Merawat Cinta dengan Kencan Khusus - Ibu-ibu,
setuju kan kalau merawat cinta dengan suami
itu perlu? Misalnya, dengan sekali-sekali kencan? Kencannya bisa ke kafe atau
nonton film di bioskop berdua saja. Nah, kencan kali ini menarik, saya dan pak
suami mendatangi tausiyah yang diisi
oleh ustadz Syafiq Basalamah. Temanya
seputar hubungan suami-istri,
bahwa surga dan neraka istri adalah pada suaminya.
Saat
saya menceritakan informasi penyelenggaran tausiyah,
suami saya langsung menyatakan setuju mengantar dan ikut kajiannya. Senangnya,
berarti pak suami sepemahaman dengan saya, dia merasa
perlu untuk merawat
cinta kami dengan cara ini. Saya berharap, tausiyah ini akan menasihati kami berdua, tidak hanya berat di satu
pihak (seperti kebanyakan materi seperti ini). Singkat cerita, pada sore hari
tanggal 31 Desember,
kami pun tiba di salah satu area di kediaman wali kota Makassar Pak
Danny Pomanto, di jalan Amirullah.
Sudah banyak peserta kajian ketika kami tiba
namun tampaknya belum terlalu lama acaranya berlangsung sebab saya masih bisa
menyimak banyak hal selama berada di sana.
“Jangan sampai Kau nikahkan putrimu tanpa izinnya sebab jangan sampai dia nikah dan masuk neraka nantinya karena tak jalankan kewajibannya sebagai istri!”
Ini
adalah hal pertama yang saya simak. Oke, NOTED.
Penuturan ustadz
Syafiq menggambarkan bahwa tidak ada pelajaran bagaimana menjadi suami/istri
yang diberikan orangtua kepada anak-anaknya. Ketika seorang ibu mengatakan,
akan mengajarkan putrinya dengan mengatakan, “Patuhlah kepada suamimu”, ustadz bertanya balik apakah ibu
tersebut yakin anaknya akan menjadi istri yang patuh pada suami?
Beruntung masih bisa dapat tempat duduk di antara padatnya peserta. |
“Anak perempuan, kuliah empat tahun, apakah dia
belajar jadi istri dan ibu? Yang ada di (kuliah) adalah pelajaran untuk cari
duit. Yang laki, belajar jadi suami dan bapak?” pak ustadz menjawab sendiri pertanyaannya dengan kata “TIDAK”.
Padahal, baik laki-laki maupun perempuan menjelang menikah, perlu
belajar supaya tahu hak dan kewajibannya. Di
sini saya menyadari, secara perlahan saya harus dengan sengaja menyelipkan
materi pelajaran menjadi istri, ibu, suami, dan bapak kepada anak-anak dalam
keseharian kami. Oke, NOTED.
Hak
dan kewajiban. Baiklah, kita tahu bahwa masing-masing suami dan istri
punya keduanya. Ustadz Syafiq berpindah pada kutipan sebuah hadits:
“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tentang istri yang seperti ini, saya pernah
mendengar dengan telinga sendiri. Betapa mereka mengingkari kebaikan suami seolah-olah hanya neraka yang mereka rasakan setiap hari. Berlebihan reaksinya dalam mengungkapkan kejelekan sang suami. Sebagai perempuan yang juga seorang istri, saya sendiri tidak setuju dan
tidak suka sifat istri yang demikian. Tentunya, tidak lantas semua perempuan
seperti ini. Banyak juga yang sangat nrimo
dengan keadaan suami. Contoh yang masyhur adalah Khadijah
radhiyallahu ‘anha, istri pertama
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Khadijah
adalah perempuan yang tidak pernah mengungkit kebaikannya dan tidak pernah mengungkit
kesalahan suaminya. “Sampai-sampai Allah mengirim salam kepadanya,” pungkas ustadz Syafiq.
Tidak bisa mengambil gambar dari dekat |
Selanjutnya, ustadz
Syafiq banyak menyebut-nyebut tentang kewajiban istri dan tentang bagaimana
istri menyenangkan suami. Misalnya tentang bersolek, tentang bagaimana
menghadapi tabiat suami yang pemarah, tentang urusan “khusus” yang sama sekali
tidak boleh ditolak istri. Bukan
sekadar memenuhi hak suami, juga untuk
menjaga kehormatan suaminya – mengingat di luar rumah banyak
pemandangan yang sewaktu-waktu bisa menggerakkan nafsu. Maka bahkan saat sedang
memasak sekali pun, hentikan ketika urusan yang satu itu sudah mendesak. Atau kalau istri sudah hendak
keluar rumah, urungkan dulu untuk memenuhi hajat suami. Mamak-mamak yang sudah belajar Islam pasti pahamlah, ya apa yang saya
maksud.
Oke, saya menerima dengan baik tentang ketentuan
kewajiban saya sebagai istri. Saya berusaha menjalankannya dan menjalani
kompromi yang manis dengan pak suami. Namun saya tetap menunggu-nunggu giliran
suami saya “dinasihati” oleh ustadz.
Hingga berakhir acara, hanya sedikit disinggung bahwa hak dan kewajiban itu
berimbang pada istri dan suami.
“Istri punya kewajiban yang setara haknya maka
seharusnya suami pun memenuhi kewajibannya. Istri yang tidak layani suami –
tidak apa-apa selama suaminya tidak marah. Suami pun tidak boleh beribadah
semalaman lalu tidak memenuhi hak istrinya,” tutur ustadz Syafiq.
Suami/istri
harusnya fokus kepada kelebihan pasangannya, bukan
kepada kekurangannya sebab tidak ada manusia yang sempurna. Jangan sembarangan
mengucapkan kata “CERAI”. Harus paham hukumnya. Sebab cerai-rujuk hanya dua
kali dalam Islam. Kalau suami sudah berkali-kali mengucapkan kata CERAI atau
me-lafaz-kan kata-kata yang berarti
TALAK telah jatuh, dianjurkan untuk berkonsultasi kepada ahlinya, apakah memang
telah jatuh talak atau tidak. Jangan sampai talak 3 telah jatuh. Dan itu berarti perpisahan
yang tidak mudah disatukan kembali.
Kencan kali ini me-refresh saya untuk mengingat kembali peran saya sebagai istri.
Seperti yang sudah saya bilang di atas, saya menerima hukum Islam mengenai apa
dan bagaimana seharusnya seorang istri. Namun tetap saja saya tergelitik untuk mengatakan
hal ini dalam perjalanan pulang kepada pak suami, “Lebih berat untuk istri, ya
pembahasannya. Saya menunggu sampai jam lima lewat. Ternyata suami tidak
disinggung secara khusus.”
“Saya sudah duga kita’ akan berpikir begitu. Saya juga tunggu-tunggu, kapan dibahas
tentang suami,” ungkap pak suami. Mengetahui hal ini, saya senang. Perjalanan
sederhana ini jadi kencan yang indah bagi saya. Mengingatkan saya lebih 18
tahun yang lalu ketika biduk ini baru ditegakkan. Ketika kekasih hati ini memberikan
buku nonfiksi islami berjudul Bagaimana Membahagiakan
Suami. Saat itu tak tahan saya katakan padanya, “Kenapa, ya selalu ditekankan
kepada istri. Kan suami juga punya kewajiban? Seharusnya ada buku untuk suami juga.” – sebenarnya tidak persis
seperti itu, sih kata-katanya, tapi kurang lebih begitulah. Lalu pak suami
memperlihatkan buku “tandingan”-nya. Sembari tersenyum lebar, dia
memperlihatkan sebuah buku berjudul Bagaimana
Membahagiakan Istri. Ah, kencan yang so sweet.
Isn’t it?
Makassar, 11 Januari 2017
Keterangan:
Gambar paling atas dan paling bawah berasal dari Pixabay.com
Baca
juga tentang buku duet saya:
Share :
Setuju banget kak. Fokus pada kelebihan & kebaikan pasangan menjadi salah satu kunci untuk menjaga kelanggengan rumah tangga :)
ReplyDeleteYes. Toss, Ndy :)
DeleteCinta suami istri memang tetap harus dirawat sampai kapanpun ya mbak. Pergi ke majelis ilmu bersama-sama selalu ingin aku lakukan bersama pasangan. Semoga ada kesempatan.
ReplyDeleteHarus dirawat dan terus disuburkan biar tidak bosan dan biar kebersamaannya menyenangkan. Tidak enak kan, yah kalau soul mate tapi merasa pasangannya orang yang tidak asyik. Tapi harus sama-sama berusaha, sih.
DeleteRumah tangga adalah universitas kehidupan, di sanalah kita belajar dan belajar terus menerus hingga akhir usia.
ReplyDeleteSepakat, Kak :)
DeleteJangan mengungkit kebaikan sendiri dan jangan mengungkit kesalahan suami.
ReplyDeleteIni kadang-kadang yang berat hihihi. Terimakasih sharingnya, kak. Menikah itu proses belajar tanpa henti juga ya?
Wahaha ndak berat ji kalau berlatih. Kuncinya adalah di latihan :)
DeleteIyes, memang sebagai manusia, kita tidak boleh berhenti belajar karena dinamisnya segala sesuatu di sekeliling kita termasuk segala hal yang berhubungan dengan hubungan kita (istri) dengan suami.
Saya nunggu ditausiahin pak ustadz ah, biar nanti kalau dah nikah tau apa yg harus dilakukan bwt pasanganku
ReplyDeletePro aktif saja dulu. Jangan nunggu mana tahu disamperin calon saat pro aktif belajar? ;)
DeleteSuami istri memang seharusnya satu frekuensi, termasuk dalam menimba ilmu ke majelis. Sehingga yang masuk di otak dan telinga sama dan bisa sejalan.
ReplyDeleteSemoga kita bisa istiqomah ya Mbak
Deletemakasih sharingnya mbak, wah memang perlu dirawat agar cinat terys bertumbuh bukan stagnan ya
ReplyDeleteIya, Mbak. Sependek pemahaman saya, hehe.
DeleteHaha...iya bener. Seringkai mmg tuntutan untuk istri membahagiakan suami. kalau saya sih mana-mana aja penting lah. Ya harus saling membahagiaakan. Wkwkwk. Kami berdua sekarang lagi LDR karena studi saya. Setiap ketemu ya selalu always HARUS ada kencan berdua aja entah di kafe, mall, atau bahkan trekking ke alam bebas berdua aja.Cinta memang harus dirawat.
ReplyDeleteMantap Mbak. Komitmen yang kuat dan waktu kencan khusus saat ketemuan, pasti bisa me-refresh yaa
DeleteBagus banget kegiatan yang diadakan di rumah Bp.Walikota di hari terakhir 2017 lalu. Semoga kegiatan ini nanti ada lagi, pengen juga ikut dengar tauziah.
ReplyDeleteIyaa Mami Ery, kalau ada lagi, ikutan lagi :)
Delete