Saya
belum pernah baca puisi, jadi awalnya saya pikir mudah saja menolak tawaran
Anna untuk ikut meramaikan pembacaan puisi pada ajang bertajuk Membaca WS Rendra di UPRI (Universitas Perjuangan Indonesia) yang
dilaksanakan tanggal 19 November lalu. Sejak jauh-jauh hari sebelumnya, masih
bulan Oktober, Anna sudah meminta kesediaan saya.
“Saya
tidak biasa baca puisi, Anna,” maksud saya ingin menolaknya secara halus.
“Tidak
apa-apa ji, Kak. Memang yang baca
puisi ini orang-orang yang tidak biasa baca puisi. Di antaranya ada pengemudi
gojek yang akan ikut baca puisi,” jawab Anna.
Owh.
Baiklah kalau begitu.
Mungkin saya perlu mencobanya.
“Tapi
kasihkan ka’ puisinya Rendra, ya
Anna?” pinta saya. Pasti panitia tahu puisi Rendra yang mana yang keren untuk
dibawakan di acara baca puisi.
“Siap
Kakak. Nanti kami carikan,” Anna
menyanggupi.
“Ada ji yang bisa antar ka’ pulang? Diantar ja’ suami
perginya, pulangnya ji yang tidak,”
Kampus UPRI di Antang bok, saya tidak
tahu bagaimana caranya pulang dari sana.
“Ada ji Kakak, insya Allah,” sekali lagi Anna
menyanggupi. Anna memang keren, dia mau saja memenuhi permintaan saya. Untuk kedua kalinya, saya mau diajak ke
acaranya. Sebelumnya, saya pernah menghadiri seminar internasional di kampus
UNHAS (baca di sini ceritanya). Kali ini acara baca puisi.
Keren.
Baca puisi.
Niar baca puisi di sebuah acara
kampus.
Tapi ... seumur-umur, dia ndak pernah
baca puisi di depan banyak orang!
Glek.
Saya
mengenal Anna Asriani sejak kami sama-sama ikut kelas menulis di Kampung Buku
beberapa tahun lalu (baca tentang pelatihan itu di: Kesan di KMM-nya Makassar Nol Kilo Meter ). Gadis berwajah oriental
ini sangat aktif dan punya banyak ide. Ajakannya ini memang irressistible bagi saya. Seperti ada
kekuatan magnit besar yang membuat saya ingin memenuhi ajakannya.
Tapi kali ini, baca puisi?
Berani-beraninya saya menerima tawaran baca puisi! Lha bicara biasa saja, kalau
itu harus di depan mata banyak orang saya bisa tergagap. Ini baca puisi? Yang
harus sekaligus memainkan intonasi verbal dan mendinamiskan ekspresi wajah
ketika membacakan puisi?
Ya ampuun. Berani benar saya!
Pikiran-pikiran
seperti itu terus berkecamuk tetapi saya tak pernah berniat membatalkan pernyataan
keikutsertaan saya. Saya ingin menganggapnya sebagai tantangan menarik. Toh,
saya nantinya tak akan berlomba. Hanya berpartisipasi pada peringatan 81 tahun
almarhum penyair besar itu.
Hanya
satu yang terpikirkan oleh saya untuk berlatih, yaitu melihat-lihat di Youtube
bagaimana orang membaca puisi. Salah satunya yang bisa diintai adalah bagaimana
puisi-puisi karya Aan Mansyur pada film Ada Apa dengan Cinta 2 dibacakan.
Untungnya
saya masih sering main ke Regus (baca tentang Regus di: 12 Alasan Menyewa Ruang Kantor di Regus). Sekali waktu, saat sedang berada di sana, saya
mencoba mempelajari pembacaan puisi-puisi pada film Ada Apa dengan Cinta 2
melalui Youtube. Hm, biasa saja, ya. Membacanya dengan cara mengalir pelan.
Tidak terkesan dibuat-buat tapi yang mendengarnya bisa merasa dibuai. Yang
membaca puisi mesti bisa menyentuh perasaan audiensnya.
Eh, tapi puisi-puisi di film AADC 2
kan puisi-puisi cinta. Sementara yang akan saya bawakan di acara Membaca WS
Rendra kan bukan puisi cinta? Rendra kan tidak semata terkenal sebgai penyair
cinta?
Hadeh ... harus mencoba cara lain.
Begitulah
proses belajar saya. Pengalaman pertama membaca puisi di depan banyak orang,
pada usia yang tidak muda lagi saya pakai untuk kembali menantang diri
melakukan hal yang tidak biasa saya lakukan (hahay saya pernah mendapat pengalaman pertama wawancara tivi live, lho, silakan baca di: Pengalaman Pertama Wawancara Televisi, Live Pula!) . Sekalian melatih kemampuan public speaking secara gratis juga, saya pikir. Toh bukan hanya saya
sendiri yang akan tampil. Ada orang-orang lain juga yang akan tampil,
setidaknya begitu begitu kata Anna pada saya.
“Di
mana saya antarkan undangan ta’, Kakak?”
tanya Anna pada suatu hari.
“Siapa
tahu bisa lewat Rappocini, kabari ma’ Anna.
Atau titip mi di Regus, di Graha Pena lantai 5. Saya biasa ji ke sana,” asyik juga bisa
menyebut alamat kantor seperti ini walaupun cuma sementara. Meskipun tak bisa
bertemu langsung, Anna tinggal datang ke Regus dan menitipkan puisi saya pada
Pak Lukman yang sedang berjaga di front
desk.
Setelah
beberapa hari, puisi yang dijanjikan Anna tiba di Regus. Tak sabar, saya segera
membaca puisi yang dititipkan panitia untuk saya baca. Namun saya tercekat
membaca puisi berjudul BERSATULAH
PELACUR-PELACUR KOTA JAKARTA itu. Saya membayangkan diri saya membaca puisi
yang bertaburan banyak kata-kata vulgar itu. Oalah, saya tak percaya diri
membaca puisi ini. Bukan salah puisinya. Saya tak bisa me-matching-kan diri saya dengan puisi ini. Saya akan menjadi bukan
diri saya kalau nekad membacakannya.
Segera
saya cari puisi Rendra di Youtube. Hal yang tak saya lakukan sejak awal haha.
Dengan cepat saya mendapatkan beberapa video puisi karya Rendra. Salah satunya
adalah video ketika Rendra membawakan sendiri puisinya yang berjudul MASKUMAMBANG pada konser Sawung Jabo pada bulan Agustus tahun 2009. Saat
menyimaknya dengan penuh perhatian, spontan saya jatuh cinta pada puisi ini.
Jatuh cinta pada pendengaran pertama. Hati saya tergetar mendengarnya. Bahkan
mata saya berkaca-kaca meresapi baris demi barisnya.
Saya
mau membawakan puisi ini. Kali ini tekad saya membulat. Benar-benar bulat. Saya
sudah membayangkan diri saya tampil membacakan Maskumambang. Saya pasti percaya
diri membawakannya.
Ah,
tentang acar pembacaan puisi itu, saya tulis di bagian lain, yah. Tulisan yang
ini sudah terlalu panjang. Masih mau
membacanya, kan?
Makassar, 26 November 2016
Bersambung ke tulisan berikutnya:
Share :
Pasti ada recordnya yq, Mbak. Puter, dong di blog post. :D
ReplyDeleteMaluuu hahaha
DeleteKok aku ikut deg2an juga ya...share ya mbak,penasaran^^
ReplyDeleteTulisan berikutnya sudah ada Mbak. Tapi masih bersambung, satu lagi :)
DeleteWow luar biasa, baca puisi itu asyik kan? Pasti ketagihan mau terus baca dan baca. Karena membaca puisi itu ibarat mengutarakan perasaan yg bisa jadi bukan suara hati kita sendiri namun berusaha masuk dalam alur ceritanya. Ajak ka juga na...rinduku mo baca puisi
ReplyDeleteWaahh asyiik yaa membaca puisi Was. Rendra. Jadi gak sabar pengen tau kelanjutannya.. lanjut baca aahh.. 😊😊
ReplyDeleteMau denger rekaman puisinya dong kak Niar..
ReplyDeleteaku ikut deg2an mbak hahha jadi pengen denger mbak baca puisi :D
ReplyDeletediniratnadewi.blogspot.co.id