhir
ini, berita kekerasan seksual pada anak sangat mengerikan. Kadang-kadang ingin
bikin status seketika saat mendapatkan beritanya tapi sedang tidak connect ke internet. Namun saat connect dan terpikir untuk
menuliskannya, muncul perasaan tidak
enak. Campur aduk, antara marah, sedih, dan tidak ingin lagi mendengarnya.
Bukan
tidak ingin karena tidak peduli. Tidak inginnya, lebih kepada keinginan untuk
menyudahi saja semua berita miris itu. Mengerikan sekali, di beberapa tempat di
negeri ini, perempuan muda atau anak-anak, menjadi korban perkosaan oleh
beberapa orang! Ya, Allah, ada apa dengan manusia-manusia bejat itu?
Namun
saya tentunya tetap peduli dengan berita kekerasan pada perempuan dan anak.
Begitu pun ketika mendapatkan undangan dari AJI (Aliansi Jurnalis Independen)
untuk menghadiri Diskusi Publik “Mediadan Isu Kekerasan Perempuan dan Anak” pada tanggal 14 Mei lalu, saya
menyempatkan diri untuk hadir setelah sebelumnya minta izin dari pak suami.
Mengambil
tempat di CCR (Country Coffee Resto) di jalan Toddopuli Raya, diskusi ini
menghadirkan 3 nara sumber, yaitu: Ibu Fadiah Machmud (LPA Sulawesi Selatan), Ibu Tenri A. Palallo (Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (BPPA)), dan Ibu Triani Arfah (psikolog, dosen di Jurusan
Psikologi UNHAS). Yang bertindak sebagai moderatornya adalah Ibu Sunarti Sain (Pemimpin Redaksi Harian Radar Bulukumba).
Saat saya
tiba di lokasi, diskusi sudah dimulai. Ibu Fadiah sementara berbicara.
Kelihatannya, sih sudah setengah jalan tapi biarlah, saya coba saja mencatat
apa yang disampaikannya.
Ibu Fadiah sedang membicarakan mengenai
pentingnya kita memperhatikan hak-hak anak mengingat apa yang banyak terjadi
sekarang ini sudah merupakan kasus luar biasa. Berikut beberapa poin yang
disampaikannya:
- Beritakan kasusnya (dengan proporsional). Beritakan pula pembeajaran untuk anak-anak supaya mereka tidak mudah meniru (tayangan atau berita).
- Penting untuk mengontrol (pemberitaan yang berkaitan dengan) hak privasi anak.
- Jangan lakukan labelisasi dan pemberian stigma (negatif) pada anak.
- Mari jamin kelangsungan hidup anak.
Ibu Triani
Arfah berbicara
mengenai pentingnya peran keluarga terhadap anak. Banyak kasus kekerasan
terjadi karena (kesalahan) pola asuh (dari keluarga). Banyaknya pelaku
kekerasan yang dulunya korban, menjadi semacam bola api (yang bertambah besar).
Kasus
kekerasan, salah satunya adalah “budaya”.
è Anak tidak bisa mengungkapkan apa
yang dialami. Korban baru tertangani setelah mengalami beberapa kali (kejahatan
dilakukan kepadanya).
è Peran ayah hanya sebagai pencari
nafkah. Padahal, ayah diharapkan dapat memberi solusi atas masalah yang dialami
anak. Ayah sebenarnya berperan sebagai pelindung dan pemberi kasih sayang juga terhadap
anak.
Ibu Tenri
A. Palallo memaparkan
tentang kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di kota
Makassar. Tahun 2016 ini, sudah ada 44 kasus KDRT. Dua puluh kasus terjadi pada
anak dan 23 kasus terjadi pada perempuan.
Ibu
Tenri lalu mendesak AJI untuk melakukan dua hal ini:
- Membantu membuat kajian mengenai berapa jumlah media di kota ini dan bagaimana mereka “memperlakukan” perempuan.
- Mengamati bagaimana media mengolah berita perkosaan (namun demikian, untuk hal ini, Ibu Tenri mengakui kalau jurnalis sekarang sudah ada kemajuan dibanding dulu).
Di samping itu, Ibu
Tenri juga menyorot mengenai masih
adanya “sisi jurnalistik” yang memihak kepada pelaku pembunuhan, yaitu dengan
terlalu mengekspos si pembunuh, ketimbang memberikan pembelajaran yang lebih
bermanfaat kepada masyarakat.
Saat sesi
tanya jawab, ruangan tempat berlangsungnya acara menjadi bising. Beberapa meja
memberntuk kelompok diskusinya sendiri-sendiri. Saya berusaha menajamkan telinga.
Walau ada pengeras suara, bukan hal mudah untuk menyimak pembicaraan nara
sumber di depan karena posisi duduk saya berada di tengah ruangan. Ini
pembicaraan penting, sayang sekali bila saya melewatkan apa yang disampainkan
oleh para nara sumber. Syukurnya, saya akhirnya bisa mencatat beberapa poin
penting yang disampaikan oleh ketiga nara sumber.
Fadiah, Sunarti, Triani, Tenri |
Dari Ibu Fadiah:
- Persoalan anak tidak berdiri sendiri. Anak bukanlah akar dari persoalan. Anak adalah “akibat”. Untuk menyembuhkannya, keluarga dan masyarakat harus didekati.
- Penting adanya pengetahuan dan keterampilan mengenai pola asuh anak. Jangan sampai menjalankan pola asuh yang tidak proporsional.
- Mengapa terjadi kekerasan? Karena adanya pola relasi yang tidak berimbang (misalnya antara orang tua (ibu atau ayah, atau keduanya) dengan anak).
- Bangung respek dan komunikasi yang saling menghargai.
- Sudah menjadi budaya, orang tua melakukan hal-hal yang berlebihan dan tidak konsisten. Contohnya: anak dilarang nonton televisi dan disuruh belajar tetapi ibunya malah nonton televisi. Contoh lainnya, kalau anak melakukan kesalahan, orang tua memberikan hukuman yang tidak membelajarkan anak.
- Kepada AJI, diharapkan untuk tidak hanya memberitakan kasusnya. Beritakan juga upaya untuk menyelesaikannya.
Dari Ibu Triani Arfah:
- Khusus peran ayah, tidak semua menjalankannya dengan proporsional. Contohnya saja bila ada seminar parenting, yang hadir kebanyakan ibu-ibu.
- Proporsi konten yang menampilkan kekerasan sekarang menjadi wajar. Media dan gadget menjadi pengasuh anak. Bila anak melihat suatu tayangan berulang kali, anak akan beranggapan itu wajar. Contohnya saja adegan pacaran yang menjadikan seseorang populer menghasilkan anggapan bahwa pacaran itu wajar karena mendapatkan pengakuan.
Dari Ibu Tenri A. Palallo:
- Ada beberapa program pemerintah yang diharapkan didukung bersama:
- Relawan pendidikan. Setiap orang memastikan anak-anak di lorongnya bersekolah. Semua anak harus bersekolah. Beri tahu Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BPPA) kalau ada anak-anak yang tak bersekolah.
- Perempuan Penggerak Lorong. Tujuannya bisa menyejahterakan warga lorong dengan berbagai kegiatan.
- Lorong ramah anak. Diharapkan adanya space di lorong yang menjadi tempat bermain anak, lingkungan lorong harus bersih, ceria dan tidak ada kekerasan.
- Deteksi dini. Setiap orang “mempertanggungjawabkan” tetangganya sebanyak 5 rumah di depannya, 5 rumah di belakangnya, dan 5 rumah di sampingnya.
- Smart School (kerja sama dengan BNI). Memberikan makanan bergizi untuk anak-anak.
- Lorong KB. Memastikan orang-orang di lorongnya dalam program kelahiran terencana.
- Gerakan bersesama. Misalnya, jangan merokok di sembarang tempat. Ingatlah kalau orang lain bisa saja terkena penyakit paru-paru akibat menjadi perokok pasif. Contoh lainnya, tegurlah anak-anak berpakaian seragam sekolah yang ada di kafe, suruh mereka untuk pulang ke rumah dulu.
Bisa disimpulkan, melalui diskusi publik ini, ketiga nara sumber mengajak kita untuk sama-sama peduli kepada anak-anak dan
perempuan. Dan mengajak untuk menjadikan anak-anak Indonesia menjadi anak-anak
yang berkualitas.
Makassar, 25 Mei 2016
Bersambung
Share :
jd drpd share berita2 mengerikan itu, mending bikin artikel utk solusinya ya mba...
ReplyDeleteIya Mbak. Sekaligus buat pembelajaran bersama :)
Deletebagus nih acara macam ini selalu diadakan ... mengingat skarang kdrt dimana-mana .
ReplyDeleteBenar, Kakak
DeleteSama mbak, akupun kadang ga mau baca berita2 ttg perkosaan anak2 yg akhir2 inu sering itu. Bukan ga peduli, tp krn ga tega. Kebayang anakku sendiri soalnya :( .
ReplyDeleteTrs acara2 di tv ato tayangan kekerasan dan porno di internet yg srg diliat anak2 juga bikin miris. Aku sebenernya ga ngelarang kalo anakku nonton kartun. Tp kemarin aja pas nemanin dia nonton, ada kartun yg menampilkan adegan ciuman.. ya lgs aku matiin jadinya. Dilema... krn aku jg ga bisa ngawasin trus2 an ankku nonton, ujung2 nya minta bantuan jg ama babysiternya utk bantu mrhatiin tontonan si kecil. Makanya skr ini aku pgn lbh ngebiasain si kecil utk suka membaca aja drpd nonton tv mbak. Aku sendiri ga masalah kalo tv ga ada d rmh. Tp papinya ini yg ga bisa tnpa nonton tv
tulisannya keren dan diskusinya juga keren banget, semoga dapat menjalar di seluruh nusantara.
ReplyDeleteNgeri banget mbak sekarang kejahatan seksual anak khususnya perempuan :(
ReplyDeletesetuju dengan Anak adalah akibat bukan akar masalah,, masyarakat dan keluarga juga ikut ambil bagian penting dalam menyelesaikan konflik yang ada :)
ReplyDeletepengen ada diskusi semacam ini di Sidoarjo, saya sekarang makin jarang nonton tivi mbak Niar...ngeri, berita tivi isinya kriminalitas yang dilakukan anak-anak....semoga generasi muda kita terselamatkan dari bencana yang lebih besar. PR buat kita semua
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya mbak. Isu ini emang selalu menarik. Moga anak2 dan keluarga selalu dilindungi sama Allah aamiin
ReplyDeleteNgeri ya
ReplyDelete