Berdasarkan pengamatan saya setelah menghadiri banyak acara akad nikah, di beberapa kampung dan di kota besar Makassar, ibu seorang calon mempelai perempuan terbagi atas dua kategori:
Ibu tradisional
ü Menjelang akad nikah berlangsung, sang ibu masih sibuk dengan urusan dapur. Saat tamu berdatangan, ia masih bau asap dan kucel. Ada juga yang sudah rapi sih tapi masih juga sibuk dengan urusan dapur.
ü Saat tamu-tamu pertama datang menjelang akad nikah, ia tidak langsung muncul. Jika ditanyakan, “Mana ibu?” Maka setiap orang yang ditanya akan menjawab, “Ada di dalam.” Lalu berseru kepada orang lain yang berada di dekatnya, “Panggil ibu!” Atau malah mengulangi pertanyaan sang tamu, “Mana Ibu?”
ü Menjelang calon mempelai laki-laki datang barulah sebagian besar dari ibu kategori ini berpakaian rapi, dengan pakaian terbaiknya yang belum tentu baru.
ü Dandanan sang ibu ala kadarnya, asal memakai bedak yang biasa dipakainya plus lipstik. Merek bedak dan lipstiknya pun yang murah saja.
ü Saat acara berlangsung, matanya terus memperhatikan segala macam yang berhubungan dengan kenyamanan tetamu. Jika ada yang terlewatkan, tak segan ia turun tangan sendiri membereskannya.
ü Ia tidak memakai parfum, entah lupa, tidak terbiasa, atau tidak sempat lagi.
ü Begitu acara inti (akad nikah) selesai, ia segera meneliti pekerjaan rumah apa yang terbengkalai. Sambil menemani tetamu sekedarnya, ia kembali bergelut dengan pekerjaan rumah. Malah ada yang sampai berganti pakaian pestanya dengan pakaian sehari-hari dan mencuci sendiri piring-gelas kotor yang menumpuk. Jika anggota pasukannya ‘terpercaya’ maka ia bisa sedikit lega dengan tetap menemani tamu-tamunya.
ü Tak mengeluh, mengomel, apalagi marah jika ada kekurangan yang dilihatnya dalam pelaksanaan acara karena ia masih bisa mengusahakan tenaganya untuk membereskannya sendiri. Bergelut dengan pekerjaan rumah adalah bagian dari hari-harinya.
ü Setelah pesta usai, ia yang lebih banyak mengembalikan ‘segala sesuatunya’ ke posisi semula (seperti peralatan makan dan peralatan masak).
Ibu modern
ü Menjelang akad nikah berlangsung, sang ibu masih sibuk dengan urusan pemberian instruksi. Saat tamu berdatangan, ia sudah tampak rapi.
ü Saat tamu-tamu pertama datang menjelang akad nikah, ia dengan cepat bisa segera menyambut mereka. Saat ditanyakan, “Mana ibu?” Tak lama kemudian ia muncul di hadapan sang tamu.
ü Sang ibu menyambut tamunya dengan pakaian terbaiknya yang biasanya baru.
ü Biasanya ia khusus berdandan di salon agar tampak anggun. Ada juga yang mahir berdandan sendiri dengan kosmetika merek terkenal tentunya.
ü Tak lupa wewangian parfum menemani penampilannya.
ü Saat acara berlangsung, matanya terus memperhatikan segala macam yang berhubungan dengan kenyamanan tetamu. Jika ada yang terlewatkan, ia segera memberi perintah kepada siapa saja ‘anggota pasukan’ yang berada di dekatnya.
ü Begitu acara inti (akad nikah) selesai, ia menemani tetamu, menegurnya satu per satu, sambil terus memberikan instruksi jika ada yang kurang di matanya. Beruntung jika di situ ada ‘tangan kanannya’ maka ia hanya menemani para tamu saja, mempersilakan mereka menikmati hidangan yang telah disiapkan.
ü Mengeluh, mengomel, bahkan bisa marah jika melihat ada kekurangan dalam pelaksanaan acara karena merasa lelah telah banyak memberikan instruksi tetapi ‘tak ada’ yang bisa membantunya sebaik yang diinginkannya. Beruntunglah bila ia tipikal orang yang sabar karena menghela napas panjang, mengurut dada, dan istighfar menjadi opsi yang lebih baik baginya.
ü Eh, tapi ada juga ibu modern yang tidak mendelegasikan semuanya dan tidak mengerjakan semuanya lho ... tanpa menghela napas panjang, apalagi mengurut dada ataupun istighfar, ia rela mengerjakan apa yang perlu dikerjakannya jika memang tak ada ‘delegator’-nya.
ü Setelah pesta usai, ia lebih banyak memberikan instruksi untuk mengembalikan ‘segala sesuatunya’ ke posisi semula (seperti peralatan makan dan peralatan masak) sambil membantu urusan merapikan barang/rumah.
ü Eh, tapi ada juga ibu modern yang tidak mendelegasikan semuanya dan tidak mengerjakan semuanya lho ... tanpa menghela napas panjang, apalagi mengurut dada ataupun istighfar, ia rela mengerjakan apa yang perlu dikerjakannya jika memang tak ada ‘delegator’-nya.
ü Setelah pesta usai, ia lebih banyak memberikan instruksi untuk mengembalikan ‘segala sesuatunya’ ke posisi semula (seperti peralatan makan dan peralatan masak) sambil membantu urusan merapikan barang/rumah.
Nah, Anda (nanti) kira-kira masuk jenis yang mana: ibu tradisional atau ibu modern? Atau barangkali Anda mempunyai masukan yang luput dari pengamatan saya?
Makassar, 10 Oktober 2011
Share :
Aih, itu dia! Itu ibu saya. Ibu kategori no.1.. ibu tradisional yang profesional :)
ReplyDeleteSaya buat tulisan ini berdasarkan ibu saya yang kategori 2 dan ibu mertua saya yang kategori 1 ... kemudian saya dapat idenya waktu pulang dari acara akad nikah kerabat yang ibunya kategori 1 :)
ReplyDelete