Tak ingin berpolemik apalagi menggugat hukum Allah,
hanya memaparkan realita
yang ada.
Tulisan ini dibuat untuk
berpartisipasi pada kuis yang diadakan kawan saya,
seorang penulis hebat bernama Leyla Imtichanah.
***
Sumber gambar: http://forladiesbyladies.com |
Kisah
1
Sebut
saja namanya Sita. Saat putri semata wayangnya masih bayi, ia didepak suaminya
yang dikenal sebagai ustadz. Pengganti fungsinya sebagai istri sudah
“dipersiapkan” lelaki itu. Alasan “tak sanggup melayani” selalu dilontarkan,
sementara dirinya sendiri tak berkaca, sudahkah ia menjadi suami yang baik?
Bulan
berganti tahun, Sita hidup luntang-lantung dengan putrinya. Depresi luar biasa
dialaminya. Saudara-saudara kandung ikut menyalahkannya. Demi sesuap nasi, ia
terpaksa mencari kerja sebagai pembantu padahal dulu ia pernah kuliah.
Tersadar
telah salah bertindak, lelaki itu mencoba mendekati Sita. Minta Sita
kembali. Dulu, dengan berbagai cara licik ia sebar fitnah tentang ibu anaknya,
kerap ia kasari batin dan fisiknya. Lalu ia sebar fitnah lagi seolah Sita yang
mengemis minta kembali.
Padahal
Sita sudah mendapatkan kestabilan emosinya kembali. Ia mendapati banyak orang
yang peduli dan menyayanginya selain keluarganya. Akhirnya ia mantap mengurus
perceraian dengan lelaki yang katanya ustadz itu. Kini ia bahagia menata
hari-harinya dengan gadis mungilnya yang cerdas luar biasa.
Kisah
2
Banyak
rumor didengar Lisa (bukan nama sebenarnya) tentang kedekatan suaminya dengan
perempuan lain tetapi saat dikonfirmasi lelaki itu tak mengaku. Banyak tanda ia
dapati, entah mimpi ataupun teror di HP-nya. Saat ditanyakan pada lelaki itu,
ia tetap berkelit. Begitu setiap saat. Lelaki itu pun kemudian menjadi seorang
pembohong besar.
Akhirnya
terbongkarlah pernikahan kedua itu.
“Dibalik
lelaki yang sukses pasti ada perempuan tangguh yang mendukungnya.” Sudah sering
terdengar ungkapan itu. Begitulah peran Lisa pada suaminya sejak masa paceklik
dulu hingga sekarang berjaya. Tiba-tiba saja ia didepak, dengan alasan yang tak
dimengertinya.
Mempertahankan
rumahtangga tak mungkin lagi. Lukanya terlalu besar menganga. Pernikahan
dilakoni untuk hidup tenteram. Bila tak nyaman, untuk apa dipertahankan? Tetapi kemelut masih bergelayut karena lelaki itu tak mampu memutuskan memilihnya atau perempuan itu. Lelaki itu ingin keduanya!
Sumber gambar: http://orori.com |
Kisah
3
“Sudah
berapa lama menjalaninya?” tanya saya pada Asti (bukan nama sebenarnya) saat
secara blak-blakan ia menceritakan kehidupan poligami yang tengah dijalaninya.
“Enam
tahun,” jawabnya kalem.
Enam
tahun yang lalu, sang suami memutuskan untuk berpoligami. Seperti juga
kebanyakan perempuan lain, jantung Asti serasa mau copot mendengar keputusan
itu. Namun mengingat poligami itu halal dan pekerjaan suaminya selama ini
memang meliputi dua kota yang terpisah jauh, ia berdo’a kepada Allah agar
mengikhlaskan hatinya.
“Baik,
tapi Saya yang memilihkan Kanda calon istri,” pintanya kepada sang suami.
Suaminya
setuju maka ia melakukan proses panjang. Mulai dari pemilihan calon istri hingga
mengurus pernikahan bagi suaminya. Suaminya ridha dengan pilihan Asti. Asti pun
ridha dengan pernikahan suaminya. Enam tahun berlalu dengan damai.
***
Ada
banyak kasus poligami. Hanya segelintir yang seperti kisah 3. Satu yang perlu
digarisbawahi: segala sesuatunya kelak akan kita pertanggungjawabkan di
akhirat. Entah itu setelah melakukan atau mengabaikan pertanggungjawaban di
dunia. Namun yang ‘kan pasti adanya: tak bisa lari dari pertanggungjawaban di
hadapan Sang Pencipta.
Terserah
mau poligami atau monogami. Monogami saja bakal ribet kelak. Karena harus
menghadapi tuntutan istri dan anak mungkin saja ada merasa mendapatkan
perlakuan tak baik atau menilai sang kepala keluarga tak bertanggung jawab,
mana menghadapi penghisaban pemakaian harta, umur, dan lain-lain. Bagaimana
pula bagi yang berpoligami? Tentu bakal jauh lebih lama lagi penghisabannya.
Yaah,
sebagai manusia – makhluk cerdas yang sejatinya merupakan khalifatullah yang
dikaruniai akal dan hati. Masing-masinglah menimbang kemampuan untuk menghadapi
masa pertanggungjawaban ini. Saya tak hendak menggugat hukum Allah. Karena Dia
Yang Mahapenyayang tak pernah membuat hukum untuk menyakiti.
***
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan
hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan
(Q.S. Al-Anbiya: 35)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan
(Q.S. At-Tahrim: 6)
Makassar,
12 Juni 2012
Tulisan ini diikutkan
dalam kuis “Bagi-Bagi
Buku: Lagi-Lagi Poligami” di blognya mbak Leyla Imtichanah (Leyla Hana).
Silakan juga dibaca:
Share :
Siap dipoligami kak ?? :D
ReplyDeleteMau jawaban jujur Nhis? Tidak :D
DeleteSekarang pun akan saya tanya suami saya: siap kita berhadapan kelak di mahkamah Allah? Berani menjamin dengan monogami saja akan masuk syurga? Apa yakin kira2 saya akan menyeretnya ke syurga atau neraka? (maaf ya suamiku hehehe)
Bagaimana kalo mo poligami pula?
semoga menang mba kontesnya...hehehe
ReplyDeleteTerimakasih mbak Rina :)
DeleteKalau suami emang niat berpoligami dan mendapatkan ridha sang istri, maka cara ketiganya-lah yang lebih baik.
ReplyDeleteKalo mas Yitno begitu ya ...:)
DeleteLebih damai untuk semua ya ...
ngilu deh ngeliat jantung yang di belah gitu.. ngomong2 poligami kemarin saya berkelakar dengan teman sekantor, saya bilang "kalo ada istri yang diminta untuk di madu sebaiknya si istri tanya balik ke suaminya, mau ga suaminya di racun hehe".. poligami selalu akan jadi polemik, saya tentu saja tidak menolak perpoligamian wong itu datangnya dari Sang Pencipta tetapi kalau ditanya apakah saya -saat ini- mau di poligami? jawabnya... mungkin tidak :)
ReplyDeleteHahay ... jawaban kita sama :D
DeleteTapi bukan berarti menentang. Hehehe membingungkan yah? Habis gimana dong, kita kan berhak punya perasaan? Ya kan?
eng....jadi, bagaimana poligami menurut jenengan? eh, tidak, bukan begitu pertanyannya, sebab tak mungkin kita memperdebatkan aturan dari Tuhan. maksud saya begini: bagaimana mestinya berpligami?
ReplyDeleteEng ... kujawab di bawah yah ...
Deleteeng....jadi, bagaimana poligami menurut jenengan? eh, tidak, bukan begitu pertanyannya, sebab tak mungkin kita memperdebatkan aturan dari Tuhan. maksud saya begini: bagaimana mestinya berpligami?
ReplyDeleteDiriku tak kompeten menjawabnya kawan. Yang jelas, mau monogami atau poligami, pertanggungjawabannya kelak pasti ada. Wong monogami saja pertanggungjawabannya bisa saja makan waktu lama, apalagi poligami kan? ^^
DeleteBagus tulisannya, Mba Niar... :D
ReplyDeleteMakasih dah ikutan ya.
Terimakasih dah dicatat mbak Leyla :)
DeleteKalo ditanya mau dimadu ato diracun pilih mana?
ReplyDeleteYee jelas saja pilih ATO dong. Hidup ATO :D
Delete