Agaknya
“prinsip jual-beli” yang selama ini saya dan orang-orang lain yakini tak
memadai lagi. Prinsip itu mengatakan bahwa:
- Ada uang, ada barang. Tak ada lagi yang bisa menghalangi jual-beli terlaksana jika si calon pembeli memiliki uang dan penjual memiliki barang yang diinginkannya.
- Suka sama suka. Penjual dan calon pembeli sepakat dan senang dengan harga yang ditawarkan atas barang yang diinginkan.
Sore
itu kami sekeluarga mendatangi sebuah mart
dekat rumah. Kami harus membeli beberapa barang keperluan rumahtangga.
Meskipun telah mematikan sebuah mart milik
penduduk asli yang berjarak hanya lima meter dari mart itu, tetap saja pada akhirnya keberadaannya sangat membantu
warga sekitar kami.
Seperti
lazimnya berbelanja di swalayan, setelah memilih-milih barang kami pun
membawanya di kasir untuk dihitung. Ada uang – ada barang, sudah pasti suka
sama suka, tinggal mengecek harga barang-barang itu dan membayarnya.
Satu
per satu barang dipindai barcode-nya.
Ketika tiba giliran teh bubuk cap Botol kesukaan kami ...
“Bu,
tehnya bisa diganti dengan yang lain? Yang ini tidak terdaftar lagi dalam
mesin,” ucap sang kasir.
“Tidak
bisa. Kami sukanya minum teh yang itu,” jawab saya.
Kami
– terutama saya sebenarnya, amat suka dengan teh merek ini karena rasa khasnya
amat nikmat apalagi jika sebelum diminum diseduh ke dalam air mendidih dan
dididihkan sejenak. Rasanya mak nyus
sekali. Selain itu teh ini berbeda dengan teh lain yang cepat basi meski sudah
dididihkan. Teh ini tahan lama, hingga 24 jam pun masih enak.
Sang
kasir diam, ia melanjutkan memindai barang-barang lainnya.
“Bagaimana?”
tanya saya, berharap masih diberi kebijaksanaan.
“Tidak
bisa, Bu,” jawabnya tegas.
Saya
dibuat terbengong-bengong dengan ke-saklek-an
sistem penjualan ini. Rupanya perkembangan teknologi tak selamanya memudahkan
manusia. Kali ini perkembangan teknologi berikut sistem yang mengikutinya
justru membuat hal yang seharusnya amat sederhana menjadi rumit dan aneh.
Prinsip
jual-beli itu sekarang harus ditambah satu lagi: “Atas kehendak tuan mesin”!
Makassar, 7 September 2012
Silakan juga dibaca :
Share :
udah jamannya gitu kali
ReplyDeleteketergantungan manusia ke alat semakin tinggi
eh, bu..
kenapa kalo posting bisa masuk reading list berkali kali jurnal yang sama..?
Iya nih bapakne Citra ... bermasalah terus editor blogspot saya. Kalo dipublish, tidak ada perubahan, jadi saya klik lagi publish. Malah tidak diklik pun dia sendiri yang kreatif mempublish sendiri. Pas dicek ealah ada berkali2 post dengan judul sama, juga berkali2 judul yang sama di dalam draft.
Deletemalah ada yang enggak kepakai mbak yaitu akad jual beli padahal itu ada sunnahnya.. orang terkadang menggampangkan akadnya.. hehhe belajar saat belanja pada orang arab di ampel mereka selalu bilang "Saja jual ya mbak" dan saya nyahut "iya saya beli" hihihi awalnya kelihatan aneh tapi lama-lama biasa :D
ReplyDeleteIya ya ... malah sebenarnya kita sering kali terpaksa beli, tidak ikhlas dengan harganya tetapi karena butuh .. apa boleh buat... :D
Deletega jadi beli dong mba? setahuku kalo ga bisa di pindai barcode nya si kasirnya ngetikin langsung deretan angka di barcode itu
ReplyDeletebtw Insya Allah aku ada rencana ke makassar minggu depan loohh *siapa yang nanya hehe
Soalnya kasirnya kelihatan profesional sekali. Dia sudah mengetikkan angka tapi tidak berhasil. Dan dia tidak memanggil teman2 pegawai lainnya untuk bertanya :D
DeleteHarusnya kan bisa diketik manual ya ...
walah masa iya harus diganti ya mbak barangnya
ReplyDeleteIya mbak ... ndak mungkinlah
DeleteAneh banget, kenapa dipajang kalo nggak bisa dijual ya?
ReplyDeleteMungkin itu yang namanya salah satu kelebihan Tuan Mesin, Mugniar...
:D
Barangnya masih ada beberapa lagi mbak Irma, bukan hanya satu itu :)
Deletekalau membaca postingan ini..maka saya berkesimpulan..kasirnya yang malas, karena meskipun tidak ada dalam database mesin kasir..sang kasir seharusnya bertanya kepada supervisor mart tersebut, yang akan mengecek ke database pusat untuk mencari harga barang yang dimaksud..karena barangnya masih ada di pajang di mart tersebut..memang prosesnya agak lama, tapi kalau konsumen-nya membutuhkan, tentunya bersedia menunggu...hal ini saya ketahui, karena beberapa kali kejadian seperti ini saya temui pada mart-mart yang sudah menjamur di kota makassar, ada barang tapi tidak terbaca atau terdata oleh mesin kasir...,dan ternyata bisa diproses setelah bertanya kepada sang supervisor.
ReplyDeletejadi kesimpulannya..,,,kesalahan bukan pada mesin kasir anda...tetapi operator kasirnya yang malas :)
Sempat seya berpikiran seperti itu Pak. Tetapi saya merasa melihat sang kasir bersungguh2 menekan2 kode dan ia tak memanggil siapa pun kawannya yang ada di situ. Jadi saya kemudian berkesimpulan, dia profesional sebagai kasir, dan merasa tidak perlu melaksanakan step memanggil kawan/supervisor lagi.
DeleteItu dia, saya terbengong2 ..... :)
Dibalik kemajuan terselip juga ketidaknyamanan ya Niar... teknologi oh teknologi .....
ReplyDeleteakhirnya nggak jadi beli teh cap botol ya mbak....?
ReplyDeleteIya mbak, biar beli di tempat lain saja ... :)
Deletenggak jadi beli dong tehnya mbak
ReplyDeleteIya mbak Ely ....
DeleteKelemahan dari bisnis yang sudah tersistem ya Mbak Niar..Barang yg sdh tak ada dalam sistem tak bs di jual..Tapi toko itu geblek juga, sudah tahu barang tersebut sdh tak bisa dijual, kok yah masih saja nangkring di rak..Pembeli gak salah dunk ngambilnya dari rak...
ReplyDelete"Sistem" yang mempersulit :D
DeleteWah kalau itu mart nya yang kurang profesional. Barang yang sudah nggak terdaftar harusnya sudah dibuang dan nggak di pajang lagi. Kalau begitu kan mengecewakan pelanggan mart.
ReplyDeleteBarangnya masih bagus, belum kadaluwarsa sih mas ...
Deletepdhl jd ngerugiin mereka ya krn jd gak di beli kan barangnya
ReplyDeleteIya benar ....
DeleteApa nama tehnya mbak, hihihiii kok malah tayain merek teh :D
ReplyDeleteSaya tulis di atas mereknya mbak Ecky: "Botol" :D
DeleteEnak lho ... *eh malah promosi, harusnya teh ybs bayar nih ... minimal kasih pasokan buat saya selama setahun ya hihihi*
Benar Pak. Banyak yang melupakan hal ini. Apalagi kalau yang berhadapan dengan pembeli bukan si empunya toko.
ReplyDeleteTerlihat, sistem yang kemudian dijalankan pleh pribadi yang hanya paham tentang untung rugi. Tidak mengedepankan pelayanan. Aneh. :)
ReplyDeleteSebenarnya lebih nyaman belanja di toko milik pribadi yang penjaganya ramah, Arya tapi seringkali barang2 yang dibutuhkan adanya di mart. Kalo barangnya ada di warung dekat rumah saya (dan murah), saya beli di situ saja. Spt gula pasir misalnya, lebih murah di warung dekat rumah lho ...
Delete