Sehari
sebelum Idul Fitri, saya melewati beberapa ruas jalan di kota tercinta ini
untuk beberapa keperluan. Perhatian saya tertarik kepada 3 hal yang amat
mewarnai Makassar dan mengabadikannya di beberapa titik di Makassar sebagai
berikut:
Kanalku Sayang
Kanalku Malang
Sampah mewajahi kanal |
Tinggal
amat dekat dengan kanal tak menjamin daerah kami bebas banjir. Pendangkalan
yang terjadi pada kanal menyebabkan air cepat sekali meluap ketika curah hujan
cukup deras tercurah dalam tempo satu jam saja.
Makassar
sebenarnya memiliki tiga kanal primer yang alirannya membelah kota yakni kanal
Pannampu, Jongaya, dan Sinrijala dengan panjang keseluruhan sekitar 40
kilometer. Sementara kanal tersier atau kanal kecil memiliki panjang 3.200 km.
Rumah kami sangat dekat dengan kanal Jongaya, hanya sekitar 200 meter jaraknya.
Kanal
yang seharusnya bisa mencegah banjir, sekarang ini sudah tak berfungsi
maksimal. Pasalnya, telah terjadi pendangkalan. Pengerukan kanal sudah harus
dilakukan tetapi sepertinya tak bisa dalam waktu dekat karena masalah anggaran.
“Pengerukan tidak akan bisa dilakukan jika hanya mengandalkan APBD Kota
Makassar dan APBD Sulsel. Anggarannya memang ada, tetapi tidak seberapa,”
begitu ungkap Irwan Intje - anggota
Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan[i].
Akhir-akhir
ini sampah tampak makin menyemarakkan kanal. Entah bagaimana jadinya musim
penghujan berikut jika hal ini terus terjadi.
Di mana-mana ... sampah! |
Sampah di Wajah Kota
Di pinggir jalan |
Menyusuri
sekitar 10 kilometer ruas-ruas jalan di Makassar tak luput dari memandang
sampah di mana-mana dalam berbagai bentuk.
Bahkan
sekitar bak pembuangan sampah pun dikelilingi oleh sampah. Saya sempat heran,
mengapa orang tak membuang sampah di dalam bak, hanya meletakkannya di sekitarnya?
Kemudian
benak saya menjawab sendiri pertanyaan itu, “Mungkin anak-anak kecil yang
disuruh oleh ibu mereka membuang sampah.”
Saya
tahu, di sekeliling saya banyak ibu rumahtangga yang bangun sebelum ayam
berkokok untuk memulai rutinitas mereka dalam melayani keluarga, tanpa asisten
yang membantu. Dimulai dari menyiapkan sarapan, mengurus anak-anak, mencuci
piring, mencuci pakaian, menjemur, membersihkan rumah, ke pasar, masak untuk
makan siang, cuci piring lagi, memunguti pakaian kering yang dicuci tadi,
menyiapkan makan malam, cuci piring lagi, dan lain-lain yang tentu saja butuh
waktu tak sedikit dalam merampungkan semuanya.
Jika
ada di antara anak-anak mereka yang bisa disuruh membuang sampah, anak-anak
inilah yang berjalan kaki atau naik sepeda ke tempat pembuangan sampah. Tinggi
bak sampah tak memungkinkan mereka untuk membuang sampah ke dalam bak. Saya
sendiri butuh ancang-ancang khusus sebelum melempar kantong kresek berisi
sampah ke dalam bak yang tinggi, apalagi anak-anak itu. Bagaimana pula bila kantong sampah
mereka berat, tentu lebih mudah meletakkannya di dekat bak sampah.
Maka
dengan keadaan Makassar tercinta seperti ini, kapankah adipura bisa kita raih?
Sampah berkeliaran di sekitar bak |
Di tepi jalan, di tikungan jalan "ia" ada |
Sampah dalam berbagai bentuk |
Pengemis Juga Manusia
Mereka bercengkrama |
Akhir-akhir
ini, pengemis banyak terlihat di taman kota jalan Sultan Hasanuddin dan di
beberapa tempat di Makassar. Seperti sedang booming
saja. Saya pernah melihat mereka berduyun-duyun, entah dari mana, menuju ke
suatu tempat.
Foto-foto
ini diambil di taman kota Sultan Hasanuddin, dalam sudut berbeda dan memotret
orang-orang yang berbeda:
☼☼☼
Makassar
yang marak oleh ketiga hal di atas, kini sedang marak dengan poster/baliho
laki-laki/perempuan berpose apik yang mengusung logo berbagai partai politik di
atasnya.
Mudah-mudahan
ada solusi yang baik dan manusiawi untuk ketiga hal ini (dari mereka dan dari kita semua).
Makassar, 23 Agustus 2012
Silakan juga dibaca:
[i]
Sumber: artikel berjudul “Makassar Butuh Bantuan APBN untuk Keruk Kanal” di http://makassar.antaranews.com/
Share :
Masalah sampah dimana2 sama aja ya mbak, di kotaku juga masalah sampah di sungai dan lingkingan memang perlu perhatian khusus. Perlu ditingkatkan kesadaran membuang sampah pada tempat sampah.
ReplyDeleteIya ... kesadaran diri sendiri sangat penting. Yang edih kalo orang2 lain gak sadar2 hiks
Deletesayang sekali ya banyak sampahnya mbak, dijakarta juga begitu
ReplyDeleteMakassar kalo begini, sebentar lagi bakal menyaingi Jakarta mbak Lid :(
DeleteKanal yang kotor, Sampah berserakan, Bak sampah tak berfungsi....., Bukti dari "Merawat lebih sulit dari membuat"
ReplyDeleteBetul Pak. Dan kali ini: "mempertahankan jauh lebih mudah daripada tidak"
DeleteSaya pernah melihat sampah (bungkus nasi, botol minuman dll) berserakan di lokasi berlangsungnya DEMO.
ReplyDeleteSaya heran padahal peserta demo adalah mereka orang-orang idealis yang menginginkan kebaikan...., tetapi mereka justru meninggalkan sampah...
Gimana ini (???)
Itulah kacaunya kebanyakan pendemo Pak. Atau jangan2 mereka orang bayaran? Karena banyak pendemo, ngaku mahasiswa idealis tapi minta bayaran lho.
Deleteternyata bukan hanay jakarta yang merubah sungainya menjadi tempat pembuangan sampah...kondisi yang memprihatinkan dan sedikit aksi untuk menyadarkan masyarakat dari bahaya membuang sampah ke sungai, akibatnya anak2 jaid terbiasa dengan habit ini...
ReplyDeleteItu kesulitannya mbak :(
DeleteGila... sampahnya serem...
ReplyDeleteDi kali di Jakarta juga gitu sih @.@
Gemes deh aku kalo liat orang buang sampah sembarangan... :(
Jangan sampai di sini jadi kayak Jakarta Na. Macetnya sudah mulai mirip tuh T_T
Deletesampah dan gepeng memang problem makassar ya kak. semoga nanti terpilih pemimpin yang peduli dengan kedua hal ini.
ReplyDeleteKelihatannya memang hal kecil tapi sangat berpengaruh. buktinya sudah jelas ada di foto. masyarakat kurang peduli dgn kebersihan umum, saya sering kesal lihat orang yang buang sampah dari jendela mobil atau meninggalkan sampahnya di bawah bangku pete-pete. mereka hanya ingin dirinya yang bersih tidak peduli dgn kebersihan umum. we need a change. #gerakankotamakassarbersih
Itu menyebalkan sekali. Seringkali mobilnya keren, orang2nya wangi koq nyampah sembarangan di'?
DeletePrihatin ya Mbak, makin kesini, sampah makin jadi masalah, pengemis makin meraja.
ReplyDeleteSemoga ada solusi dari kita dan dari mereka, Aamiin YRA
Aamiin ....
DeleteDi Palembang, gimana Yunda?
kadang sedih juga ya mbak kalo melihat sampah berserak di mana-mana, apalagi musim penghujan juga segera datang. semoga segera ada penyelesaian terbaik dari semua ini ya mbak.
ReplyDeleteselamat lebaran juga ya mbak, maaf baru mampir kemari..maaf lahir batin ya mbak.
Iya Mami Zidane :|
DeleteSama2 mbak ... maaf lahir batin ...
sampah kayaknya dah jadi masalah umum di kota besar
ReplyDeletecuma sebagai orang luar yang hanya bisa dapat berita dari media, asal dengar kata makasar yang pertama kali kepikiran adalah tawuran
efek media, jadi maap kalo salah...
Yap.... masalah umum ....
DeleteSayangnya mas Rawins benar. Tawuran menjadi trade mark kami gara2 media ...
bukan cuma media, pemikiran sebagian dari kita juga perlu diluruskan lebi lanjut. kita seringkali merasa cukup mendapat satu informasi,tanpa merasa perlu croscek sudah ambil kesimpulan. jangankan kalangan awam, blogger saja yang harusnya lebih luas sumber informasinya masih banyak banget yang tidak open mind.
Deletekita sering lupa kalo otak kita memang diciptakan untuk menggeneralisir masalah. contohnya kalo ada berita banjir di jakarta, langsung kita berpikir kalo seluruh jakarta kebanjiran. padahal cuma di satu dua wilayah yang luasnya hanya sepersekian persen dari luas jakarta
kayaknya sih begitu
Sampai beberapa waktu yang lalu di sini ada gerakan “Makassar Tidak Kasar” lho mas Rawins gara2 masyarakat kami terganggu dengan image buruk itu.
DeletePernah, setelah ada berita tawuran, seorang teman suami saya dari pulau lain sampai “ngomel” di FB suami. Katanya, “Apa kalian tidak malu?” bla8 .. waduh, memangnya suami saya bagian dari tawuran itu apa? Hehehe
Waktu merantau, saya dan suami sering dapat pertanyaan dan pernyataan dari sekeliling (suku kamoi amat minoritas di sana) yang rada2 ndak enak, misalnya bahwa orang Makassar itu kasar2, sampai pertanyaan seramai apakah Makassar. Bahkan waktu Habibie jadi presiden, ada komentar2 miring yang bernada SARA, kacau .... :D
Iya benar, kita cenderug menggenarilisir. Teman saya (waktu di perantauan) kalo melihat masyarakat setempatt dan menurut mereka ada kesan negatif, langsung deh dicap, “Orang di sini koq begitu ya ...” bla8 ... tdk enak mendengarnya. Sy bilang saja, “Di mana-mana ada orang begitu, biar bukan di sini. Orang baik pun di mana2 ada” ... Saya sangat paham ini karena kedua orangtua saya berbeda suku (tapi masih sama2 di Sulawesi)
masalahnya sederhana kok masalah sampah ! Getok aja kepalanya yang buang lagi kalau sudah di bersihkan :D
ReplyDeletesilahkan baca http://www.ujungpandangekspres.co/erwin-kallo-berhenti-pamer-prestasi/
ReplyDeletebentuk kritikan lain dari inti tulisan pada blog ini.
Mungkin kotak sampahnya sering penuh gak cepat diambil sehingga tumpah yg pada achirnya terbiasa membuang diluarnya saja.Cara mengatasi persoalan sampah itu sebenarnya sama skali tdk sulit dan mesti berhasil,bila berkenan (buka)http://teknologitpa.blogspot.com
ReplyDelete