Sedikit
presentasi saya paparkan sebelum masuk materi dari Marisa. Presentasi seputar
motivasi menulis. Motivasi menulis penting karena saya menemukan sejumlah orang
yang hanya sibuk mengatakan ingin menulis atau ingin belajar menulis tapi pada kenyataannya hanya manis di bibir saja.
Mereka tidak benar-benar take action.
Padahal menulis itu urusan pembiasaan diri “saja”. Harus action saja. Lalu harus berulang kali
melakukannya. Kalau hanya dituangkan dalam pikiran, kapan bisa menulisnya?
Bukan
tanpa sebab saya mengatakan ini karena saya dan juga Marisa bukanlah orang yang
sebelumnya terbiasa menulis tetapi kami bisa melakukannya dan berkarya di usia
yang tidak muda lagi. Menariknya, Marisa ini yunior saya sewaktu di kampus –
Teknik Elektro Universitas Hasanuddin dulu. Saya angkatan 1992 dan Marisa
angkatan 1996 – sekalian saja ketahuan tuanya haha. Hei, anak Teknik perlu
menulis juga, kan. Siapa pun perlu menulis, bukan hanya anak Sastra.
Jadi
ingat, ayah saya pernah berkata, “Tahu begini, kau kuliah di Sastra saja dulu.”
Ah, ayah. Beliau tak paham kalau saya tak akan jadi seperti ini dan tak akan
segandrung ini menulis di blog kalau saya tak kuliah di Fakultas Teknik dulu. Semua
yang saya telah jalani dulu itu merupakan rangkaian proses yang membawa saya ke
titik ini. Saya ingin kutipkan pendapat seorang profesor berikut:
Menulis memerlukan pemikiran yang dalam, logika,
dan struktur yang kuat agar bisa mengekspresikan diri lebih persuasif dan
berpikir secara lebih logis. Kemampuan ini penting. Apapun jurusan yang kamu
ambil, menulis tetaplah penting (- Prof. Rando Kim -).
(Saya
pernah me-review bukunya, bisa baca
di tulisan berjudul Masa Muda Hanya Sekali, Manfaatkan atau Kau Akan Merugi).
Berkat
menulis, saya telah mengumpulkan dua puluhan manfaat menulis dan sudah
merasakannya. Demikian pula Marisa. Melalui konsistensinya menulis buku anak
model pictorial book, Marisa sudah
mengalami banyak manfaat menulis. Kami menemukan “diri kami yang baru” melalui
menulis dan beberapa pengalaman tentang hal tersebut, termasuk pengalaman sosok-sosok
yang saya kenal, saya ceritakan kepada hadirin. Sama dengan saya, Marisa pun sudah
menemukan path – cara menulis
seperti apa yang ingin dijalani dan ingin konsisten di dalamnya. Awalnya, sih trial
and error dulu. Kami belajar
berbagai macam model/bentuk menulis. Marisa belajar menulis fiksi dewasa. Saya belajar
menulis artikel dan mengirimkannya ke koran dan majalah. Saya hanya satu atau
dua kali menulis fiksi namun berhenti karena merasa tak nyaman. Kemudian Marisa
melabuhkan hatinya pada buku anak dan saya tetap pada niat awal yang makin
mantap – ngeblog.
Saya
sudah melihat banyak hal dan celah dalam dunia blogging yang bisa saya manfaatkan dan masih ingin belajar banyak
lagi. Saya tak jenuh dengan dunia blogging
ini. Walaupun demikian, hingga sekarang saya kadang-kadang masih mencoba
mengirimkan tulisan ke surat kabar jika mendapatkan ide. Bagaimana dengan
menulis buku? Well, tahun lalu saya
masih berkontribusi dalam sebuah antologi yang diterbitkan oleh AJI (Aliansi
Jurnalis Independen) Makassar.
Marisa
pernah menuai prestasi yang mengagumkan, yaitu bukunya yang berjudul Reisha Si Pengusaha Cilik meraih penghargaan sebagai buku
fiksi anak terbaik di ajang Islamic Book
Fair di Jakarta pada tahun 2015. Dia diundang ke Jakarta untuk menerima award berskala nasional ini. Sungguh
sebuah prestasi membanggakan kalau seorang penulis sudah sampai ke tahap ini.
Namun
prestasi tidak jadi apa-apa jika kegiatan menulis tak dilanjutkan bukan? Marisa
masih terus merilis buku-buku cerita anak lagi setelah itu di sela-sela
kesibukannya membuat dan jualan klappertaart dan panada. Di tahun 2018 ini
beberapa bukunya terbit lagi. Bisa cari di toko buku, ya, ini dua judul di
antaranya: Asyiknya Liburan dan Musim Hujan.
Lalu
saya, apa yang sudah saya lakukan? Silakan baca di page JEJAK SAYA di blog ini. Bukan maksud saya
berbangga diri karena saya tidak sehebat banyak penulis or blogger lain. Saya hanya mau mengatakan bahwa saya bersungguh-sungguh dalam dunia ini
dengan sekira 2100 tulisan sepanjang 100 – 2000-an kata yang sudah saya
keluarkan. Saya bersungguh-sungguh dengan berusaha konsisten dan menetapkan target, juga menantang diri sendiri.
Ketika
seorang peserta bertanya, “Haruskah buku?” Saya menjawab bahwa setiap orang
memiliki obsesi pribadi. Dulu saya ingin sekali menerbitkan buku. Mungkin
karena terlalu lama di-bully “hanya
ibu rumah tangga biasa” maka saya juga punya keinginan menunjukkan sesuatu dan
pencapaian dengan buku adalah salah satu caranya. Hingga saat ini ada 20 judul
buku yang saya terlibat di dalamnya dan 20-an artikel yang dimuat di media
cetak.
Tapi
haruskah buku? Nah, sekarang saya mau bilang bahwa menebar manfaat melalui
menulis itu tidak harus di buku. Itu kalau kita punya tujuan bermanfaat melalui
menulis. Mengapa? Sebab pencapaian tertinggi dari menulis, menurut saya
adalah ketika tulisanmu dibaca banyak orang dan bermanfaat bagi banyak orang.
Dan itu jauh lebih mungkin di jaman now, melalui dunia maya.
Salah satu buku terbaru Marisa |
Salah satu karya Marisa |
Eh, tapi
jangan bilang angka 2100-an tulisan yang sudah saya tulis itu sesuatu yang
hebat, yah. Biasa saja itu. Memang ada
yang anggap itu hebat, Mamak? 🙈, ye, siapa tahu yaa hahaha. Jumlah berapa kata atau tulisan
yang kau tulis bukanlah sesuatu yang hebat, keuntungannya hanyalah bahwa jam
terbangmu dalam menulis semakin tinggi.
Sekali lagi, itu tidak hebat karena makin ke sini saya makin merasa takut karena yang harus saya pertanggungjawabkan di hadapan
Sang Maha Pencipta sangatlah banyak.
Tentunya
bukan harta saja yang akan
dipertanggungjawabkan nanti, melainkan juga kata-kata yang sudah kita ucapkan, termasuk rangkaian
huruf yang sudah ditetaskan dalam bentuk tulisan, kan ya? Bagaimana kalau saya
pernah berbuat salah dalam berkata-kata melalui tulisan tetapi saya tak merasa?
Lalu ada yang mengikutinya? Bukankah saya juga akan mendapatkan dosa jika yang
dilakukan seseorang berdosa “berkat” hal yang saya sampaikan melalui tulisan yang
diikutinya dan itu salah menurut Allah? Sungguh, ini juga menakutkan bagi saya
tapi tentunya bukan alasan untuk berhenti menulis, toh? Selanjutnya, saya
berusaha berhati-hati. Semakin tua usia, memang harus semakin hati-hati
berkata-kata, kan, ya?
Well, sekalian deh, memasuki bulan
Ramadhan, guna memperbaiki niat dan memperbaiki diri, izinkan saya mengucapkan
mohon maaf lahir dan batin kepada para pembaca. Tolong disampaikan kepada saya
jika ada yang salah saya tuliskan di blog ini ataupun di media sosial. Tapi
penyampaiannya haruslah beralasan/berdasar kuat, ya dan tolong disampaikan
dengan santun supaya saya tidak jadi baper 😂.
Makassar, 17 Mei 2018
Baca juga tulisan seputar Festival Hardiknas 2018, ini ya:
Keterangan:
Sumber foto: dari panitia, special thank to Ainun.
Share :
Menulis terus... terus menulis sampai kita temukan pola kita dalam menulis..
ReplyDeleteBenar, saya setuju akan hal ini. Sampai sejauh ini saya lbh condong untuk menulis non fiksi..dan saya menemukan kenyamanan menulis d blog..
Saya belum punya gambaran bahkan ide untuk menulis buku. Entahlah, tampaknya saya harus memperbanyak jam terbang dlm menulis agar trjawab misteri ini, apakah saya berkeinginan menghasilkan buku atau tidak? He...
Yang penting jalani dulu aktivitas menulisnya dengan santai dan menyenangkan, Mbak Wen ^__^
DeleteSama-sama, Mbak.
ReplyDeleteMohon maaf lahir batin juga ya.
Aku selalu suka kalau mampir sini. Tulisan Mbak selalu sesuai EYD tapi nggak bikin aku bosan buat membaca.
Terima kasih ya, Ika :)
DeleteAihh serunya..sekalinya ndak di Makassar k', langsung banyak acara di sana. Huhuhuhu
ReplyDelete#nangisdipojokan
Ayo ke Makassar lagi, lebaran .. eh kalo sudah lebaran yang ada reunian di sana sini dih hehehe
DeleteSaya juga mohon maaf lahir dan batin yaa. Selamat menunaikan ibadah puasa. ^^
ReplyDeleteSelamat berpuasan Mbak Nisa. Makasih ya sudah mampir.
DeleteSebagai seorang muda, saya selalu merasa kalah intens dari Kak Niar. Sehat selalu, kak. Biar bisa menulis terus, berbagi kebaikan. Tabe'
ReplyDeleteYang penting nulis dan nulis aja ya mak, kalau udah suka pasti semangat nulisnya juga.
ReplyDeleteMohon maaf lahir batin juga mak, mudah2an berkah Ramadannya yaa, aamiin.
setuju,, semakin sering menulis semakin terasa enaknya dan semakin ingin mengembangkannya..
ReplyDeletebetewe,, kita sama2 anak teknik mbak *info gapenting,, hahaha
Whuaa sama mba, saya malah yg sempat berpikir tau gini dulu ambil sastra aja. Padahal kita gak pernah tau apakah ketika ambil sastra keinginan menulis sebesar ini atau tdk. Terima kasih sudah menginspirasi.
ReplyDeleteSemangat dah karena emak2 memang baiknya mengungkapkan uneg2 ke dalam tulisan daripada ke tetangga nanti jadinya nggosip nggak jelas upss....saya juga aktif di blog lagi semenjak menikah
ReplyDelete