Seperti banyak ibu di dunia ini, gadget dan anak-anak menjadi salah satu concern saya. Memang sudah masanya anak-anak sekarang memegang dan beraktivitas dengan gadget. Namun tetap harus dibatasi. Selain karena memperkecil salah satu faktor risiko mata minus pada anak, juga agar pemanfaatan waktu anak lebih terkontrol. Kali ini, saya ceritakan salah satu caranya, yaitu dengan mengunci aplikasi gadget dari anak. Namun pertanyaan selanjutnya: berhasilkah atau tidak?
Ketika
saya beraktivitas dengan media sosial, anak-anak saya juga nimbrung. Affiq yang
sudah punya akun sendiri di Facebook sejak berusia 13 tahun (hampir 4 tahun yang lalu) sesekali membuka akunnya
sendiri, melalui handphone saya.
Sedangkan kedua adiknya yang belum boleh punya akun media sosial ikut
berselancar di media sosial melalui akun saya. Dengan pengawasan saya tentunya.
Bak
kata pepatah – sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga, saya
kebobolan juga. Tiba-tiba saja saya sudah berteman dengan kawan-kawan sekelas
Athifah dan tergabung dengan grup anak-anak kelas 5 sekolah dasar itu. Usaha kedua anak terkecil untuk menguasai HP saya pun semakin besar.
Afyad
yang tadinya hanya sekadar melihat-lihat foto, tiba-tiba tergerak bikin status
dan mengirimkan pesan pribadi bergambar hati kepada nama-nama yang ada di list saya. Hingga suatu ketika dia
mengirimkan sekira 20 status WA berupa aneka paduan huruf dan foto, termasuk
foto salah seorang gurunya (laki-laki). Usai mengirimkan status-statusnya, saya
tidak segera sadar sampai dua orang kawan – Ayi dan Ima mengabari saya.
“Saya
kira (tebak-tebakan) anagram, Kak,” Ima mengetikkan kalimat itu disertai
emotikon tertawa.
“Anak
ta’ yang bikin status, Kak?” tanya
Ayi.
Beberapa aplikasi untuk mengunci aplikasi di gadget |
Hadeh, ini kali kesekian si bungsu broadcast sesuatu dari akun saya. Pernah dari You Tube (dia bikin video dan upload sendiri). Pernah
pula di akun Instagram. Untungnya si sulung Affiq melihatnya dan membantu saya
menghapus IG story yang dibuat Afyad.
Baru kali itu pula saya tahu bahwa IG story
bisa dihapus, saudara-saudara. Seandainya saya sendiri yang melihatnya,
bukan Affiq, saya pasti pasrah saja karena mengira live post di Instagram tidak bisa dihapus. Haha, payah, ya saya,
mengaku pengguna media sosial aktif tapi masih gaptek juga. 😜
Berbincang
dengan Ayi, dia menyarankan untuk mengunci aplikasi di gadget.
“Memang
bisa? Saya kira kalau mengunci, hapenya yang dikunci, bukan per aplikasi. Bisa,
ya aplikasi dikunci?” weh pertanyaan apa itu mamak, sudah dibilangi bisa, masih
ditanya lagi 🙈.
Aplikasi Clean Master di Play Store |
“Bisa,
Kak. Kalau saya, pakai AppLock dari Clean Master. Cari maki’ di Play Store, ada banyak macam aplikasi lock apps-nya,” jawab Ayi.
Begonya
saya, informasi berharga dari Ayi tidak langsung saya aplikasikan. Hingga
tiba-tiba – untuk yang kesekian kalinya, si bungsu yang masih cadel ini
mengirim stiker bergambar hati kepada seorang bapak – orangtua dari kakak kelasnya
dari dalam list pertemanan saya di
Line! Ya Allah, rasanya antara ingin menutupi wajah dengan panci karena malu dan menggemasi si bontot! 😐
Buru-buru
saya mencari aplikasi untuk mengunci aplikasi gadget, terkhusus Clean Master di Play Store. Ealah, ternyata di HP saya
sudah terinstalasi aplikasi bersimbol kuas ini tapi selama ini saya hanya memakainya sebagai
pembersih HP (dari virus dan pembersih memori). Barulah saya mengutak-atik
aplikasi itu dan menemukan fitur lock aplikasinya (namanya AppLock) dan langsung menerapkannya tanpa tunggu waktu lama.
Klik TOOLS untuk mencari fitur AppLock-nya (dilingkari) |
Sekarang
aman. Saya harap untuk ketiga buah hati, kunci aplikasi itu berfungsi. Ternyata
saya salah. Si sulung tahu cara mengakalinya, dengan memaksa si Clean Master
untuk berhenti dari sistem. Ya Tuhan! Akhirnya saya pasrah saja. Mau bagaimana
pun, mamak ini kalah cerdas dengan anaknya. Setidaknya dua anak terkecil bisa
ditahan-tahan menggunakan media sosial melalui aplikasi penguncian itu. Si sulung bisa diarahkan karena sudah lebih mengerti
konsekuensi penggunaan HP dibandingkan kedua adiknya.
Lalu,
apakah kekacauan berhenti sampai di situ? Nope!
Saat saya mengizinkan Athifah membuat grup yang beranggotakan kawan-kawan
sekelasnya, tiba-tiba saja ada 7 grup sejenis dengan anggota-anggota yang sama
dan sangat aktif, bersaing mengalahkan grup-grup teraktif yang saya miliki.
Bayangkan – TUJUH GRUP SEJENIS! Pusing
pala Mamak. 😵
Tak
mau ketinggalan Afyad. Saat saya mengizinkannya menggunakan ponsel, dia
ikut-ikutan membuat grup bernama AFYAD yang berisi kepala sekolah dan guru-gurunya.
Ya Allah! Dengan panik saya mengeluarkan mereka dari grup AFYAD, menghapus grup
itu, dan meminta maaf kepada mereka. Tak ada yang mengajarkan Afyad membuat
grup, dia mempelajarinya sendiri setelah melihat kakaknya melakukannya. Sama
sekali melarangnya menggunakan HP tidak mungkin. Sama tidak mungkinnya dengan
benar-benar memelototi apa saja yang dia lakukan dengan HP sementara saya harus
mengurusi berbagai urusan untuk 8 anggota rumah ini!
Fitur AppLock (dilingkari) |
“Afyad,
kenapa bikin grup?” tanya saya kepada si bungsu.
“Teman
Afyad,” maksud Afyad, dia membuat grup yang berisikan teman-temannya. Aish, dia menyebut ibu kepala sekolah
dan guru-gurunya sebagai teman-temannya. 😆
“Kenapa
Afyad bikin grup yang namanya AFYAD?” saya mengulangi pertanyaan saya.
“Kakak
juga bikin,” kilahnya sembari menunjuk Athifah.
“Iya,
kakak sudah minta izin. Dan isi grupnya itu teman-teman sekolahnya. Afyad kan
bikin grup yang isinya kepala sekolah dan guru-guru, bukan teman-teman Afyad? Jangan bikin lagi, ya?
Tidak boleh!” saya menegaskan.
Usaha membuka password yang gagal 😀 |
Bungsu
saya yang spesial karena speech delay-nya
ini mengangguk. Anak spesial ini mengalami keterlambatan bicara dibandingkan
anak-anak seusianya tetapi dalam hal pengoperasian gadget dan laptop, dia maju beberapa langkah. Dia bahkan pernah
masuk ke komputer seorang programmer – kawan
papanya dan mengubah password-nya.
Jadi,
ya ... saya harus menerima hal ini sebagai bagian dari dinamika hidup saya dan
mencoba mencari cara lain dalam hal membatasi anak menggunakan gadget. Kompromi dan kreatif – itu yang saya butuhkan. Menurut Mom dan Dad yang membaca tulisan ini, apa yang kalian butuhkan dalam
membatasi anak menggunakan gadget? Share, yuk. 😇
Makassar, 24 Januari 2018
Share :
Hahaaha, kebayang paniknya pas grup AFYAD terbuat. :D Tapi lucu juga ini, Mbak. Hihihi
ReplyDeleteHaha iya, mamaknya panik. Lucunya setelah lewat, Idah :D
DeleteTapi beginilah dinamikan dengan anak jaman now :D
Hehehe akhirnya pakai AppLock juga... 😁 Saya juga masih sering kecolongan sih, Kirana sekali lihat saja langsung bisa buka kuncinya. Jadinya saya harus sering-sering ganti kunci 😅
ReplyDeleteWeh, anak-anak bisa membaca gerakan tangan kita, Ayi. Makanya harus super hati-hati sekali :D
DeleteSaya pernah kecolongan juga jadi segera saya ganti password-nya. Kali ini, belum ketahuan. Semoga saya tidak perlu ganti kunci lagi soalnya saya suka lupa password sendiri kalo keseringan berganti :))
Fadel sudah tidak pernah mi kirim2 chat aneh ke teman-teman kak. Tapi sekarang suka kepo sama apa yang diketik oleh jari jemari emaknya di hp. Lalu pertanyaan demi pertanyaan akan berentetan dari bibir mungilnya. Hahahaha..
ReplyDeleteAhaha sama. Dua anak itu suka kepo juga. Siapa yang menelepon. Mengetikkan apa, kepada siapa. Atau siapa yang menyampaikan apa, melalui pesan - entah itu WA atau Line, atau Facebook. Hadeh, anak jaman now, yah :D
DeleteNgakak. Derita mamak dari anak jaman noww.. :v :v :v
ReplyDeleteBegitulah mamak jaman now. Dituntut banyak belajar soal gadget hihihi.
Deletewow.. anak sekarang memang canggih2 otaknya ya kak :)
ReplyDeleteKalau di lock anak-anak malah uring-uringan, wkwkwk.
ReplyDeleteHarus pakai app lock emang kalau zaman now ya, anak-anak pinter wkwk.
ReplyDelete