Silsilah raja-raja Soppeng. Ditulis di atas daun lontar, diletakkan di alat pemutar. Membacanya dengan cara memutar "rol lontar" di bilah-bilah kayu itu |
Do’a Khatawul Qur’an
Naskah
yang ditulis di atas kertas pabrik ini milik I Masse Batu Lappa kabupaten Barru
abad ke-20 ini berisi: do’a yang dimulai dengan shalawat kemudian surah
al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas. Selain beberapa potong ayat, juga do’a
pahala bacaan kepada orangtua, orang muslim, sahabat-sahabat dan para wali.
Sesudah dzikir disebut Muhammad, Jibril, Mikail, Israil, dan nabi Khaidir untuk
mencarikan rezeki.
Lontarak Sakkerupa
Do’a-Do’a
Naskah
yang ditulis dalam bahasa Bugis dan Arab milik La Lanni ini ditulis di atas
kertas cap air gajah dan tulisan Cina, berasal dari abad ke-18. Sayangnya
naskah ini tak lengkap. Berisi: ilmu tasawuf, tarekat Kasabandiah
(Naqsabandiah), obat-obatan (jampi) dan baca-baca untuk keberanian, dan
do’a-do’a.
Cenningrara
Naskah
berbahasa Bugis ini ditulis di atas kertas cap Air Britania pada abad ke-18.
Milik dari Anthon Andi Pangerang di Palopo. Isi naskah: “pesan” lewat angin,
pemanis ketika mandi dan bersanggul, tata cara agar suami tidak tertarik kepada
wanita lain. Beberapa bacaan untuk wanita sebelum berhubungan dengan suami,
penyembuhan sihir.
Pitika
Isi
naskah yang ditulis dalam bahasa Makassar dan Arab ini tak lengkap, berisi
segala macam azimat. Milik dari Daeng Paja, di Takalar. Berasal dari abad
ke-18.
Tata Cara Mendirikan
Rumah
Naskah
yang ditulis di atas kertas cap Air Gajah dan pohon kelapa ini berasal dari
abad ke-18. Ditulis dalam bahasa Makassar dan Arab. Berisi nama kayu sesuai
pertumbuhannya.
Bunga Rampai
Keagamaan
Naskah
yang ditulis di atas kertas papirus ini milik seorang raja di Sulawesi Tengah
pada abad ke-17. Berisi bacaan dalam shalat, tarekat Nur Muhammad, tauhid, dan
keadaan dalam kubur.
Maulid Nabi Muhammad
SAW
Naskah
yang berasal dari abad ke-17 ini milik seseorang (saya tak bisa membaca dengan
jelas pemiliknya, dari foto yang diambil), berbahasa Arab dan Melayu. Berisi
tentang nabi Muhammad SAW.
Beberapa naskah lain
yang dipajang berupa surat-surat. Seperti :
“Daftar
banjaknja perahoe jang berlajar keloear Selebes Selatan”.
“Perahoe-perahoe
yang di beslag” (1948)
Surat
dari seorang perempuan yang telah menerima uang dari tuan Petor di Selayar
(tahun 1910, ditulis dalam aksara Lontarak)
Surat
permohonan pembebasan seorang laki-laki dari Sulawesi yang dijadikan budak.
Daftar
nama warga keturunan Tionghoa yang masuk Akademi Militer (1910 – 1941)
Proses
verbal pidana seorang laki-laki keturunan Tionghoa di Sinjai (1938)
☼☼☼
Naskah kuno |
Surat-surat lawas |
Saya
menyayangkan, tak semua yang dipamerkan di expo ini memiliki keterangan yang
lengkap. Beberapa foto terpajang tanpa keterangan apa-apa, pun naskah kuno.
Namun demikian, expo seperti ini tetaplah merupakan media menarik untuk
mengunjungi masa lampau.
Semua
keterangan mengenai naskah di atas, saya kutip dari keterangan-keterangan yang
dipajang di Expo Kearsipan. Setuju atau
tidak dengan konten beberapa naskah yang mengandung nuansa mistis adalah hal
lain. Tak ada maksud saya selain untuk mengabarkan khazanah budaya Bugis-Makassar
yang saya saksikan di ajang ini. Karena tak dapat dipungkiri, saya adalah
bagian dari masyarakat dan budaya Bugis yang mengalir dalam darah ayah saya.
“Bugis” menjadi sangat kuat dalam darah anak-anak saya karena ayah mereka orang
Bugis tulen.
Dan
saya pun bagian dari masyarakat dan budaya Makassar, karena saya lahir, besar,
dan tinggal di tanah Makassar dan mencintai Makassar seperti kampung halaman sendiri.
Saya pernah merantau. Tak lama, hanya dua tahun lebih. Tetapi ingatan saya
selalu kembali ke Makassar. Selalu kangen dengan aroma dan tanah Makassar.
Makassar, 25 Agustus 2012
Silakan dibaca juga:
Share :
menarik jg ya mempelajari masa lampau..
ReplyDeleteIya benar, menarik ...
Deletesetinggi apapun merpati terbang dia pasti akan kembali ke sarangnya. Seperti halnya mbak niar, walaupun pernah merantau jauh namun akhirnya balik lagi ke makassar.
ReplyDeletekampung halaman memang akan selalu terkenang sampai kapanpun ya mbak...
Iya mbak. Dan menariknya, Makassar sebenarnya bukan asal darah saya, tapi saya merasakannya seperti kampung halaman sendiri.
Deletenaskah-nya benar-benar sangat kuno...sayang seperti tidak terawat..., seandainya ada yang mau mengarsipkan dalam bentuk mikrofilm. tentulah sangat bagus..karena bisa jadi warisan sejarah masa lalu bagi para generasi selanjutnya dari bangsa Indonesia :)
ReplyDeleteKebanyakan milik pribadi yang sudah turun-temurun Pak :)
DeleteMudah2an saja sdh diarsipkan dalam bentuk mikrofilm
mistis itu kan pandangan dari orang yang ga ngerti tapi sok skeptis duluan. kesan mistis memang selalu dimunculkan oleh praktek perdukunan palsu termasuk pengobatan alternatif berkedok agama.
ReplyDeleteuntuk praktisi kebatinan yang sebenarnya, mereka tidak menganggap itu sebagai klenik melainkan teknologi. apa yg orang lain sebut jimat untuk mereka ada hardware dan yang orang lain bilang mantra itu dikatakan sebagai password.
Hardware dan software .... hmmm analogi yang menarik. Spt itu kelihatannya ya ...
Deletemereka menganalogikan mantra dengan voice command yang dulu dianggap khayalan. sekarang sudah bukan hal aneh lagi kan..?
Deletemungkin disitu jawabanya kenapa doa yang sama bisa makbul untuk seseorang tapi ga ada reaksi untuk orang lain. voice recognition kan memerlukan aksen khusus biar dikenali..
Mengerti maksud mas Rawins. Skripsi suami saya dulu Voice Recognition.
DeleteKeyakinan seseorang dalam mengucapkan entah itu do'a atau mantra bisa jadi "penentu", ya mungkin semacam "aksen khusus" itu ...
boleh tau suaminya orang bugis apa bu?
ReplyDeletekali aja kenal hehe
Bapak mertua saya (alm) asalnya dari Sidrap (nama daerahnya Arawa) dan ibu mertua saya dari Pinrang (nama daerahnnya Malimpung), Pak. Kita' iya Bugis mana ki'?
Deleteoo aku kira ciripa, ternyata pitika, hehe
ReplyDeletemaaf lahir batin ya...
Waah sudah lama gak nonton Ciripa qiqiqi
DeleteMaaf lahir batin mbak :)
Mbak Niar, saya yang termasuk gatal otaknya kalau membaca ada yg nyalah-nyalahan situasi magis jiwa orang lain. Mereka itu menurutku gak paham benar apa arti religi..Jadi gak usah kuatir soal lembaran2 dari tulisan kuno nenek moyang orang Bugis ini. Itu lah gambaran jiwa nenek moyang kita..Memahami mereka berarti kita memahami diri sendiri..Dan terima kasih sudah berbagi..:)
ReplyDeleteHehehe ... kadang2 ada orang yang suka komen sinis kak :) Terimakasih kak Evi sudah komen dengan sangat positif :)
Deletenambah ilmu sejarah buat aku mbak, makasih ya
ReplyDeletemaaf lahir dan bathin juga :)
Terimakasih juga sudah mampir mbak Ely :)
DeleteJadi... bawa berita orang mati jaman dulu dari Afrika ke Makassar butuh waktu enam tahun ya... lama banget ya jaman dulu tu hihihi...
ReplyDeleteAku juga suka belajar sejarah gitu gitu, tapi bener tu mbak kadang even di museum pun gak ada penjelasannya... jadi cuma liat doang @.@
Huaaa salah tempat komennya, tadi baca yang ke 1 dulu soalnya :P
DeleteNdak papa Na, ngerti koq ini komen buat yang bagian 1 :)
DeleteOooh di museum begitu juga? Sy sih belum pernah ke museum #ketahuan deh#, ini di expo ... bukan di museum
kalau tidak ada masa lampau tidak ada masa kini ya mbal:) bagus juga belajar sejarah nih
ReplyDeleteYap :) Iya mbak, sekalian belajar :)
Deleteberarti kalau suatu saat mmbak mugniar nginep ditempatku kudu bawa tanah makasar nie
ReplyDeleteGitu ya mbak Nunu? :D
Delete*Dicatat*
Jika kita belajar untuk mengetahui masa lampau, sepertinya kita akan lebih menghargai kita sekarang, dan yang pasti akan banyak pelajaran yang dapat diperoleh dari masa lampau. :)
ReplyDeleteYap. Pelajaran, ada di mana2, termasuk dari masa lampau :)
DeleteMestinya kalau tak ada keterangan ya harus ada petugas yang menjelaskan #dibayar berapa ya kalau ngoceh sepanjang acara, hehe...
ReplyDeleteSyukurnya Mbak Niar melengkapinya dengan keterangan, jadi kami lebih pintar meski tak hadiri Expo tersebut :)
Sebenarnya ada Yunda, tapi entah di mana, nyelip2 di antara penjaga stan biasa. Mau asal bertanya malu2 juga, takut pertanyaannya salah hehehe .. maksudnya takutnya pertanyaan saya yang amat awam ini kedengaran konyol. Jadi lebih aman cari yang bisa dibaca dan manggut2 setelah membacanya hehehe.
DeleteKeterangan ini saya ambil dari keterangan yang tertulis itu Yunda :)
naskah2 ini adalah bukti otentik kuatnya hubungan antara Makassar dan agama Islam ya mba
ReplyDeletemakin tahu sejarah makin cinta dong :)
Iya ... ada pengaruh Arab di situ.
DeleteIya tuh, makin cinta :)
Saat melihat tulisannya, saya mengenali itu adalah huruf bugis. Karena bapak saya dulu kerap menggoraskan catatan di buku beliau dengan huruf2 itu :)
ReplyDeleteSama dong kayak bapak saya.Dulu bapak saya kalo bersurat ke nenek saya, pake huruf Lontarak. Sekarang di sini, anak2 SD masih diajari huruf Lontarak, kaka Akin. Untuk melestarikan pengtahuan ttg aksara ini. Nama2 jalan pun di tulis juga di bawahnya dengan aksara ini.
Deletekoleksi yang luar biasa berharga...harus benar-benar dijaga dan disimpan dengan baik ya mba...karena bagian penting dari sejarah kita. Baik untuk pengetahuan dan penghormatan terhadap nenek moyang serta pesan moral penting yang disampaikan. TFS mba..
ReplyDelete