Kemampuan
(skill) adalah hal yang bisa
diperoleh melalui pendidikan formal meski pendidikan formal bukan jaminan
seorang sarjana memiliki kecakapan mumpuni dalam bidangnya karena kelak ketika
bekerja para pekerja ini membutuhkan banyak pelatihan/kursus yang khas dalam
bidangnya.
Sebuah
langkah brilian telah dilakukan oleh banyak perguruan tinggi di Amerika Serikat
dalam bidang pendidikan. Massachusetts Institute of Technology (MIT), Harvard,
Stanford, dan banyak universitas elit membuka pintu digital untuk publik.
Mereka menawarkan kursus-kursus paling populer di dunia maya tanpa bayaran, sehingga siapapun dengan
koneksi Internet dapat belajar dari para akademisi dan ilmuwan ternama. Hal ini
dilansir VOA Indonesia dalam artikel berjudul Universitas
Elit AS Mentransformasi Pendidikan Tinggi di Dunia Maya (27/08/2012).
Lebih sebulan yang lalu, selusin universitas riset
utama mengumumkan bahwa mereka akan mulai membuka kursus lewat sarana
pembelajaran bernama Coursera[ii],
bergabung bersama Universitas Stanford, Princeton, Pennsylvania dan Virginia. Lebih
dari 120 universitas telah memperlihatkan ketertarikannya untuk bergabung dalam
konsorsium yang bertujuan untuk menciptakan kembali sistem pendidikan ini. Hal
ini akan secara dramatis meningkatkan kualitas, efisiensi dan skala
pembelajaran di seluruh dunia dan di kampus-kampus mereka.
Banyak perusahaan teknologi telah meminta dikenalkan
pada mahasiswa-mahasiswa yang berhasil menyelesaikan kursus mereka. Beberapa
mahasiswa mendapatkan pekerjaan baru setelah memperlihatkan sertifikat Coursera
pada perusahaan.
Sumber gambar: www.darlington.k12.sc.us |
Wow! Seandainya
ada pendidikan tinggi yang bisa diikuti dengan metode seperti ini, dengan
seleksi ketat tentunya, pasti akan sangat membantu banyak orang agar dapat
mengenyam “bangku kuliah”. Biaya kuliah sekarang meningkat sedikitnya 10 kali
lipat dibandingkan biaya pada 20 tahun yang lalu. Dengan biaya hidup yang
semakin mahal di samping daya beli yang makin menurun, banyak remaja yang putus
harapan untuk dapat mengenyam pendidikan tinggi karena untuk sehari-hari saja
mereka harus berjuang mati-matian.
Seorang pemuda Karo misalnya, ia diterima tanpa tes atau melalui undangan di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Ia “terpaksa” tidak bisa melanjutkan mimpinya karena uang registrasi ditambahi uang kuliah sangat besar mencapai 20 juta-an rupiah karena keluarga tidak sanggup akibat kondisi ekonomi pas-pasan[iii].
Melalui ujian mandiri, Andika diterima di Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta. Tetapi pada akhirnya ia hanya bermimpi
karena tak sanggup membayar biaya masuk hampir mencapai Rp 4 juta. Bagi dia dan
keluarganya, sangat sulit mendapatkan uang sebesar itu, terlebih dalam waktu
singkat. Penghasilannya dari berjualan peyek bayam hanya cukup untuk menutupi
kebutuhan sehari-hari, tak berbeda jauh dengan penghasilan orangtuanya. Program
beasiswa yang diincarnya pun tak bisa ia dapatkan[iv].
Di Universitas Indonesia, uang pangkalnya 25 juta
rupiah. SPP per semester untuk fakultas Teknik 7,5 juta (tiap fakultas tak
sama). Ada bantuan operasional pendidikan (BOP) berkeadilan – semacam
beasiswa yang bisa membantu meringankan biaya pendidikan mahasiswa baru. Mereka
berpeluang mendapatkan potongan biaya berdasarkan kemampuan orangtua dan
prestasi. Seorang keponakan saya (angkatan 2009 FT) mendapat potongan hampir 20
juta rupiah sehingga “hanya” perlu membayar uang pangkal 9 juta rupiah dan SPP
1,5 juta rupiah/semester. Ada juga yang beruntung hingga tak perlu membayar
sama sekali.
Saya menulis kata “hanya” (dengan tanda kutip)
karena banyak cerita pilu serupa terjadi di sekitar kita. Entah mereka tak
terjangkau program-program beasiswa yang bertebaran, atau mereka tak tahu
informasi mengenai BOP, ataukah terlalu banyak cerita pilu seperti ini
ketimbang dana beasiswa yang tersedia.
Tetapi dalam kasus Andika di atas dan bagi Andika-Andika lain, 4 juta rupiah saja masih terlalu besar bagi mereka. Sebagai warga negara, kita hanya bisa prihatin dengan keadaan ini. Serta berharap ada semacam evolusi pendidikan yang signifikan atau bahkan revolusi dalam dunia pendidikan yang bisa mengentaskan mimpi anak-anak bangsa seperti pemuda Karo tadi, juga mimpi Andika, dan kawan-kawannya yang senasib.
Tetapi dalam kasus Andika di atas dan bagi Andika-Andika lain, 4 juta rupiah saja masih terlalu besar bagi mereka. Sebagai warga negara, kita hanya bisa prihatin dengan keadaan ini. Serta berharap ada semacam evolusi pendidikan yang signifikan atau bahkan revolusi dalam dunia pendidikan yang bisa mengentaskan mimpi anak-anak bangsa seperti pemuda Karo tadi, juga mimpi Andika, dan kawan-kawannya yang senasib.
Makassar, 4 September
2012
Silakan
dibaca juga:
[i]
Dinukil dari buku Character Parenting
Space (DR. Ratna Megawangi), halaman 24.
[ii] Coursera dibuat oleh
Andrew Ng dan Daphne Koller, dua profesor dari Stanford yang mulai menciptakan
sarana tersebut setelah mengajar kursus sains komputer di Internet yang menarik
lebih dari 100.000 mahasiswa musim gugur lalu. Musim gugur kali ini, Coursera
akan menawarkan 116 kursus dari 16 universitas untuk disiplin ilmu seperti
kedokteran, filsafat dan inteligensia buatan. Sejauh ini, sekitar 900.000
mahasiswa telah mendaftar (sumber: http://voaindonesia.com)
[iii]
http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/17/biaya-pendidikan-mahal-mengancam-prestasi/
[iv]
http://edukasi.kompas.com/read/2012/08/08/10381223/Mimpi.Andika.Kuliah.di.PTN.Terganjal.Biaya.Rp.4.Juta
Share :
kira-kira kalau ada bagku kuliah seperti itu biayanya semakin mahal apa semakin murah yaa mbak.. sangat miris jika nanti dijadikan bisnis karena saya itu keuntungannya jauh lebih besar bagi pihak pengelola :D
ReplyDeleteAngan2 saya sih ... gratis mbak Nu, tapi seleksinya harus ketat. Kalo dibayar, wuah minimal sama lah :D
DeletePT sekarang makin mahal ya Mbak, prihatin sangat.
ReplyDeleteDulu waktu zaman aku kuliah banyak yang nanya ortuku abis berapa dananya? Tapi sungguh tahun 1996 itu biayaku kuliah sama saja dengan yang difakultas lainnya, saat daftar ulang uang 1 juta itu ada sisa separohnya. Ditengah jalan bisa urus beasiswa pula.
Sementara sekarang. Zaman adik bungsuku kuliah, tahun 2010, ortu kalang kabut nyari tambahan biaya, jual tanah beberapa kali, belum lagi kami yang nambahi. Pokoknya mahal banget. Bersyukurnya tak sampai seperti Andika, tapi ya itu, banyak lagi Andika2 lain yang membutuhkan uluran tangan. Aaahhh...
Iya Yunda .. entah bagaimana saat anak2 kita kuliah nanti. Berapa kali lipat biayanya saat itu? :|
Deletejadi pengen, gmn cara dftrx tuh k' ???
ReplyDeleteSearch saja di google Nu, pake kata COURSERA
Deletejadi minder kalo sudah ada yang ngomongin pendidikan
ReplyDeletebuat menghibur diri aku suka jadi motivator dadakan di forum kalo ada yang mengeluh ga kuliah bingung cari kerja. sarjana banyak yang nganggur. orang ga sekolah banyak yang sukses. jangan terpaku pada pendidikan formal. dll dll
ajaran sesat ya..?
Tidak sesat koq bapakne Citra, memang begitu kan kenyataannya. Tetaplah jadi motivator dadakan yang sukses ^__^
Deletemahalnya biaya pendidikan jaman skrg ya mb..
ReplyDeleteIya mbak .... :|
Deletesaya juga sempat pikir2 ulang nih bu..
ReplyDeletesaya sebenarnya juga ingin melanjutkan ke jenjang S2, tapi kembali lagi, terbentur biaya...
Sudah nyari beasiswa?
DeleteKalo biaya sendiri mahal ...
jer basuki mowo beya, nek pengen pinter itu mahal
ReplyDeletemungkin karena ini pendidikan di Indonesia jadi mahal nggak karu karuan
Hiks ....
Deleteya, IT memang bisa menjadi solusi mbak,
ReplyDeletetapi pasti ada kekurangannya juga..
Segala sesuatunya punya kelebihan dan kekurangan ...
Deletependidikan tinggi sekarang ibarat mimpi tak terbeli, dan sepertinya pemerintah mengabaikan itu...padahal seharusnya pemerintah lebih mengutamakan dana negara untuk mengfasilitasi agar pendidikan bisa dirasakan semua rakyat, karena kalau rakyat-nya pintar maka negara akan maju...tapi sayang, pemerintah sekarang sepertinya lebih suka rakyat-nya menjadi bodoh...agar bisa dibodoh-bodoh-i :)
ReplyDeleteSpeechless ...
DeleteSepakat dengan Bang Hariyanto, jika sekarang ini, bagi sebagian orang pendidikan tinggi seakan menjadi mimpi yang tak terbeli. Padahal, diluar sana sangat banyak jiwa-jiwa dengan motifasi tinggi untuk belajar, namun tak berdaya dalam hal materi.
ReplyDeleteNamun jika memang seperti itu, jiwa Entrepreneurship lah yang harus diasah, karena jika kita terus menyalahkan pihak lain atas apa yang sulit untuk dirubah, itu hanya akan membuat kita jalan ditempat saja. Merubah susunan dari 'sekolah lalu bekerja' menjadi 'bekerja lalu sekolah' bukan hal yang buruk, karena bagaimanapun sukses dengan ilmu adalah lebih baik. :) (semoga anda bisa mengerti apa maksud saya) :D
Betul sekali mas Rudy. Namun tetap masih banyak orang yang pingin kuliah, masih akan banyak cerita pilu. Untuk merombak pola pikir yang jamak ini menjadi pola pikir entrepreneurship juga butuh revolusi atau evolusi yang amat signifikan dari kita sendiri ataupun dari pemerintah ... :)
Deletesemoga ini jd salah satu alternatif supaya makin banyak yg mengenyam pendidikan lebih tinggi ya
ReplyDeleteAamiin. Semoga
Delete*Bisakah?*
woww ... mahal sekali ya mbak biaya kuliah di sana, kasihan yg pinter tapi nggak punya dana,
ReplyDeleteDi Jerman bagaimana mbak Ely?
DeleteEntah apa namanya, selalu ada getar di hati setiap kali membaca, mendengar dan melihat orang yang berkesempatan kuliah. Barangkali, salah satunya karena keinginan yang belum terealisasi.
ReplyDeletePada akhirnya bukan itu yang penting kan Abi Sabila? Banyak sarjana pada akhirnya "tidak bisa ngapa2in" ...
Deletekunjunagn perdana sbat :)
ReplyDeleteOkeh sob :)
DeleteWaw, baru tau nih. ILMU baru, cap cuz cari di google, trims ya
ReplyDeleteSila cap cuz :D
Deletesalam sukses gan, bagi2 motivasi .,
ReplyDeletejujur dalam segala hal tidak akan mengubah duniamu menjadi buruk ,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.
Trims gan :)
Deletesudah membaca, tapi nggak tahu mau komen apa. Kadang, sosialisasi tentang beasiswa yang tersedia juga tidak dicari oleh calon mahasiswa, jadi mereka langsung saja ambil kesimpulan sepihak. Padahal, informasi tentang beasiswa itu asli ada, bukan hanya gosip belaka.
ReplyDeleteKita tak terbiasa mencari informasi dengan baik ya mbak Ade. Miris ... kata keponakan saya, malah ada temannya yang SPP-nya Rp. 0
DeleteKrn kurang informasi, ujung2nya bisa2 menyalahkan pihak lain ya mbak ...
DeleteBangsa ini takkan pernah maju karena karena pendidikan hanya untuk orang yang mampu yang kualitasnya SDMnya blum tentu bagus. banyak orang yang mempunyai kualitas SDM yang brilian namun ekonominya sangat tidak mendukung.
ReplyDeletebangsa ini sangat menjunjung tinggi gotong royong baik yang bersifat positif maupun negatif (KKN.
sebenarnya pejabat-2 yang menjadi koruptor itu sebagai penghancur bangsa, pembunhuh HAM, dan kejahatan terkeji di Bumi lebih bangsat dari seorang pengedar narkoba...
kalau bisa para koruptor diberi hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Mudah2an ada perbaikan ya ...
Deletedgn cara spt itu hrsnya bisa diimbangi dgn si anak yg rajin kuliah, mengerjakan tugas, dan tdk pernah absen msk kls. Klo gitu kan worth it, hehe
ReplyDeleteBenar sekali ... si anak harus sadar akan hal itu :)
Deletetergantung anaknya juga sih, gak semua dengan penerapan e-learning seperti ini akan berjalan secara efektif.
ReplyDelete