Tulisan ini dimuat di rubrik Opini Harian Fajar, 6 September 2016. Karena terlalu panjang, judul dan ada bagian tulisan yang sedikit diedit oleh editor (tidak mengurangi isinya). Ini versi aslinya:
Harga
buku, untuk buku yang dijual di toko buku besar di Makassar berbeda dengan
harga buku yang sama persis, dalam jaringan toko buku besar yang sama di
Jabodetabek. Untuk Makassar, harganya paling sedikit sepuluh persen lebih
mahal. Untuk buku tipis, perbedaan harganya tak seberapa. Tetapi untuk buku
yang harganya mencapai ratusan ribu rupiah, perbedaannya bisa signifikan.
Perbedaan
harga bagi buku-buku yang berada di jaringan toko buku besar yang sama tidak
sebesar jika buku-bukunya tidak masuk di dalam jaringan toko buku besar
tersebut. Sayangnya, tidak semua buku yang terbit di pulau Jawa khususnya, didistribusikan
di toko buku besar di kota Makassar. Kita-kita yang tinggal di Makassar harus
membeli buku yang tidak masuk di toko buku Makassar via online.
Untuk
buku-buku yang hanya dijual online, perbedaan
harganya bergantung pada ongkos kirim. Semakin berat buku, tentunya semakin
besar ongkos kirimnya. Selain itu, semakin jauh sebuah daerah maka ongkos kirimnya
semakin mahal. Buku adalah satu contoh kecil mengenai besarnya biaya logistik
yang harus ditanggung konsumen di luar Jawa – Bali, termasuk di Kawasan Timur
Indonesia. Cerita yang sama berlaku untuk biaya logistik barang-barang lainnya.
Hubungan Antara PDB dengan Besarnya Biaya
Logistik di Indonesia dan Tol Laut
Dari
data yang diperoleh dari Asosiasi Logistik Indonesia, PDB (Produk Domestik
Bruto) Indonesia harus menanggung biaya sebesar 26.4%. Nilai tersebut termasuk
yang tertinggi diantara negara-negara di dunia. Sebagai bandingannya, bisa
dilihat perbandingan persentasi biaya logistik terhadap PDB di Amerika Serikat
9,9% (di Amerika Serikat, harga beli buku via online sama ke hampir semua wilayah AS), sementara negara-negara di
Eropa hanya 8 – 11%. Tingginya biaya tersebut harus ditanggung oleh konsumen di
Indonesia, terutama para konsumen yang berada di luar wilayah Jawa-Bali, akibat
seringnya kapal pengangkut barang hasil industri kembali dalam keadaan kosong.
Terlepas
dari perdebatan mengenai apakah 68 pelabuhan, bagian dari tol laut yang
dijanjikan pemerintah RI untuk diselesaikan sampai akhir tahun ini realistis
untuk diwujudkan atau tidak, ide tol laut sangat relevan untuk mempermudah
transportasi – yang nantinya mudah-mudahan bakal menurunkan biaya logistik.
Dengan demikian pula diharapkan tol laut akan mendorong pengembangan industri
di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Hubungan Antara Pemerataan Kapasitas
Daya Listrik dan PDB
Pada
tahun 2014, sebanyak 59% penduduk terkonsentrasi dalam 7% wilayah NKRI (pulau
Jawa dan Bali), sementara 41% penduduk lainnya mendiami 93% wilayah NKRI. Dari
93% itu, sebagian besar berada di KTI. Data dari Statistik Indonesia 2015 (sumber:
Badan Pusat Statistik) dan Statistik Ketenagalistrikan 2015 (sumber: Direktorat
Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral)
menunjukkan bahwa 59% penduduk tersebut didukung oleh 70% kapasitas daya
listrik negara dan sebagai akibatnya memberikan kontribusi sebesar 59% dari PDB
nasional. Sebaliknya sisanya, 41%
penduduk yang berada justru di 93% wilayah Indonesia memberikan kontribusi
sebesar 41% dari PDB nasional.
Data tersebut
memperlihatkan ketidakseimbangan penyebaran kapasitas daya tersambung sebagai
implementasi dari asas manfaat pembangunan yang kemudian berdampak lagi pada ketidakseimbangan
penyebaran penduduk. Ketidakseimbangan penyebaran kapasitas daya tersambung ini
mengakibatkan ketidakseimbangan pembangunan industri/usaha dan ketersediaan
lapangan kerja yang pada akhirnya semakin memperparah ketimpangan distribusi
penyebaran penduduk (ingat, 59% penduduk terkonsentrasi dalam 7% wilayah RI).
Menarik
pula dicermati, masih dari Statistik Ketenagalistrikan 2015 dan Statistik
Indonesia 2015, bisa dilihat bahwa industri dan usaha yang berada di wilayah
Jawa – Bali menggunakan listrik 3 kali lipat (92.920 GWh) dibandingkan industri
dan usaha yang berada di luar wilayah Jawa – Bali (30.601 GWh) namun hanya
menghasilkan kontribusi PDB 1,4 kali lipat lebih besar (kontribusi PDB Jawa –
Bali sebesar 6.296 triliun dibagi kontribusi PDB luar Jawa – Bali sebesar 4.403
triliun, hasilnya: 1,4).
Oleh
karena itu, isu pemerataan kapasitas daya terpasang di seluruh wilayah
Indonesia diharapkan dapat memicu pemerataan pembangunan dan kesejahteraan.
Harapannya, setelah itu akan dimungkinkan terjadinya pemerataan penyebaran
penduduk dan pengoptimalan pengembangan potensi daerah. Dengan adanya
pemerataan kapasitas daya terpasang, diharapkan berdampak kepada pengoptimalan
SDM dan SDA lokal, juga kepada penurunan biaya logistik dan peningkatan PDB.
Sebuah Tawaran Solusi untuk Mendorong
Pengembangan KTI
Isu
ini, selain sejalan dengan program tol laut, juga sejalan dengan prioritas
pemerintah dalam membangun kawasan industri. Kementerian Perindustrian, melalui
Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Imam Haryono mengatakan, dalam
jangka panjang menargetkan 36 kawasan industri baru dibangun hingga 2035.
Sebagian besar kawasan industri tersebut berlokasi di luar pulau Jawa dan Bali.
Dalam waktu dekat, direncanakan akan berdiri 7 kawasan industri baru beserta 11
sentra Industri Kecil Menengah di KTI. Kawasan Industri tersebut diharapkan
mampu menyerap investasi sebesar 155 triliun rupiah dan 600 ribu orang tenaga
kerja. Tentunya, pembangunan kawasan industri ini membutuhkan dukungan daya
listrik yang memadai.
Penting
adanya semua pihak terkait duduk bersama guna membicarakan hal-hal yang dapat
menjadi rekomendasi bagi isu pemerataan kapasitas daya terpasang ini. Dengan
kerja sama semua pihak diharapkan dapat mendorong percepatan rekomendasi ke
arah yang signifikan. Dengan demikian banyak hal yang bisa didorong ke arah
yang lebih baik, termasuk peningkatan Indeks Pembangunan Manusia, demi
terwujudnya masa depan yang lebih baik bagi KTI.
Tulisan ini dibuat dalam rangka menyukseskan Semiloka Kajian Pengembangan Ketenagalistrikan di Kawasan Timur Indonesia yang akan diselenggarakan pada tanggal 10 September di Gedung Ipteks UNHAS.
#60TahunUnhas
Makassar, 7 September 2016
Tulisan ini dibuat dalam rangka menyukseskan Semiloka Kajian Pengembangan Ketenagalistrikan di Kawasan Timur Indonesia yang akan diselenggarakan pada tanggal 10 September di Gedung Ipteks UNHAS.
#60TahunUnhas
Share :
Betul sekali Kak, saya sebagai pendatang merasakan betul perbedaan harga antara dulu di Jakarta dengan sekarang di Palopo. Hal ini diperparah dengan langkanya barang-barang yang saya cari, termasuk buku.
ReplyDeleteSusah menemukan koleksi buku yang lengkap di Palopo. Akhirnya terpaksa pesan online. Dan ongkos kirimnya bikin dompet nangiiisss T__T
Sering kali, harga buku dan ongkir sama. ATau malah lebih mahal ongkirnya. Jelas saja bikin nangis, ya Nyak :D
Delete