Sudah
beberapa hari ini Athifah mengatakan kangen pada neneknya (ibunya papa) yang
sedang berada di Manokwari – Papua, menemani tante Leha (adiknya papa).
Kepada
mama, ia pernah mengutarakan keinginanannya ke Pare-Pare jika nenek pulang.
Sebenarnya nenek bermukim di Pare-Pare, sebuah kotamadya yang berjarak 150 kilometer
dari Makassar. Kalau pulang ke Sulawesi via laut, nenek pasti ke Makassar dulu lalu
ke rumahnya di Pare-Pare.
Pagi
itu, seperti biasa ato’ (kakeknya Athifah, ayahnya mama) sedang mengurus
tanaman-tanamannya. Terdengar suara Athifah sedang bercakap-cakap dengan ato’-nya.
Athifah
: Saya orang Pare-Pare, Ato’!
Ato’ : Memangnya Athifah lahir di Pare-Pare?
Athifah
: Tidak
Ato’ : Athifah orang Makassar, karena lahir di
Makassar. Athifah lahir di Makassar toh?
Athifah
: Tidak, bukan di Makassar! (padahal ia memang lahir di Makassar he he he)
Ato’ : Kau lahir di mana?
Athifah
: Di rumah sakit
Ato’ : Berarti Kau “orang rumah sakit” bukan
orang Pare-Pare
Athifah
: Bukaaaan. Saya orang Pare-Pare! (ia
mulai bete)
Ato’ : Kau lahir di mana?
Athifah
: Di rumah bersalin (ia mengganti
jawabannya yang tadi)
Ato’ : Berarti Kau “orang rumah bersalin”!
Athifah
: TIDAAAAAAKKK !!! (bete yang teramat
sangat)
Makassar, 29 Juni 2012
Memang kasihan nasib
nona ini. Kalau bukan dijaili oleh kakaknya, ia diusili papanya. Kalau bukan
diusili oleh papanya, ia diisengi ato’-nya. Entah kenapa ketiga lelaki ini suka
menjadikannya sebagai “obyek penderita” J
Share :
Hihihi, jadi pengen ikut ngisengin Athifah :D
ReplyDeleteBtw, kok, yang paling sering diceritakan Athifah, yah? Apa karena dia lebih ceriwis dibandingkan Affiq dan Afyad?
Iya tuh hehehe. Dibanding saya dulu, dia amat sangat ceriwis :D
Delete