Menjelang
penghujung bulan Oktober, saya mendapatkan undangan untuk menghadiri Edu Talkshow
dari Think Survive mengenai kanker payudara. Think Survive – sebuah komunitas sosial peduli kanker payudara menyelenggarakan
Edu Talkshow ini sebagai puncak dari rangkaian kegiatan Octobreast Cancer Festive pada bulan Peduli Kanker ini.
Ibu Khadijah
(ketua panitia) saat memberi kata sambutan di awal acara menceritakan mengenai
rangkaian kegiatan yang diselenggarakan, salah satunya adalah Yoga Charity di Taman Pakui (di
pekarangan kantor PU). Yoga Charity ini
sekaligus merupakan “awareness campaign”,
demikian penuturan Ibu Nita
Nursepty –
ketua Think Survive dalam kata sabutannya. Menurut Ibu Nita, Octobreast Cancer
Festive berlangsung sejak tanggal 22 Oktober. Pada tanggal 28 – 29 Oktober diselenggarakan
kegiatan di Bantaeng, di antaranya dalam bentuk karnaval dan screening payudara.
Ibu
Nita menceritakan bagaimana Think Survive selama ini berperan dalam perjuangan
mengalahkan kanker. Kini, Think Survive telah bekerja sama dengan RS Wahidin
Sudirohusodo dan RS Unhas untuk polling data
pasien dan untuk memotivasi pasien kanker. Selain itu, sudah ada 3 unit kamar
rumah singgah bagi pengguna BPJS Kesehatan kelas 3.
Ketua panitia Octobreast Cancer Festive |
Penggagas dan inisiator Think Survive |
Media
sosial Think Survive yang aktif adalah WA Group. DI sini saya pengen mengusulkan supaya media sosial lain juga
diaktifkan, seperti Facebook, Twitter, Instagram. Kalau perlu bayar iklan agar
menjangkau lebih banya lagi orang Indonesia supaya tingkat kesadaran dan
pengetahuan masyarakat mengenai kanker payudara semakin tinggi.
Tak
berpanjangan lagi, talkshow bertema Semangat Persahabatan dan Berbagi Kebahagiaan, Bersama
Kita Bisa pun
dimulai. Bertindak sebagai moderatornya adalah dr. Lela Royani.
Dokter Leyla memperkenalkan nara sumber pertama – dr. Septiman Sp. B(K), Onk.
“Kanker payudara tidak ada prevensi. DI Indonesia menyatakan demikian. Yang ada (adalah) deteksi. Jangan katakan pada masyarakat (untuk) mencari kanker tapi (katakan, carilah) perubahan pada payudara!” dokter Septiman membuka materinya.
Bagaimana caranya?
Kenali payudara!
Dokter
Septiman mencontohkan: kenali bentuk payudara. Pada masa-masa tertentu, siap
untuk mengamatinya di depan cermin. Tutup mata, ingat-ingat seperti apa
bentuknya. Buka mata, lihat di depan cermin. Apakah masih seperti itu? Perlu
juga mengenali payudara saat ovarium mengeluarkan telur (pada saat ini,
biasanya bentuknya berubah), kenali rasa nyeri yang timbul saat itu. Nah, kalau
rasa nyeri itu berubah, kenalilah juga.
Dokter Septiman dan dokter Leyla |
Dokter
Septiman mengajak untuk mengubah mindset.
Jangan mengenali kanker itu seperti apa. Namun carilah perubahan yang
terjadi. Periksa setiap bulan. Dua pekan
setelah menstruasi, ketika bentuk payudara menormal kembali (dan tidak ada
rasa nyeri seperti yang timbul saat menjelang atau saat haid). Dengan demikian
sedini mungkin bisa dideteksi adanya perubahan. Kalau tidak ada, ya alhamdulillah.
Bagaimana dengan faktor risiko?
Ada perempuan yang berisiko dan ada pula yang tidak.
Yang manakah perempuan yang berisiko
terkena kanker payudara? Misalnya, mereka yang:
- Pernah trauma di dada atau ada riwayat operasi di dada. Tante saya ada yang pernah mangalami kecelakaan lalu lintas dan dadanya mengalami benturan, dia terkena kanker payudara pada tahun 1980-an. Alhamdulillah hingga sekarang masih segar, sebagai survivor kanker.
- Cepat mengalami haid pertama kali (cepat terekspos hormon).
- Tidak pernah hamil dan menyusui.
- Faktor genetika (hanya 7%).
Sebagian peserta |
Selanjutnya,
satu-satunya nara sumber laki-laki di acara Edu Talkshow ini mengingatkan bahwa
dalam mendeteksi perubahan pada payudara, janganlah
terlalu cemas. Sebab perubahan
bisa berarti banyak hal, bukan cuma kanker. Cuma satu persen deteksi
perubahan pada payudara yang kemudian dinyatakan sebagai kanker. Selebihnya
bisa inflamasi atau infeksi. Jangan
langsung berpikir tentang “kanker”. Penting juga untuk melakukan
pemeriksaan - semisal mammografi pada
waktu yang pas. Jangan membiarkan perubahan pada payudara berlangsung dalam
waktu lama. Selain itu, aturan makan
yang benar juga merupakan hal penting.
Pemeriksaan
mammografi penting dilakukan perempuan yang berusia 35 tahun ke atas atau yang
sudah menyusui meskipun belum berusia 35 tahun. Yang belum menyusui dan berusia
di bawah 35 tahun penting melakukan pemeriksaan USG atau MRI.
Dokter
Septiman mengunci sesinya dengan sekali lagi mengingatkan: “Tahu perubahan pada
payudara dan tindaki!”
Makassar, 11 November 2017
Bersambung ke tulisan berikutnya:
Baca tulisan lain tentang kanker payudara:
- Lovepink dan Pinky Promise Menggugah di Octobreast
- I Am Hope: Ya, Masih Ada Harapan
- Inspirasi dari Deasy Maslianita, Sang Survivor Kanker
Keterangan:
Think
Survive.
Website:
http://www.thinksurvive.org/
Laman
Facebook: Rumah Peduli Kanker "Think Survive" - Makassar
Think
Survive adalah sebuah wadah sosial yang digagas dan diinisiasi oleh Nita Nursepty untuk saling memotivasi
dan berbagi kepada sesama penyintas kanker. Think Survive diperkenalkan di
publik pada tanggal 9 Oktober 2015 di Trans Studio Mall.
Situs
KalahkanKanker
http://www.kalahkankanker.com
Situs
KalahkanKanker menyediakan berbagai materi edukasi seperti tinjauan luas,
penyebab, gejala, faktor risiko, persiapan dan kunjungan ke dokter, diagnosa,
stadium, pengobatan, pencegahan dan komplikasi seputar 8 jenis kanker (termasuk
kanker payudara).
Share :
Makasih kak Niar sudah menuliskan hal ini ..
ReplyDeletemasyaAllah.. semoga para survivor kanker payudara bisa tetap mengedukasi papa perempuan di Indonesia dengan terus mengadakan talkshow kayak gini.
Itu cukup membantu. Sayang, masih banyak yang malu memeriksakan ketika timbul benjolan.
ReplyDeleteNgeri banget kanker payudara itu. Jangan sampai deh. :'(
ReplyDeleteSemoga semua wanita bisa terbebas dari penyakit ini. Ya, memang dari kesadaran masing2. Jangan malu periksa kalau memang ada benjolan mencurigakan.
ReplyDeleteInformasinya sangat bermanfaat, kak. Salut dengan Think Survive yang terus berupaya menyebarkan awareness tentang kanker payudara.
ReplyDeleteternyata faktor genetik 'hanya' menyumbang 7% resiko ya kak.. semoga dijauhkan dari kanker ya.. bagi survivor semoga dikuatkan.. dan disembuhkan.. salam sehat selalu..
ReplyDeleteHi, Neat post. There is an issue along with your web site in web explorer, would check this?
ReplyDeleteIE still is the market leader and a big element
of other people will pass over your magnificent writing because of this problem.