Ibu haji Mari, pengelola panti asuhan An-Nur sedang memangku Putra Andika, ia merawat anak cacat itu dengan ketulusan seorang ibu |
Memasuki panti asuhan An-Nur yang beralamat di jalan Rappocini Raya nomor 39 ini, terlihat ayunan bayi dan sebuah baby walker yang menyambut di bagian depan panti. Selang beberapa menit kemudian, keluarlah anak pemilik sekaligus pengasuh panti yang kebetulan bernama sama dengan saya ‘Niar’.
Niar kemudian memanggil ibunya, Hj. Mari. Menggendong seorang anak laki-laki berkulit putih bersih, Hj. Mari menyongsong kami, mempersilakan kami duduk di kursi tamu tua yang ada di situ.
Panti asuhan tepi kanal |
Panti asuhan An-Nur, tampak depan |
Struktur pengurus panti |
Panti asuhan itu mengasuh 63 orang anak asuh. Beberapa dari mereka sudah berada di situ sejak masih bayi. Bahkan ada salah seorang dari mereka yang sebelumnya ditolak oleh beberapa panti asuhan lain karena saat itu sedang sakit kulit (orang Makassar menyebutnya puru, kemungkinan cacar), hanya Hj. Mari yang bersedia menampungnya, “Biarlah, Saya ikhlas merawatnya.”
Putra Andika |
4 orang anak panti berseliweran di sekitar kami |
Bagaimanakah kalian akan menatap masa depan? |
Seperti inilah kanal tepat di depan panti |
Mungkin sudah hampir sepuluh kali bocah itu keluar-masuk rumah sakit. Pengurus panti tak ada yang sanggup merawatnya dengan sabar. Hanya Hj. Mari seorang yang merawatnya seolah merawat bayinya sendiri. Menatap Andika ia berkata, “Sebenarnya Saya ingin membelikannya kursi roda. Tapi harganya masih terlalu mahal. Yang murah saja sekitar dua juta rupiah. Saya tawar satu setengah juta, tidak bisa. Pernah ia buang air besar pada pukul dua dini hari, sementara Saya sedang sakit. Hanya Saya yang bisa merawat anak ini. Nanti kalau saya sudah tak ada, bagaimana nasibnya?” Ada titik-titik air menggenang di pelupuk matanya.
Panti asuhan 'tepi kanal' An-Nur, Jl. Rappocini Raya no. 39 Makassar |
Jembatan Rappocini, sekitar 30 meter dari panti |
Hanya sebentar saya, suami saya, dan Athifah di panti asuhan An-Nur untuk mengantarkan amanah seseorang. Namun hati saya tersentuh demikian dalam. Menatap wajah Andika yang putih bersih dengan segala kekurangannya. Memaknai keikhlasan ibu Hj. Mari bersama Niar dan keluarganya dalam merawat 63 orang anak terlantar. Dan Menyaksikan keceriaan beberapa bocah yang bermain di sekitar saya.
Saat kami berpamitan Hj. Mari berkata, “Terimakasih. Mudah-mudahan kita’ panjang umur.” Maksudnya ‘Terimakasih. Mudah-mudahan anda panjang umur’. Saya tersenyum dan membalas, “Amin. Insya Allah.” Saya yang harusnya berterimakasih ibu Hj. Mari, hari ini saya berkesempatan mendapat pelajaran berharga melalui ketulusanmu berada di antara anak-anak itu.
Sesampainya di rumah saya mengirim SMS kepada sang pemberi amanah, “Saya sudah ke panti asuhan menyampaikan infaqnya. Terimakasih telah berbagi amal dengan Saya.”
Makassar, 8 Oktober 2011
Note:
Jika Anda ingin berpartisipasi dengan menyumbangkan sebagian rezeki Anda kepada Panti Asuha An-Nur ini, donasi Anda dapat ditransfer ke nomor rekening berikut:
- 0082854865, BNI cabang Mattoangin, atas nama Hj. Dg. Mari
- 0050-01-053078-50-8, BRI Ahmad Yani, atas nama panti asuhan An-Nur
Share :
I like it.
ReplyDeletesy ada saran k', share tulisan kk ke peduli kasih indosiar. di indosiar.com, siapa tahu mereka bisa bantu dana dan biaaya pengobatan andika. Indosiar salah satu stasiun TV yg sgt peduli dgn penyandang disabilitas. Karyawan2 di sn juga ada bbrp yg penyandang disabilitas tmasuk salah satu manager d sn.
Untuk kursi roda, ada yg murah kok k'. ga sampe 2 jutaan.
Oh begitu ya Nu ... indosiar.com?
ReplyDeleteTulisan di atas tertanggal 8 Oktober 2011. Sudah hampir 2 tahun.
ReplyDeleteBagaimana kabarnya dan perkembangan Panti Asuhan An-Nur tersebut?
Sekedar info, barusan saya transfer Rp. 300.000,-
Rp. 100.000 untuk fidya ibu saya dan Rp. 200.000 untuk sodaqah buat anak2 panti.
Semoga bermanfaa.
Masih seperti dulu. Masih ramai dengan anak2 :)
DeleteAlhamdulillah, smoga bermanfaat :)