Saya
dulu kuliah di fakultas yang Opspeknya (dulu orientasi mahasiswa baru disebut
Opspek di kampus saya) terkenal keras: Fakultas Teknik UNHAS. Ibu saya dag dig
dug saat tahu masa menghadapi Opspek akan saya hadapi. Beliau melakukan usaha
“pencegahan” untuk melindungi saya dari kekerasan. Soalnya kan ini “fakultas
maskulin”. Perempuan hanya segelintir di dalamnya. Seangkatan dan sejurusan
saya (Elektro, tahun 1992), hanya ada 15 perempuan di antara 105 laki-laki.
Tak
hanya Ibu, seorang kawan sejak SD yang tahu betul kualitas fisik saya sampai
mengatakan, “Niar yang pe’lo begitu
masuk Fakultas Teknik?” 😝 Pe’lo itu apa ya Bahasa Indonesianya? ... Yang jelas, fisik saya lembek, itu saja. 😅
Ibu
saya mendatangi kenalan dan kerabat yang anaknya lebih dulu kuliah di Fakultas
Teknik, meminta para senior itu menjaga saya selama orientasi mahasiswa baru. Singkat cerita,
saya menjalani Opspek yang memang keras secara gemblengan fisik. Beruntung saya
tak pernah mendapatkan tindakan kasar padahal pendamping kelompok saya dua
orang senior cewek yang terkenal kejam.
Singkat
cerita, saya berhasil menjalani Opspek walau tertatih-tatih. Sesekali ada
bantuan dari senior yang “menjaga” saya tapi hanya seputar memberikan air minum
saat saya kelelahan dan memisahkan saya dari gerombolan besar peserta Opspek
saat genjotan fisik sedang keras-kerasnya. Bantuannya pun tidak sering datang.
Ada kalanya saya mengedarkan pandangan, mencari bala bantuan, saya tidak
menemukan senior yang menjaga saya.
Sekali
lagi, saya katakan saya tidak pernah mengalami tindakan kasar, baik dari senior
cewek apalagi cowok. Para senior memegang erat aturan bahwa lelaki dilarang
mengurusi, apalagi sampai menyentuh maba (mahasiswa baru) cewek. Malah para
maba perempuan terjaga oleh mereka.
Usai
Opspek, saya masuk kuliah dengan perasaan “kuat” dan bangga karena baru habis
melewati suatu tantangan. "Mana itu yang mengatai saya pe’lo, saya sudah
buktikan kalau saya tidak pe’lo dan bahkan tidak pernah beralasan sakit ataupun
sakit betulan selama Opspek!" rasanya ingin meneriakkan kata-kata itu di telinga orang yang sempat meragukan saya. 😝
Sekarang, saya melihat manfaat Opspek bagi saya adalah: modal awal untuk merasa siap dan kuat menghadapi tantangan-tantangan berikutnya selama kuliah yang ternyata lebih berat. Alhamdulillah, saya memang siap dan kuat. Saya menyelesaikan kuliah dalam jangka waktu 4 tahun 9 bulan, dalam sistem yang tidak mengenal pengulangan dalam semester yang sama.
Sekarang, saya melihat manfaat Opspek bagi saya adalah: modal awal untuk merasa siap dan kuat menghadapi tantangan-tantangan berikutnya selama kuliah yang ternyata lebih berat. Alhamdulillah, saya memang siap dan kuat. Saya menyelesaikan kuliah dalam jangka waktu 4 tahun 9 bulan, dalam sistem yang tidak mengenal pengulangan dalam semester yang sama.
Dan,
para oknum penyiksa mahasiswa baru. Saya akui, mereka ada. Mereka bertindak
atas kemauan sendiri. Bukan berdasarkan perintah panitia Opspek atau institusi. Saya pernah
melihat TOR Opspek FT UNHAS. Isinya seputar pengembangan dan penggemblengan
diri. Tak ada “aturan pemukulan” di dalam sana.
Adapun
yang sok superior, mereka hanya oknum yang punya sifat pongah dan bodoh.
Memanfaatkan kegiatan bertema orientasi mahasiswa baru. Dan sampai sekarang
orang-orang seperti itu masih saja ada. Mungkin saja mereka akan tetap ada
selama setan masih ada di dunia ini. Secara diam-diam setan menyusup ke dalam
hati mereka dan mebuat mereka menikmati kegiatan menyiksa orang-orang tak
berdaya karena berada di bawah tekanan superioritas mereka sebagai senior,
hingga membuat mereka tertawa. Mereka barangkali baru berhenti tertawa saat yang disiksa
sudah tak bernyawa. Ini pekerjaan rumah besar buat kita semua. Semuanya, tanpa
kecuali karena para pelaku dan para korban adalah anak-anak bangsa ini.
Makassar 26 Januari, 2017
Turut
berduka kepada para orang tua yang kehilangan anak mereka saat berstatus
mahasiswa baru. Saya turut merasa teriris-iris menyimak berita tentang anak
Anda. Semoga anak-anak itu beroleh surga. Semoga Allah memberikan Anda ketabahan.
Catatan:
Gambar berasal dari pixabay.com
Share :
sama halnya dengan masalah korupsi, semua pelakunya adalah oknum yg memanfaatkan keadaan
ReplyDeleteIya benar. Pelakunya bukan institusi, hanya segelintir oknum.
DeleteSeharusnya Ospek bukan jadi ajang gagah-gagahan, tapi gimana membentuk anak-anak "piyik" jadi lebih siap dengan tempaan dunia kuliah ya. Sedih banget aku baca berita berita kemarin :(
ReplyDeleteIya Win. Mestinya sadar, jadi kakak harus bagaimana ke adiknya bukannya sok gagah :(
DeleteMba Niar, seringkali senioritas yang mereka lakukan tak tepat, ya seperti kejahatan yg membuat orang sampai meninggal. Apa pengen keliatan jagoan? Duh aku jadi geram mba
ReplyDeleteMereka pikir keliatan gagah apa yah? PAdahal menurut saya sih kelihatan aneh, bahkan konyol atau bodoh.
DeleteSuper zenior :)
ReplyDeleteBerarti waktu pozma'92 pas kebakaran lab teknik ya Kak?
Dimasuki setan merah :)
Hehehe iya benar. Yang jelas yang bakar bukan anak Teknik. Entah setan apa namanya yang menyusup :D
DeleteEfejknya, alumni UNHAS terkenal sebagai orang-orang yang "membakar kampusnya sendiri". Yang kena bukan hanya Anak Teknik, lho. Semua anak Unhas.
Amat disayangkan ya mba, masih ada saja kekerasan dlm dunia pendidikan :(
ReplyDeleteSeolah-olah dalam dunia pendidikan, Mbak Santi. Padahal ini hanya oknum yang melakukannya. Bullying di mana-mana ada :(
DeletePas dengar berita, seperti tidak percaya, Hari gini, kekerasan masih merajalela.
ReplyDeleteAku juga pernah alami ini, Opspek, Orientasi Pengenalan Kampus. Dibentak, dihina namun minus kontak bodi.
Dan yang paling galak ternyata yang paling naksir, hahaha...
Namun aku terlanjur kehilangan selera. ~_*
Ya, ya. aku setuju .
ReplyDeleteSebenarnya ospek kan tujuannya untuk memperkenalkan lingkungan terhadap mahasiswa baru. Bukan mendidik secara fisik.
Tapi memang diakui juga ospek menjadi sarana balas dendam.
Orang kuliah kan tidak harus berfisik sempurna dan kuat kan ?
gregetan gw liat anak yg di UII .
ReplyDeleteHuhu bisa ya bersikap ga jujur gitu u,u kasian yang jujur
ReplyDeleteWaktu dengar berita ini saya juga sedih mbak niar.
ReplyDeleteNangis saya..
Apakabar orang tua mereka yang menunggu anak anaknya lulus kuliah, harus menerima kenyataan bahwa anaknya telah meregang nyawa.
Baiklah saya ngaku.. Saya juga suka MOS. Dulu saya benci banget waktu di bimen (bimbingan mental) tapi kalau di inget inget emang itu sih yang bikin kuat.
Bikin kangen masa mas MOS. Tapi kalau sudah sampe ke penyiksaan fisik itu memang keterlaluan.
Sa juga punya cerita tersendiri tentang ospek ini. Di kampus yang dulu, sebelum pindah ke Lombok, saya dan teman (berdelapan) plus ada gank yang lain (eaaa ma'genggeng..) itu sama sekali ndak ikut ospek. Ikut sih pra-nya. Tapi hari pertamaji.
ReplyDeleteJadilah setelah itu kami dicueki sama teman2 yang ikut plus sama senior. Ada lah yang bilang bakal ndak lama bertahan di sana, ada yang bilang ndak bakal selesai karena ndak ada yang bantu,dll. Kenyataannya selesai semuaji temanku. Bahkan salah satunya jadi lulusan pertama dan terbaik tingkat jurusan apa fakultas gitu sa lupa.
Lucunya, sampai detik ini mereka masih ndak dianggap "keluarga" oleh teman-teman seangkatan karena ndak ikut ospek. Ndak solid bede~
Eaaaa, rempong begitu hidupnya...hihihi