SD IMB (Sekolah Dasar Inpres Maccini Baru) menjadi pilihan kegiatan SMADA 92 Berbagi pada tanggal 30 September lalu. Bukan tanpa alasan mengapa sekolah ini dipilih.
Pionir Sekolah Inklusi di Kecamatan
Tamalate
Alasan
pertama adalah karena sekolah ini merupakan sekolah pertama di kota Makassar
yang menerapkan sistem inklusi dengan sebenar-benarnya. Banyak sekolah di kota
ini “mengaku” menjalankan sistem inklusi tapi pada kenyataannya yang memang
menyelenggarakan tak banyak. Butuh sistem yang terlaksana, para guru dan murid
yang peduli, dan murid-murid berkebutuhan khusus yang memang membutuhkan sistem
inklusi berjalan sebagaimana mestinya. Sekolah yang mengaku menjalankannya, ada
yang bahkan tak memiliki semua hal tersebut.
SD
Inpres Maccini Baru sudah menyelenggarakan sistem inklusi sejak tahun 2003.
Saya pernah bertemu dengan kepala sekolah terdahulu dan bertanya langsung
padanya, sejak kapan sistem inklusi diterapkan di SD IMB dan Bu H. Ajawati
(nama kepala sekolah yang pertama kali menginisiasi sistem inklusi di sekolah
tersebut) mengatakan, “Sejak tahun 2003”. Namun baru pada tahun 2013 sekolah
ini ditetapkan sebagai sekolah inklusi yang kemudian Ibu Ajawati sering menjadi
pembicara tentang sistem inklusi hingga ke luar pulau.
Penyambutan yang serius oleh para siswi ini |
Eeh .. ada yang sadar kamera 😆 |
Sebagai
pionir, SD IMB sering didatangi tamu dari mana-mana yang ingin melihat
keberlangsungan sistem inklusi namun sayangnya, masih ada keterbatasan dana dan
sarana mengingat pembiayaan tidak bisa sepenuhnya ditanggung oleh negara
sementara orang tua siswa dari anak berkebutuhan khusus pun tidak bisa dibebani
dengan biaya besar karena sekolah ini sekolah negeri. Melihat hal ini maka
semakin kuat alasan teman-teman alumni SMADA 92 berbagi di sekolah ini.
Alasan
lainnya yang tak kalah kuatnya adalah bahwa ternyata camat di wilayah kecamatan
Tamalate di mana sekolah ini berlokasi – Pak
Hasan Sulaiman adalah salah satu kawan kami – alumni SMAN 2 Makassar
angkatan 92. Oleh karena itu, alasan kami menjadi semakin kuat untuk berbagi di
sekolah ini.
Setelah
tertunda-tunda beberapa kali, akhirnya jadilah kami bertandang ke SD IMB pada
hari Jumat tanggal 30 September lalu. Aneka mainan dan buku ala kadarnya kami
bawa untuk anak-anak SD IMB. Tak dinyana, ada sambutan khusus dari grup
kesenian SD IMB. Sekelompok anak perempuan menyambut rombongan kami di pintu
gerbang dengan nyanyian dan tarian lalu kami dipersilakan masuk ke perpustakaan
sekolah.
Penerima Penghargaan Adiwiyata
Mandiri
Ibu
Rahmawati menemani kami ngobrol, menggantikan ibu Risnawaty – kepala sekolah
yang sedang dalam tugas di tempat lain. Ibu Rahma menyampaikan sambutan
menerima kami dan menceritakan mengenai sejarah sistem inklusi di SD IMB. Ibu
Rahma juga menceritakan mengenai penghargaan Adiwiyata Mandiri yang diterima
sekolahnya pada tahun 2013.
ADIWIYATA
MANDIRI adalah penghargaan bergengsi di bidang lingkungan hidup. Penghargaan
ini diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia kepada sekolah yang dinilai telah mampu mengaktualisasikan budaya
lingkungan di semua aspek kegiatan sekolah dalam rangka meningkatkan peran
warga sekolah dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup guna
menunjang pembangunan yang berkelanjutan dan juga telah berhasil membina
sekolah imbas agar turut serta membudayakan ramah lingkungan dan melestarikan
lingkungan sekolah sebagai wahana belajar yang aman, nyaman dan menyenangkan.
“Saat ini, sedang menuju ke tingkat ASEAN,” imbuh Ibu Rahma mengenai
penghargaan ini.
Di perpustakaan |
Tentang Pengawasan Bersama
Hasan
– pak camat Tamalate menyampaikan maksud kedatangan kami sekaligus menitipkan
amanah walikota Makassar – Pak Danny Pomanto mengenai “Jagai Anatta’”, yaitu anjuran agar semua sekolah memperketat pengawasan
kepada semua anak didiknya dengan memperkuat pengawasan dari para orang tua.
Well, tentang pengawasan dari para orang
tua, saya melihat di sekolah ini ketat berjalanannya. Karena dalam satu
lingkungan sekolah hanya satu sekolah ini, para orang tua, guru, hingga petugas
kebersihan sekolah dan pemilik/penjaga kantin seara bersama-sama memperhatikan
keselamatan siswa-siswi. Pintu gerbang lebih mudah teramati ketimbang sekolah
yang di dalamnya ada 2 atau lebih sekolah. Bahkan petugas kebersihan penjaga
kantin sekali pun care kepada para
siswa berkebutuhan khusus. Mereka rela membantu anak berkebutuhan khusus ke
kamar kecil misalnya atau memperhatikan jajanan mereka. Contohnya adalah ketika
ada yang minum atau makan secara berlebihan, mereka mengingatkan, bahkan
melarang anak untuk mengambil lebih.
Tentang Ketulusan dan Sosialisasi
Bahaya Narkoba
Di
perpustakaan, selain Ibu Rahma ada beberapa guru yang terlibat dalam pertemuan.
Ada Pak Rahman, guru olahraga dan Pak Andhar, guru pendamping khusus (GPK). Di samping Pak Andhar duduk Abid – siswa yang didampingi
oleh Pak Andhar. Abid amat “lengket” dengan Pak Andhar. Terkadang, saat harus
mengurus sesuatu di luar sekolah, Pak Andhar membawanya serta. Bahkan sampai ke
acara pernikahan pun Abid ikut serta.
Di Ruang Sumber (Ruang Inklusi), bersama pada Guru Pendamping Khusus (GPK) dan anak-anak berkebutuhan khusus. |
Serah-terima mainan dan buku. |
Dari
perpustakaan, kami melihat-lihat ruang inklusi atau yang biasa juga disebut
“Ruang Sumber”. Ruang yang luasnya kira-kira 12 meter persegi ini (berdasarkan
perkiraan kasar saya) setiap hari Sabtu mengadakan kegiatan bersama untuk
anak-anak inklusi (anak inklusi adalah sebutan lain bagi anak berkebutuhan
khusus yang bersekolah di IMB). Kegiatannya seputar keterampilan kreatif. Atau
setiap harinya, mereka bisa menempati ruangan ini sepulang sekolah atau jika
bosan di dalam kelas. Saat itu ada beberapa anak bersama beberapa guru
pendamping khusus sedang belajar menulis. Sungguh sabar para GPK mendampingi
dan mengarahkan anak-anak spesial itu.
Ada
19 anak berkebutuhan khusus di sekolah ini yang tersebar dari kelas 1 sampai
kelas 6. Mereka memiliki kekhususan yang berbeda-beda. Ada yang mengalami
keterbatasan fisik, ada autisme, down
syndrome, speech delay, ADHD, dan
lain-lain. Para GPK harus bisa memahami kebutuhan siswa dampingannya dan yang
berada dalam pengawasannya. Saya melihat ketulusan luar biasa dari wajah-wajah
mereka saat mendampingi anak-anak tersebut. Sebagai seorang ibu, saya tahu, bukan hal yang mudah
berada di posisi mereka tetapi mereka bersungguh-bersungguh berusaha melakukan
yang terbaik.
Usai
melakukan serah terima mainan dan buku, tak berapa lama kemudian ibu kepala
sekolah datang dan mengajak kami ke Ruang Kepala Sekolah. Dua orang teman –
Trisnawaty yang akrab disapa dengan panggilan “Ibu Dokter Tilly” dan Muhammad Aqsha –
Ketua Harian IKA SMADA Makassar Angkatan 92 menuju ke ruang kelas yang terletak
di sebelah Ruang Kepala Sekolah untuk memberikan Sosialisasi Bahaya Narkoba. Sosialisasi ini juga merupakan salah satu agenda kami
berkunjung ke SD IMB mengingat baru-baru ini marak berita tentang banyaknya
anak sekolah yang menjadi korban obat terlarang di kota Kendari.
Sosialisasi Bahaya Narkoba |
Ibu Dokter Tilly dan Pak Ketua Harian Aqsha |
Mari wefie bersama Om Aqsha 😇 |
Saat
Tilly dan Aqsha di ruang kelas sebelah, saya dan teman-teman yang lain ngobrol
santai dengan Ibu Kepala Sekolah. Obrolan kami seputar kondisi sekolah dan
obat-obatan terlarang. Seorang ibu – Ummi Naura sapaannya bergabung bersama
kami. Naura, siswi kelas 5 di SD IMB menjadi salah satu siswi inklusi. Naura
memiliki keterbatasan fisik karena cerebral
palsy. Dia anak yang cerdas dan bisa mengikuti pelajaran sekolahnya dengan
baik. Hanya saja, untuk berjalan dia harus dipapah.
Ummi
Naura menceritakan kepada kami bagaimana kawan-kawan sekelas Naura dikondisikan
bisa membantu Naura keluar-masuk kelas saat jam istirahat dan pulang sekolah..
Beberapa kawan terbiasa memapahnya ke tempat Ummi Naura menunggu saat jam
istirahat. Begitu bel masuk berbunyi, kawan-kawannya keluar untuk membawa
kembali Naura masuk ke dalam kelas.
Ngobrol di Ruang Kepala Sekolah |
Mendengar cerita Ummi Naura |
Dari
salah seorang orangtua siswa, saya pernah mendengar cerita bahwa seharusnya
kelas 5 berada di lantai atas tetapi karena kepedulian terhadap sistem inklusi,
khusus untuk Naura, kelas 5 tetap berada di bawah karena Naura kesulitan
mengakses gedung tinggi. Masya Allah,
andai semua sekolah seperti ini, ya.
Menjelang
pukul 11, kunjungan kami berakhir. Senang sekali bisa melihat secara lebih
dekat mengenai sekolah yang menjadi pionir sistem inklusi di Makassar. Semoga
kunjungan kami kali ini membawa manfaat untuk sekolah dan terkhusus bagi kami
sendiri. Terima kasih SD IMB, telah menerima kami dengan begitu baik.
Makassar, 8 Oktober 2017
Keterangan sumber foto-foto di atas:
Aqsha, Diah Purnama, dan saya sendiri.
Baca juga cerita-cerita kami lainnya:
- SMADA 92: Raker Trip to Galesong
- Ngobrol Seru di Car Free Day Sudirman
- Bincang Serius Santai di Reunian SMA
- Cerita ABG Masa Lalu: Reuni
- Menuju Reuni Perak SMAku
- Toilet untuk SMADA
- SMADA 92 Berbagi: Episode Bus Mamminasata
- Silver Reunion SMADA 92: Anjangsana Nostalgia
- Meriahnya Acara Puncak Silver Reunion SMADA 92
- Silver Reunion: Spesial Kelas Fisika 2
Share :
teman-teman kita juga berhak mengecap pendidikan inklusi dan yang aku tahu prestasi mereka luar biasa inspiratif :)
ReplyDeleteIya Koh. Sudah selayaknya akses mereka diperhatikan. Teman-teman itu bukan butuh dikasihani, hanya butuh lingkungan yang lebih ramah :)
DeleteKeren kanda tulisannya.
ReplyDeleteTerima kasih
Delete