Toko Alam, kediaman si Juki |
Dahi
saya mengernyit.
Membaca
ekspresi saya, pemilik toko itu menjelaskan, “Kalau yang asli, mesin Juki
buatan Jepang harganya mahal. Bisa enam sampai delapan juta. Yang ini Juki
tempelan. Saya punya tulisan “JUKI”, bisa tempel sendiri kalau mau. Orang-orang
juga beli yang ini ji.”
Oooh begitu
toh.
“Berapa
harganya?” tanya saya.
“Dua
koma enam juta. Bisa kurang,” kata tauke itu
lagi.
Sehari
sebelumnya, kawan penulis saya – Mariana yang tinggal di Palopo minta tolong
dipesankan “mesin juki khusus bordir”. Beruntung ada tetangga yang berprofesi
sebagai guru jahit yang bisa saya tanyai mengenai toko tempat menjual mesin
bordir. Ia menunjukkan saya Toko Alam, di jalan Laiya nomor 8. Katanya, di toko
itu pula ia biasa men-servis mesin jahitnya.
Si Juki |
Salah seorang pemilik toko Alam dan suasana di tokonya. |
Penampilan
toko Alam yang dikelola dua tauke bersaudara
itu amat biasa. Agak muram bin gelap malah. Barang-barang berserakan di
mana-mana. Tapi selalu ramai oleh pengunjung, baik oleh mereka yang mencari
kelengkapan jahit-menjahit, keperluan reparasi mesin ataupun oleh mereka yang
hendak membeli mesin.
“Tidak
bisa kurang,” kata tauke yang satunya
lagi saat saya meminta pengurangan harga.
Suami
saya berbisik, “Kalau sudah bicara sama yang satu, mintanya sama yang itu lagi.
Jangan pindah orang.”
Pengecekan mesin |
Kaki impor si Juki |
“Barang
ini susah laku. Setiap saya pesan, harganya naik lagi. Saya punya stok tinggal
dua. Mau Saya habiskan saja. Kalau habis, Saya tak mau pesan lagi,” lanjut sang
tauke.
Akhirnya
setelah bernegosiasi lagi, harga hanya bisa turun sedikit plus “kaki” buatan impor. Jatuhnya tetap dua koma enam juta rupiah.
Kalau dengan kaki buatan lokal bisa dapat dua setengah juta rupiah. Bedanya
kaki impor dan lokal, kaki impor buatannya lebih bagus, bahannya lebih kuat.
Dilihat kasat mata saja lebih bagus.
Setelah
saling telepon dengan Ana, jadilah si juki itu dibungkus. Sebelumnya, mesin dan
dinamo dicek dulu kelayakannya oleh pegawai duo tauke itu.
Akhirnya
pengepakan mesin besar yang terdiri atas tiga bagian itu selesai. Kami membawanya
ke kantor bis penumpang Litha di jalan Gunung Merapi. Untung saja jalan Laiya
tidak begitu jauh dari jalan Gunung Merapi.
Keesokan
harinya, si juki tiba di Palopo, menempati rumah mungil Mariana J.
Makassar, 16 September 2012
Silakan dibaca juga:
Share :
Jadi... juki itu nama mesin bordir?
ReplyDeleteKok tempelan, berarti palsu gitu? Hihihi agak gak paham aku...
Wow ... Una ini memang cerdas ya. Agak gak paham tapi koq bisa menebak dengan amat tepat ^__^
DeleteSeratus buatmu, Una :)
MESIN jahit yah mba?
ReplyDeletewah kayaknya mesinnya OKe tuh bisa buat bordir ya?
mesinku di rumah masih mesin yg jadul hehe, sampe skrang ga bisa jahit make mesin hehe, salah melulu.
Ini khusus mesin bordir, Nur.
DeleteHehehe sama kita, saya juga tdk tahu pake mesin jahit. Tdk suka menjahit sih :D
kirain si juki siapa, Bu? oh ternyata juki tempelan!! HIhihi
ReplyDeleteIya .. si Juki yang ditempel, aslinya mahal soale :D
Deleteaha, saya tau toko ini ... pernah beli penyanyi di sana soalnya :D
ReplyDeleteHah? Penyanyi? Istilah apa itu?
Delete*Ketahuan begonya deh, kalo itu istilah jahit*
Wkwkwkwkwkwkwkwkwkw......jawaban tidak logis......
ReplyDelete