Saat saya memasang senyum
kepadanya, ia hanya menatap saya dengan tatapan tanpa makna. Tak ada niatnya
membalas senyum saya dengan senyum serupa. Waraskah ia? Pasti. Saya mengenal
perempuan muda ini karena rumah kami berdekatan, dan saya mengenalnya sejak masih
sekolah, lebih dua puluh tahun yang lalu.
Ketika saya tersenyum ramah
kepada seorang ibu muda, ia bersikap seolah-olah tak mengenal saya. Padahal
anak kami satu sekolah. Ia juga biasa ngobrol akrab dengan suami saya. Lalu, senyum
saya dibalasnya dengan sikap menjauh.
Di hari lain saya melempar
senyum nan manis kepada seorang ibu paruh baya. Saya yakin ia kerabat saya.
Kami sedang bersama-sama berada dalam sebuah rumah, menjelang sebuah prosesi
akad nikah. Toh tak ada orang lain dalam rumah itu selain yang memiliki
hubungan kekerabatan. Kalau ada yang mengajak senyum, hampir pasti ia seorang
kerabat.
Tapi ibu paruh baya ini hanya
mendelik, sekilas tatapannya menelisik diri saya. Bibirnya seperti enggan
membalas senyum saya padahal tak ada sesiapa di situ. Tak mungkin kan saya sedang menyenyumi sesosok
makhluk invisible ?
Untungnya perempuan muda dan
ibu muda itu, akhirnya mau membalas senyum dan sapa saya yang ke sekian kalinya.
Sepertinya mereka akhirnya menyadari bahwa saya bukan orang galak yang suka
menggonggongi orang-orang yang tak akrab dengan saya.
Tetapi ibu paruh baya itu,
tak pernah membalas senyum saya. Setelah itu kami tak pernah bertemu lagi
karena ia tinggal di kota lain.
Kawan, saya belajar tersenyum
kepada orang-orang yang tak saya akrabi - perempuan khususnya tapi saya tahu
mereka. Karena senyum itu ibadah yang murah nan memikat karena menyejukkan hati.
Pernahkan kawan tersenyum kepada orang-orang yang tak kau akrabi dan dibalas seperti
itu oleh mereka? Saya sempat bertanya dalam hati, “Terbuat dari apa sih hati mereka?”
Sumber gambar: http://ucidfrenzy.blogspot.com |
Namun dalam pengalaman
berikut, ada kesejukan tersendiri bila mengingatnya. Pengalaman ini membuktikan
bahwa
semua
sedekah itu menyenangkan tak terkecuali yang
terkecil, yaitu sebuah senyum.
Dua orang mbak penjual jamu bersepeda sering lalu-lalang di sekitar rumah. Mbak yang satu memakai jilbab, panjang. Anggun sekali ia kelihatannya, tertutup rapat seperti itu di atas sepedanya.
Saya bukan peminum jamu tapi saya senang mengamati mereka. Terbit kekaguman di hati saya akan perjuangan mereka mengais rezeki dengan mengayuh sepeda, menjajakan jamu keluar masuk lorong di kota berhawa panas ini.
Muncul keinginan untuk sekadar berkirim senyum. Namun karena saya suka malu-malu dan takut-takut sama orang yang belum dikenal, saya mencoba mengadu tatapan mata dulu dengan mereka. Saat mengadu tatapan mata itulah, saya mencoba tersenyum samar. Tidak diduga mereka membalas.
Setelah itu, bila bertemu mereka dan saya - kami tersenyum lebar. Sesekali saling menganggukkan kepala. Mbak yang satu sekarang ini pasti menyapa saya dengan sopan di sela-sela senyum lebarnya. "Mbak," ucapnya ramah dan ceria.
Masya Allah, hati ini koq sejuk sekali ya. Ternyata memang sedekah itu menyenangkan bagi pelaku sekaligus penerimanya. Maha Benar Allah yang melalui nabi-Nya menganjurkan kita untuk bersedekah meski kecil, meski "hanya" sebentuk senyum.
Pernahkah anda menikmati kesejukan sebentuk senyum?
Makassar, 24
Desember 2012
Silakan juga dibaca:
Share :
Wahh senyum memang banyak manfaatnya, tidak ada ruginya tersenyum tapi kadang orang sangat susah tersenyum, nice postingannya kak
ReplyDeleteMemang ada orang2 yang susah senyum. Tapi utk ibu muda dan perempuan muda itu, rasanya saya sering liat koq mereka senyum. Nah yang ibu paruh baya itu yang sepertinya memang mahal senyumnya
DeleteSenyum adalah ibadah termudah, tetapi kadang sulit ya. saya juga kadang bertanya2 jika mengalami hal serupa - senyum tak berbalas. tapi kembali ke niat kita lagi, ibadah. tetap senyum ya mbak.
ReplyDeleteYang penting kitanya ya mbak Susi :)
Deletekalo aku kalo disenyum orang liat2 dulu mbak, tergantung siapa yang senyum, kalo cewe aku balas, kalo aku cowo aku langsung pasang tampang jutek hehe
ReplyDeleteSama :)
Deletesambil senyum membaca postingan ini... :)
ReplyDeleteaku pernah lho ngerasain kayak gitu juga, aku udah senyum eh yang disenyumin malah jutek.
Hihihi keki ya?
Deletekuingin dikau membalas senyum manisku ini Niar... [ini mah senyum dengan pamrih donk namanya Al!], hehe.
ReplyDeleteTerkadang memang seperti itu ya Niar, kita sudah memberi setulus hati, tapi kok dibalas dengan wajah masam dan cemberut. Tak apa, takes positive thinking aja, mungkin mereka sedang digelayuti masalah, sehingga yang terlihat di mata mereka, bukan senyum indah kita, melainkan adalah masalah yang menghimpit mereka yang terpampang di mata. :)
Selamat malam Niar, mungkin sudah tidur ya? :)
Ini lagi senyum kak :)
DeleteIya, lebih baik diri kita saja bagaimana (meski sempat mikir: kenapa ya ini orang, hatinya koq tdk tergerak buat senyum?)
Masih bangun kak, sudah tidur tadi :D
:)
ReplyDeletesenyum senyum senyum
kak, maksud ta yang ini? upload file http://www.nurmayantizain.com/2012/04/ms-office-dalam-blog.html
*Smile*
DeleteSudah dapat yang dicari, Maya. Makasih :)
senyum memang menyejukkan hati mbak, apalagi kalau dibalas senyum juga, andai nggak juga nggak apa apa, yg penting senyum kita ikhlas
ReplyDeleteIya mbak Ely ya, kalo ikhlas, tidak dibalas pun tak apa. Jadi tidak perlu lagi berpikir itu orang hatinya terbuat dari apa? Terimakasih sudah mengingatkan mbak :)
Delete