Tulisan
ini dimuat di website Makassar Nol Kilometer dengan judul
Sebelum Kanal Berujung Sesal.
Menyusuri kanal dari jalan Rappocini - jalan Daeng Tata (1) Ini di daerah perumahan Marindah. Di sini lebih bersih, tapi tetap saja, sampah terlihat di beberapa tempat |
Menempati
rumah dengan orangtua sejak tahun 1989 di bilangan Rappocini, cukup
menyenangkan. Air lancar. Listrik dan jaringan telepon ada. Di musim kemarau,
air PDAM selalu memadai memenuhi kebutuhan kami meski tak selalu lancar. Saat
musim penghujan, walau rumah kami termasuk lebih rendah dari beberapa rumah
lain di sekitar, air tak pernah mengganggu kenyamanan di dalam rumah.
Saya
masih mengingat kanal yang dulu jernih dan bersih, tidak seperti sekarang. Saya
juga mengingat di suatu masa bunga-bunga cantik eceng gondok memenuhi kanal
lalu beberapa masa berikut si ungu cantik itu enyah dari wajah kanal.
Bila
menyusuri kanal, bisa kita cermati kehidupan sebagian masyarakat Makassar di
sana. Bocah-bocah lelaki menjadikannya sebagai sungai, tempat mereka bermain
dan mandi. Ibu-ibu dan anak-anak gadis ngobrol sembari saling mencari kutu.
Beberapa
sumur yang dipergunakan secara bersama terdapat di sekitar kanal, warga mandi
di situ. Ibu-ibu mencuci pakaian dan bahan yang hendak mereka masak pun di situ.
Tahun 90-an, ada seorang balita perempuan yang bermain di dekat sumur – dekat
ibunya yang tengah sibuk mencuci, jatuh ke dalam kanal.
Tubuh
mungilnya terseret arus hingga berkilo-kilometer jauhnya. Seseorang mendapati
tubuhnya teronggok tak berdaya. Mengira menemukan boneka, tubuh anak perempuan
itu diangkatnya. Beruntung nyawa si gadis cilik itu bisa tertolong.
Nuansa
mistis melengkapi kisah penyelamatan sang bocah. Ada orang-orang yang melihat
seorang perempuan mengenakan baju bodo, mengangkat tubuh mungil sang bocah.
Perempuan berbaju bodo itu, dipercaya yang menjaga bocah itu. Wallahu a’lam.
Bangunan
sederhana serupa dangau tersebar di beberapa titik di tepi kanal, bersanding
dengan pakaian-pakaian yang sedang dijemur. Dijadikan sebagai tempat warga
bersosialisasi. Atau mereka cukup duduk-duduk di besi pembatas kanal yang
sekarang tak utuh lagi memagari kanal, berbincang atau bercengkrama.
Bila
ingin membaca lanjutannya, silakan klik: Sebelum Kanal
Berujung Sesal
Foto-foto dari bagian lain kanal :
Menyusuri kanal dari jalan Rappocini - jalan Daeng Tata (4) Beginilah pemandangan kanal di pasar Pa'baeng-baeng |
Menyusuri kanal dari jalan Rappocini - jalan Daeng Tata (6) Kanal di jalan Daeng Tata. Di sini terasa lebih panas dan lapang karena tak ada pohon besar, tidak seperti di daerah lain |
Menyusuri kanal dari jalan Rappocini - pasar Terong (3) Sampah, dangau, teduh, pohon yang condong ke arah kanal, rumah tradisional |
Menyusuri kanal dari jalan Rappocini - pasar Terong ( 4) Pohon-pohon condong harus segera dicarikan solusi. Bila tidak, mereka akan rebah ke kanal. Sampah yang tersebar, pemandangan biasa. Sayang :| |
Menyusuri kanal dari jalan Rappocini - pasar Terong (5) Jemuran? Pemandangan biasa tuh :) Tumpukan sampah di dekat jembatan, di pinggir jalan besar (bawah) |
Kanal di jalan Mongisidi Baru, sebelum dan sesudah dibersihkan Gambar yang atas sudah pernah saya muat di blog ini di tulisan berjudul |
Makassar, 18 Oktober 2012
Silakan dibaca tulisan-tulisan lain:
Share :
problem umum kota kota besar kita
ReplyDeleteuntung jogja masih lancar program kali bersihnya...
Mudah2an di Jogja tetap bersih mas Rawins
Deletesemua orang tahu bahwa bersih bukan saja indah dan sehat, tapi juga sebagian dari iman, tapi sayangnya masih banyak yang mengabaikan sehingga penumpukan sampah mudah ditemui, termasuk di kali-kali dan saluran irigasi sehingga fungsinya tak maksimal lagi atau bahkan tidak berfungsi sama sekali.
ReplyDeleteSayang sekali ... padahal saluran/kanal ini sebenarnya keren juga jadi tempat jelajah Makassar lho Abi Sabila bisa melihat perkampungan Makassar dari dekat ...
Deletetidak ada program pembersihan kanal secara berkala ya mbak?
ReplyDeleteSayangnya tidak berkala mbak Lid :|
Delete