Sahabat-sahabat
saya menertawai cara saya memotong-motong daun bawang.
“Kenapa?”
tanya saya polos.
Salah
seorang dari mereka menjawab, “Orang potong daun bawang itu bukan dari situ,
tapi dari sini.” Ia menunjuk pangkal daun bawang.
Walah,
malu saya.
Nasi goreng kesukaan anak-anakku. Penampakannya sederhana tapi bikin anak-anak nagih tuh ^__^ |
Apa
kejadian itu baru-baru ini?
Wah,
ndak-lah.
Masak
mamak beranak tiga ini tak tahu cara potong daun bawang sekarang!
Itu
kejadian 24 tahun lalu, waktu saya masih memakai seragam putih-biru, menjelang
praktik pelajaran PKK di sekolah.
Di
rumah, saya memang tak biasa masak. Bukan hanya saya, ibu saya pun tak biasa
masak. Selalu ada orang yang memasakkan untuk kami walau kami bukan orang kaya.
Kendaraan kami ketika itu hanyalah sebuah skuter Vespa. Saat awal mahasiswa,
kemampuan masak saya hanya meningkat sedikit. Lumayan, selain tahu cara masak
air, saya tahu cara memasak nasi pakai dandang dan memasak nasi goreng.
Hei
jangan tertawa ya. Ups, tak baik ya
melarang orang tertawa. Okelah, Anda boleh tertawa. Tapi saya pernah mendapati
orang yang sudah beranak tak tahu bagaimana tanda-tandanya air yang dimasak
bila sudah mendidih. Masih mendingan saya kan?
Menjelang
lulus kuliah, kesadaran saya makin kuat untuk belajar masak. Paling kurang
kelak ketika sudah menikah, saya bisa memasakkah apa yang disukai keluarga
saya. Begitu pikir saya. Saya mulai mencatat resep-resep masakan sehari-hari di
rumah kami. Ketika kakak-kakak perempuan ayah saya yang hobi masak bertandang
dan bersibuk ria di dapur, saya juga menyadur keterampilan masak mereka ke
dalam buku catatan saya.
Saya
mulai praktik bikin kue. Yang digoreng, yang dikukus, juga yang dipanggang.
Suatu ketika dua orang senior di kampus bertamu. Saya menyuguhkan cake hasil praktik saya. Salah seorang
dari mereka berkomentar, “Kamu masih harus banyak belajar bikin kue nih.” Rasanya wajah saya seperti
kesemutan.
Sayur bening labu ala saya |
Saya
memperhatikan kue bikinan saya. Rasanya enak menurut saya. Hanya bentuknya yang
aneh. Terlalu kerdil. Seorang senior yang lain menyelamatkan wajah saya,
“Rasanya enak, koq!” Psst, orang itu – yang menyelamatkan
wajah saya itu, kelak menjadi suami saya, he
he he. Belakangan saya teliti lagi, rupanya saya terlalu kemaruk
menempatkan adonan kue itu ke dalam talang (talang
atau talam sih yang benar?) berukuran besar. Harusnya
adonan itu ditempatkan di wadah yang kecil saja karena jumlah telur yang
digunakan sedikit.
Saat
KKN, kemampuan masak ya bertambah lagi sedikit. Saya tak sepandai kawan-kawan
perempuan lain dalam hal memasak. Sangat lumayan bagi saya bila sambal bikinan
saya disukai kawan-kawan selokasi. Saat itu, saya menggoreng sedikit
bahan-bahannya (bawang merah, tomat, dan cabe rawit) sebelum menguleknya dengan
garam. Sambal itu disajikan dengan diberi sedikit minyak goreng bekas
menggoreng tadi.
Setelah
itu, saya semakin getol belajar memasak. Segala acara masak dari semua stasiun
TV saya pelototi dan catat. Alhamdulillah, banyak menambah pengetahuan saya
tentang istilah tata boga, bahan-bahan makanan, dan cara mengolahnya. Saya
menyimpulkan: memasak itu mudah dan cepat, asal bahan-bahan tersedia dan sudah
dicuci serta disajikan sesuai takarannya seperti dalam tayangan-tayangan itu (ya iyalah .... tayangan TV kan kelihatannya saja simpel J).
Setelah
menikah (tahun 1999), saya membekali diri dengan setumpuk buku resep masakan
dan membulatkan tekad untuk sungguh-sungguh belajar memasak demi disayang
suami. Dengan percaya diri, saya ikut suami ke pulau Sumatera dan
memperlengkapi peralatan dapur kami.
Saat
baru tinggal di Minas (Riau), kami tinggal di wisma bujangan. Pegawai yang baru
beristri boleh menempati kembali kamar mereka, sebelum mendapatkan jatah rumah
perusahaan. Di situ saya berkenalan dengan kawan-kawan baru yang masih dalam
masa pengantin baru juga seperti saya. Kami saling bertukar ilmu masak yang
rata-rata masih minim.
Palu mara kaya bumbu, masakan saya |
Di
wisma itulah pertama kalinya saya membeli dan memasak tempe. Tempe yang tidak
langsung dimasak dan hanya disimpan di suhu ruang, sudah tentu akan terus
mengalami proses fermentasi. Saya yang sangat awam soal masak-memasak sangat
terkejut saat hendak memasaknya demi melihat ada bahan putih serupa bulu
menyelimuti tempe tersebut. Dengan panik, saya langsung menelepon suami saya di
kantor. Suami saya masih lebih pandai daripada saya dalam urusan masak-memasak.
“Kak,
kenapa tempenya begitu? Apa masih bisa dimasak kalau begitu?” tanya saya.
“Memangnya
kenapa?” suami saya balik bertanya.
“Berbulu
dan terasa panas,” jawab saya.
“Oooh
tidak apa-apa, masih proses fermentasi itu. Dimasak saja,” jawab suami saya
sambil tertawa ringan.
“Dimasak
bagaimana?” saya masih bertanya.
“Terserah,”
jawab suami saya
“Digoreng
saja?” saya masih gigih bertanya.
“Boleh,”
kata suami saya.
Belakangan
baru saya tahu ternyata suami saya menggunakan speaker telepon saat menjawab telepon saya. Dan ia tidak sendiri
saat itu, ada seorang kawan yang sedang bersamanya. Ada rasa malu yang
menyembul saat mengetahui hal ini. Tetapi segera saya simpan rasa malu itu
dengan alasan “Yang penting ia tak melihat wajah saya.” J
Itu
cerita lalu, Kawan.
Setelah
itu saya giat praktik masak dan berhasil. Mulai dari yang berbahan ikan, ayam,
segala macam jenis sayur, telur, tahu, tempe, kolak, dan kue. Bobot suami saya
meningkat drastis. Sampai-sampai kawan-kawannya sering menggoda, “Ini yang
hamil malah suaminya, bukannya istrinya.” Karena perut suami saya semakin maju
sementara saya sendiri belum kunjung hamil.
Begini-begini saya pernah ikut lomba masak lho ^__^ |
Saat penjurian |
Tahun
2003, saya ikut lomba masak di sebuah perusahaan MLM. Resepnya harus kreasi
sendiri dan bahan-bahannya menggunakan produk-produk MLM tersebut. Resep yang
masuk dari seluruh anggota di Sulawesi Selatan dan provinsi lain di Indonesia
timur diseleksi dan terpilihlah 6 orang yang berkompetisi, termasuk saya.
Saya
berlatih terus memasak OMELET MIE SEHATI kreasi saya selama beberapa hari
menjelang lomba. Saat lomba, saya meminjam kompor gas satu mata milik seorang
kawan. Sayangnya saya tak pernah mencoba memasak dengan kompor gas itu, di
udara terbuka. Langsung saja saya pakai saat lomba. Angin bertiup kencang,
biasanya saya mengandalkan indra penciuman, kali ini tak bisa. Tutup penggorengan berkabut uap, susah melihatnya walau berbahan kaca. Makanya hasil
lomba kurang greget, agak hangus di bagian bawahnya.
Omelet Mie Sehati, bagian hangusnya kelihatan ya :D Bahannya: mie instan, tahu, wortel, daging giling, bawang (merah, putih, bombay, daun), tomat, sleedri. Juga saus-saus (kecap, sambal, dan tomat) |
Saat
juri menanyakan, “Ini kenapa hangus? Sengaja ya?”
Saya
menjawab asal, “Iya mbak, supaya lebih terasa bumbunya.”
Ngasal kan?
Jelas saja saya harus menjawab itu ibu juri, Anda tidak memberikan pilihan lain
bagi saya – lari bersembunyi di balik punggung Anda misalnya atau memandang ke
langit biru sambil bersiul-siul dengan bola mata berputar-putar ala Kanjeng
Mami (seolah bukan saya yang masak),
misalnya.
Tapi
lumayanlah, dapat pengalaman dan pelajaran berharga. Dapat juara 5 (lumayan kan
bisa mengalahkan 1 orang? He he he), dan dapat hadiah serta berpose bareng
kepala cabang perusahaan MLM itu dan para pemenang.
Sekarang,
saya tak jago masak. Tapi alhamdulillah-lah, saya bisa masak. Saya bisa memasak
nasi goreng kesukaan anak-anak saat mereka minta. Juga memasakkan palu mara’ (semacam
pindang ikan) dan sayur bening labu
kreasi saya yang disukai suami.
Suami
saya sangat menyukai masakan saya, Kawan. Buktinya ia tak pernah mencela
masakan saya selama 13 tahun pernikahan kami. Bukan karena masakan saya selalu
enak. Tapi kalau masakan saya tak enak, ia diam saja J.
Makassar, 27 Agustus 2012
Silakan dibaca juga:
Share :
wuih.. pengalaman memasaknya menarik sekali bun ^^
ReplyDeletesemakin semangat saja nih belajr masak :D
eh ia, semoga sukses ya ikutan give awaynya ^^
seru :)
DeleteAyuk ikutan GA ini, masih sempat koq :)
Aamiin termakasih yaa
wah..seru ya prnh ikut lomba masak.. ^_^
ReplyDeletetrimakasih sdh ikutan mb..sdh kucatet :)
Waah, yang punya hajatan berkunjung. Makasih mbak .. :)
Delete*Sudah tenang kalo sudah tercatat*
Saya paling males masak. Kalaupun ke dapur, saya cuma kebagian potong bawang & cabe, nguleg bumbu, sama parut kelapa. Kalo sudah pake kompor, minggat saya.
ReplyDeleteBtw, senior yang menyelamatkan muka kakak co cwit yah :p
Dulu kalo ngumpul2 bareng teman2 cewek, saya cuma berpartisipasi di potong2 saja malah, nguleg jaraaang. Kalo sudah mau naik kompor, saya juga minggat tuh ... malu ketahuan ndak bisa masak hehehe
DeleteEh iya .. sampai sekarang dia co cwiiit :D
Deletebisa karena terbiasa sekarang ya mbak
ReplyDeleteAlhamdulillah mbak Lid :)
DeleteMemasak itu [tak] mudah...saya setuju banget Mbak..
ReplyDeleteSya kalau masak gak konsisten citarasanya...hehehehe
Etapi saya suka tuh omelet sehatinya...juga palu mara-nya.
Sukses Mbak GA-nya, saya nyerah deh sama Mbak niar.
Memang tergantung jam terbang mbak Rie. Yang penting ada kemauan masak :)
DeleteWaah, mbak Rie belum nyicipin saja sudah suka sama masakan saya, kalo suda nyicipin bisa keblinger lho hehehe ....
Weww koq nyerah ... ikutan jugalah ....
Ikutan lomba ah.. walaupun gosong dikit gpp, biar lebih terasa bumbunya hehee...
ReplyDeleteKalo saya bisanya bikin mie gelas mbak :D
Yaah namanya PD ... maju terus :D
Deletegampang asal tau rahasianya
ReplyDeletejaman pramukaan dulu kalo kebagian masak, selalu ku bikin pedes. jadinya yang balik dari kegiatan kan kelaperan tuh. karena kepedesan jadi gak mikirin enak apa enggak
hehe bejat..
jangan sampai rahasia ini diketahui anak2 pramuka jaman sekarang mas Rawins :D
Deleteemang pramuka sekarang masih mau masak..?
Deletepas kapan nonton anak kemah, masa pesen katering..???
Iya benar juga sih. Di sebuah SD, ortu anak ybs (yg ikut berkemah), ikutan juga ngemah. Trus orangtua mereka yang memasakkan makanan untuk mereka.
DeleteKalo jaman dulu, kayak suami saya waktu pramuka, anak2 pramuka keluar-masuk hutan. Mereka makan apa saja yang ada di hutan kalo nggak sempat masak. Tentu saja mereka masak sendiri
Dari yang tak bisa masak jadi piawai masak ya Mbak sampai 'berani' ikut lomba masak :)
ReplyDeleteBukan piawai Yunda ... nekat hehehe
Deletehehheheeh masak nama nya niar emang gag bisa masak yaa bunda, hahahahah :D
ReplyDeleteTapi kalau tempe yang berbulu putih mah niar tau lho, hahahahah :D
Hahaha betul, yang namanya NIAR pada akhirnya harus bisa masak meskipun tak tahu kalo tempe itu bisa berbulu putih :D
Deletewah bunda pengalaman sekali yah. hihihi..
ReplyDeleteaku sampe seneng baca n melihat-lihat. itu foto masih awet yagh walapun jadul hihi....
mogamenang bunda...
Waduh ... pengalaman dalam urusan mencoba dan nekad2an Annur, bukan dalam memasak hehehe.
DeleteFotonya keliatan sekali jadul ya? Padahal cuma 9 tahun yl.
"Cuma?"
*tersentak ... iya yah sudah lama sekali*
saya juga pernah nyoba bikin palumara, kata suami sih enak, ga tau beneran enak atau karena kasian hikhik... Mie sehati? MLM CNI kah mbak???
ReplyDeleteTebakan Anda tepat :D
DeleteAda tambahan lagi di bahannya: saus (sambal, tomat, kecap)
Ah bagi saya masak itu mudah (asal masak mi instan sama masak air) hihi...
ReplyDeleteWah sepertinya kalau saya berkunjung ke rumah Mbak, pasti lidah saya bisa termanjakan :D *Otak Gratisan*
Memang mudah kalo itu saja yang dimasak :D
DeleteGak segitunya kaliiiii, makanan kami sangat sederhana lho. Mungkin saja tak cocok dengan lidah banyak orang :D
tapi kalau dilihat dari gambarnya kayaknya enak tuh, memang tidak mudah untuk memasak tapi bagi wanita setidaknya harus bisa walau tidak banyak ya mbak...
ReplyDeleteWalau hangus, enak lho mas Agus :D
DeleteSebaiknya siapapun haarus bisa masak walau sederhana sih menurut saya ;)
idem...kadang udah diparaktekkan sesuai resep kok beda....
ReplyDeleteHehehe iya mbak Rina. Memang skill seseorang mempengaruhi hasil masakan :)
Deletesy juga baru belajar masak stlh nikah.. tp selama anak2 & suami suka ya sy seneng aja :D
ReplyDeleteItu yang penting mbak Chi: suami dan anak2 :D
DeleteWaah...banyak sekali ceritanya plus gambar2nya kereeen. apalagi ada pas ikutan lomba masak.
ReplyDeleteHihi..punyaku sih sederhana, tapi tetep semangat ikutan lomba ini juga. Moga berjaya ya mbak :))
Mbak ikutan juga yak?
DeleteSemoga berjaya juga mbak :)
Hahaha. Ceritanya lucu benar, Kak! ^_^
ReplyDeleteOia, saya juga dulu benar-benar tidak tahu masak.
Nanti pas masuk elektro dan ikut kepanitiaan
akhirnya dikit2 bisa...
kapan-kapan mau dong nyobaik nasi gorengnya, Kak...
Masih mending Mirna daripada saya dunks hehehe. Kasihan ku dulu di' :D
DeleteWaktu di kampus dan teman2 jualan di pantai di hari Ahad pagi, saya bagian potong2 ji kodong. Ada temanku yang jago masak di bagian kompor :D
kaget oleh tempe membuat pikiranku bilang "wah kebangeten nemen"...:o)
ReplyDeletedan paragrap terakhir jangan bertanya pada suami, tapi coba tanya sama sahabatnya...heheee.
salam sehat selalu bu.
Hahahha memang kebangetan yaa :D
DeleteWew ngapain nanya sahabat, saya hidupnya sama suami dan anak2 kan? :D
Salam juga :)
Membayangkan ekspresi waktu heran melihat tempe...
ReplyDeleteTapi semangat belajar masaknya patut diacungi jempol.
Semoga sukses dgn GAnya
panik mbak ... hehehe kan sayang itu tempe baru dibeli masak mau dibuang? Mana sekitar wisma ndak ada warung :D
Deletekeren...from zero to hero heheeh...nice blog
ReplyDeleteIstilah itu kayaknya terlalu keren deh hehehe. Makasih kunjungannya :)
Deleteasiik, bgs2 fotonya, tp yg mbikin ga kliatan yah? :p
ReplyDeleteHehehe
Delete