Satu sudut di Makassar |
Sebelum
balik ke Sorowako (daerah yang berjarak ± 10 – 12 jam perjalanan darat dari
Makassar), adik saya Mirna dan suaminya mengajak kami jalan-jalan keliling kota
Makassar dengan mobilnya. Saya dan suami ada keperluan lain sehingga kami tak
bisa ikut. Ketiga anak kami tentu saja amat gembira karena Mega Pro kesayangan
kami tak mungkin bisa membawa kami berlima sekaligus. Ajakan seperti ini
sangat mereka nantikan. Maka berangkatlah Mirna, Rifai (suaminya), kedua anak
mereka (Ifa dan Faqih), kedua orangtua kami, dan ketiga anak kami menyusuri
jalan-jalan kota Makassar di sore itu.
Afyad
dikawal oleh Ato’ (sapaan cucu-cucu kepada ayah saya, dari kata lato’ (bahasa Bugis) yang berarti
“kakek”). Seperti kedua kakaknya, ia pun cukup dekat dengan Ato’. Anak-anak
biasa ditinggal dengan Ato’ mereka ketika saya meninggalkan rumah untuk suatu
keperluan.
Karena
membeli martabak terlebih dahulu, saya dan suami pulang maghrib. Rupanya mereka
belum pulang. Rumah teramat sepi. Pukul 19 masuk SMS dari Mirna: di Pizza Hut, anak-anak mau makan. Ke sini
moko. Maksudnya, saya disuruhnya menyusul ke sana.
Suami
saya tengah berpuasa Syawal. Rencananya setelah makan malam baru kami menyusul,
jangan sampai mereka kewalahan dengan ketiga permata hati kami. Sebelum
bersiap-siap masuk lagi SMS dari Mirna: Dua
anakmu yang besar mau minum milkshake. Mereka tidak mau dilarang. Saya tidak
tanggung itu. Maksudnya ia tak tanggung jawab akan efek yang mungkin
terjadi jika Affiq dan Athifah minum milkshake.
Kedua
anak ini sedang dalam larang minum/makan yang bisa menyebabkan pencernaan
mereka kacau. Tubuh mereka baru saja membaik dari mencret-mencret. Di samping
itu mereka alergi dingin jadi makanan/minuman bersuhu dingin memang tak cocok
bagi mereka.
Dinginkah? –
saya membalas SMS-nya dengan pertanyaan bego.
Ya
jelas sajalah, yang namanya milkshake biasanya
dingin.
Kalo dingin jangan
mi. Kalo mereka tidak mau dilarang, bilang saja hukumannya larangan bermain
komputer selama 20 hari. Kasih liat SMS ini sama Affiq. –
Ancaman khas saya keluar.
Tak
lama masuk lagi SMS dari Mirna: Affiq
masuk WC perempuan. Ada lagi ulah Affiq. Ngapain dia di WC perempuan? Ia sudah paham betul dengan “jenis
kelamin WC”, sudah tak perlu diajari lagi.
Saya
balas SMS-nya: Coba tanya, apa maksudnya.
Ko tanya mi saja
sendiri nanti sama dia – jawab Mirna.
Pukul
20, baru kami bisa bersiap.
Saya
kirim SMS ke Mirna: Di mana?
Sudah mau pulang –
jawab Mirna.
Maka
kami pun memutuskan menunggu saja di rumah.
Belakangan
terbongkar ulah Affiq. Sebelum masuk WC perempuan ia bermain air di wastafel
restoran. Anak kelas 6 SD ini memang masih suka bermain air. Ia masih bisa
bersaing dengan adik-adiknya dalam hal ini.
Martabak ... |
Lalu
saat Athifah dan Ifa – sepupunya masuk WC, ia
mengekori mereka untuk menggoda kedua adiknya ini dengan cara: MEMATIKAN
LAMPU WC! Om Pai-nya sudah was-was saja kalau-kalau ada orang lain di WC itu.
Untungnya tak ada. Alhasil ia menuai hukuman: larangan bermain komputer selama
dua hari.
Benar-benar
gemas saya. Saya mewanti-wantinya berulang kali untuk tak mengulangi lagi
perbuatan itu. Jika sampai terulang, akan saya biarkan satpam restoran
menangkapnya.
Afyad
sangat menikmati perjalanan ini. Ia tak mencari saya atau papanya. Awal ia
didudukkan di kursi khusus balita, ia merasa terkerangkeng. Berulang kali ia
meminta tante dan Ato’nya melepaskan sabuk pengamannya. Akhirnya ia bisa juga
menikmati kursi, dan pizzanya tentu saja.
“Siapa
yang menyuapi Afyad?” tanya saya pada Mirna.
“Ato’,”
jawab Mirna.
Saya
tertawa. Geli saya membayangkan, ada sebuah keluarga beranak lima yang makan di
restoran bersama kakek-nenek anak-anak itu, tetapi yang menyuap “si bungsu”
bukan “ibunya” melainkan kakeknya. Iya kan? Mereka seperti sebuah keluarga
lengkap dengan 5 anak beserta kakek-neneknya.
Saat
bayangan saya itu saya ceritakan kepada Mirna, ia tertawa.
“Habis,
Afyad tak mau disuap oleh Saya,” ujarnya.
See?
Ayah saya sangat ngemong cucu.
Anak-anak saya dekat dengannya. Afyad memang terbiasa disuap oleh ayah saya,
selain oleh saya dan papanya.
Love you, Dad.
Makassar, 1 September 2012
Silakan juga dibaca:
Share :
Kalo di WC itu ada orang lain, pasti sudah heboh ada yang teriak2 karena lampunya mati :D
ReplyDeleteMakanya saya gemas sekali. Untung saja saat itu tak ada orang lain di WC itu. Kalo ada waduh bisa malu semua anggota keluarga dibuatnya ^__^
Deletehukuman yang mendidik buat anak :D
ReplyDeleteMudah2an demikian mbak Nunu. Kalo saja ada orang lain di WC itu, tentu hukumannya lebih berat lagi :D
Deletehihi, ada aja ulahnya yah. iya benar untungnya tak heboh, biasanya anak kecil itu suka teriak kencang sekali hehe.
ReplyDeleteSemoga saja iya tidak jahil lagi. hehe
inget dulu saja lebih jahil Bunda, waktu TK temen saya laki2 dia lebih kecil dari saya, dia mau maenan sswtu lalu saya ga boleh pinjem. Akhirnya saya jepitkan saja jari jemarinya ke lemari luar biasa nangisnya kenceng ahhaha.. jahara bgd saya eh.. curhat deh.. hehe maluu ih sama diri sendiri heheh
Hehehehe ... ternyata Annur punya sejarah jail juga. Alhamdulillah sekarang sudah sadar ya :D
Deletewah, jadi ikut membayangkan suasana di restorannya bun :D
ReplyDeletesenangnya ya sudah berkeluarga
Orang berkeluarga banyak ribetnya :D
Deletekalau kakek memang sangat sayang dengan cucu-nya, bahkan kadang orangtua kandungnya dimarahi oleh sang kakek apabila kedapatan sang cucu dimarahi oleh orangtuanya...tapi apapun itu..membaca ini benar-benar menggambarkan keluarga yang ceria dan bahagia...meskipun tanpa mama papa :)
ReplyDeleteIya bisa jadi begitu. Tapi bisa juga kompakan memarahi kalo bandelnya sedang kelewatan :D
DeletePasti kewalahan menghadapi tingkah anak-anak yang super kreatif. Fotografernya bagus sob. Teknik pengambilan gambarnya sudah mirip fotografer profesional. Pakai kamera berpixel dan merk apa sob. Bagus banget :-)
ReplyDeletePasti kewalahan :D
DeleteWaduh ini cuma pake HP jadul Nokia. Trus diedit sedikit pake Photo Scape koq ^__^
Photoscape hanya pada bagian frame nya aja kan sob? Kalau pengambilan gambarnya emang mampu menggambarkan satu sudut di makasar.
DeleteIya, cuma frame-nya saja :D
DeleteRasanya saya fotonya ngasal saja tuh ..
aku mau dong lampunya dimatiin kalo pas masuk wc perempuan
ReplyDeletehehe sesat...
Matiin sendiri dong
Delete#Lho?
:D
mengandung unsur kesengajaan dong...
DeleteWew .. jadi, maunya seolah2 gak sengaja? :D
Deletedilarang makan dan minumnya demi kebaikan kesehatan merka kan ya mbak
ReplyDeleteIya mbak Lidya. Ntar susah sendiri kan kalo dilanggar.
DeleteHihi kakeknya hebat...
ReplyDeleteEh itu si Affiq iseng bener daaah :D
Siapa dulu dong anaknya. #Eh? :P#
DeleteBegitulah Affiq. Kalo ada yang nanya, kenapa banyakan Athifah yang diceritakan di sini? Ya gimana, kalo cerita Affiq yang kayak gini2 terus. Sehari2nya saja saya bosan menghadapi, masak mau ditulis sering2? hehehe
tapi kalau menghukumnya keterlaluan kasian lho anaknya hehe...
ReplyDeleteMenghukumnya sesuai kapasitas anaknya dong mas Agus :D
DeleteYang jelas, anak harus diberi sanksi kalau melanggar/bersalah. Kalau tidak diberi sanksi, mereka akan belajar seenaknya :)
Hehe..betapa repotnya ibu muda dengan anak lima ya Mb Niar. Mana masih kecil2 lagi. untung ada Ato :)
ReplyDeleteHehehe ... pasti repot dengan 5 anak yang masih kecil2 kak Evi :D Untung ato'nya hebat ^__^
Delete