Sebelumnya, ada tiga tulisan yang sudah saya publish mengenai TEDx
yaitu Yang
Tersisih, Yang Mengharumkan Nama Bangsa, TEDx
– Menyebarkan Ide Untuk Kebaikan, dan TEDx
– Ide Tak Lumrah yang Menyebar. Tulisan ini merupakan
kelanjutannya.
Setelah “pemanasan” dengan
menonton dua film pendek tentang ide Candy
Chang dan Improv
Everywhere, tiba saatnya untuk menyimak presentasi dari orang-orang yang
mewakili beberapa komunitas di Makassar.
Sartika Nasmar dan beberapa anggota Qui-Qui |
Sartika Nasmar mewakili komunitas Qui-Qui mendapat giliran pertama, menyampaikan presentasinya yang
berjudul Merajut untuk Hak-Hak Perempuan.
“Kami bukan pemalas,” ujar
Sartika. Ia membantah sebuah stigma tentang penggemar merajut. Saya baru tahu
ada stigma seperti ini. Saya pribadi tak pernah berpikiran demikian. Saya bahkan
kagum sama orang-orang yang pandai merajut.
Merajut tak kenal jenis
kelamin dan usia. Saya makin berdecak kagum ketika ada salah seorang anggota
Qui-Qui berjenis kelamin laki-laki ikut duduk di dekat Sartika,
mendemonstrasikan kegiatan merajut. Beberapa hasil rajutan bisa dilihat di
sekitar mereka.
Salah satu project besar Qui-Qui adalah 20 orang
merajut “pakaian yang dikenakan” pada sebuah pohon. Mulai dari batang hingga
dahan-dahannya ditutupi dengan hasil karya mereka yang warna-warni, menimbulkan
pemandangan unik dan indah dalam rutinitas di salah satu sudut kota.
“Merajut merupakan salah satu proses
terapi karena memberi waktu kepada diri sendiri untuk menjadi tenang,” imbuh Sartika. Yup, setiap orang memang perlu me time. Bagi mereka yang senang dan
cocok dengan kegiatan merajut, pastinya akan merasa lebih tenang setelah
melakukannya.
Seperti pula diri saya yang
senang dan cocok dengan kegiatan menulis, menulis adalah kegiatan refreshing yang amat menyenangkan bagi
saya. Tetapi Jangan sekali-sekali minta saya untuk merajut, yang terjadi adalah
kebalikannya. Saya malah bisa stres kalau disuruh merajut, lebih baik suruh
saya mencari referensi dan menulis sebanyak sepuluh halaman A4. Karena merajut
sama sekali bukan minat saya walau saya mengagumi para perajut dan karya mereka
J.
Menariknya, komunitas ini juga
melakukan diskusi misalnya seputar feminisme dan kesehatan reproduksi di
sela-sela kegiatan merajut mereka. Seperti yang pernah di lakukan di Kampung
Buku dan pulau Kodingareng.
Tas hasil rajutan anggota Qui-Qui Foto: www.quiqui.com |
Sartika menceritakan tentang
pernikahan usia belia di pulau Kodingareng. Di pulau itu ada istilah: lebih sulit menjaga seorang anak perempuan
daripada seekor sapi. Di sana, adalah hal yang lumrah menikahkan anak-anak
perempuan di usia sekolah dasar. Anak-anak perempuan itu disuntik kontrasepsi. Para
orangtua tak sadar efeknya pada kesehatan reproduksi putri-putri mereka. Akibat
hormonal dari suntikan itu bisa memicu terjadinya kanker payudara.
Kisah tentang pernikahan
belia yang diceritakan Sartika dengan mata berkaca-kaca inilah yang menjadi
titik tolak baginya, dalam bergiat untuk menyebarkan pengetahuan tentang
pentingnya perempuan menjaga kesehatan reproduksinya, khususnya di pulau kecil
seperti pulau Kodingareng atau di pedesaan. Mengapa memilih pulau kecil atau
pedesaan? Karena akses informasi di daerah-daerah tersebut amat terbatas.
Bagi yang berminat bergabung
dengan komunitas ini, silakan join facebook dan twitternya di:
Atau bisa juga intip di: http://quiqui.com (ada kelas gratis belajar
merajutnya lho)
Wahyuddin Mas'ud Sumber: Facebook TEDx Makassar |
Wahyuddin Mas’ud dari komunitas Makassar Berkebun mengawali presentasinya dengan data kendaraan di Makassar
per April 2012. Jumlah kendaraan di kota ini sudah mencapat 1600-an. Dampaknya
adalah kemacetan yang sudah menjadi hal wajar setiap harinya. Selain itu, tawuran
yang sudah menjadi trade mark kota
ini, pun menjadi salah satu masalah. Pembangunan juga menyisakan sedikit ruang
hijau bagi kota ini. Maka Makassar Berkebun membawa solusi, untuk kenyamanan
kota dan solusi bagi penyaluran energi berlebih yang dimiliki kaum muda yang
rentan tawuran.
Berawal dari jejaring
sosial, beberapa pecinta lingkungan sepakat bertemu dan membentuk komunitas
berkebun di Makassar. Komunitas yang berdiri sejak 11 Oktober 2011 ini terinspirasi
dari Indonesia Berkebun itu memberikan solusi jitu yang mendukung
penghijauan Kota Makassar. Salah satu konsepnya
adalah Urban
Farming, di mana
masyarakat kota dimudahkan untuk menciptakan kebun di sekitarnya, bahkan di
area rumah sekali pun.
Anggota komunitas Makassar Berkebun Sumber: fajar.co.id |
Suasana berkebun yang fun juga dicetuskan gerakan hijau yang diusung Makassar Berkebun. Komunitas itu sudah mencanangkan beberapa program rutin seperti Akademi Berkebun, Pelajar Berkebun, Urban dan Street Farming. Komunitas ini bersifat terbuka, siapa saja yang berminat dengan kegiatan berkebun bisa bergabung.
“Kami
memanfaatkan lahan-lahan kosong di perkotaan, disulap menjadi kebun yang
produktif untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dan membantu mengatasi
persoalan global warming,” kata Wahyu—panggilan akrab Wahyuddin.
Ada quote yang menarik dari Wahyu yang disampaikan di akhir
presentasinya: “Jangan cuma kritik tapi tidak
memberi solusi. Orang yang Cuma tahu kritik tanpa solusi adalah bagian dari
masalah itu sendiri.”
Bagi yang berminat bergabung,
silakan diintip info-info kegiatannya di: http://makassarberkebun.org
Facebook: Makassar Berkebun serta twitter
@MksrBerkebun.
Video Makassar Berkebun (You Tube)
--- bersambung ---
Makassar, 28
Desember 2012
Catatan:
TED di social media : twitter.com/TEDTalks dan facebook.com/TED
TEDx Makassar di social media: twitter.com/TEDxMakassar
dan facebook.com/TEDxMakassar
Referensi tambahan bagi tulisan ini:
http://qui-qui.com
http://makassarberkebun.org
http://www.fajar.co.id/read-20120312215519-makassar-berkebun
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/22/108431185/Komunitas-Makassar-Berkebun-Atasi-Global-Warming
Silakan juga disimak:
Share :
Mbak Niar kegiatannya mantap2 yaaa...
ReplyDeleteItu cerita Sartika menyedihkan juga yaa...
Memang perlu disebarluaskan pengetahuan tentang kewanitaan. Agar kelak wanita bisa lebih mendapat tempat disana.
Keren mbak... :)
Alhamdulillah dapat kesempatan ikut acara keren ini mbak :)
DeleteKebetulan IIDN Makassar ikutan tampil di sni
setuju, memang mantap semua kegiatannya... perlu di tiru..
DeleteSip, mas Agus mau berkebun juga?
Deletejaman sekolah kakak2 saya dulu diajarin merajut dan pada mahir merajut. Nah giliran saya, gak bisa merajut blas neh Mbak
ReplyDeleteKalo senang, mbak Rie pasti bisa belajar deh :)
DeleteKalau mbak Niar lebih memilih menulis daripada merajut, saya lebih memilih untuk bikin desain daripada merajut, eh tapi agak aneh juga loh disekolah devon yang laki2 diajarin merajut juga... hmmm...
ReplyDeleteKalo saya, pasti stres disuruh bikin desain. Urusan gambar dan desain, saya sejak sekolah selalu jelek nilainya :D
DeleteOoh di sekolah Devon, anak lakinya diajar merajut juga? Mungkin biar bisa latihan sabar ya ...
Alhamdulillah,hobi merajut itu memang bisa menenangkan,apalagi pas satu produk jadi alias tidak yterbengkalai rasanya berarti banget. Paduan menulis dan merajut itu dua hal yang klop,sama2 asik, bedanya menulis mencari kata yang tepat sementara merajut mencari warna yang tepat...2 hobi ini menghindarkan saya dari babyblus juga.love banget!
ReplyDeleteAlhamdulillah yah teh Ima senang merajut. Ternyata "mirip" ya dengan menulis, mengenai "memilih benang/kata2" yang tepat ... :)
DeleteCangkul cangkul cangkul yang dalam. cangkul yang dalam sekarang juga :).
ReplyDeleteMemang kalau hobi tidak bisa mengalahkan malas :)
Sip. Suka berkebun juga?
Deletekebun saya sudah mulai panen rambutan bu.. :)
ReplyDeleteWow, boleh dong kirim ke Makassar :)
Deletekalo pohonnya udah jadi di posting ya mbak, jadi penasaran nih :D
ReplyDeleteWaduh, tdk dapat fotonya. Sudah jadi sih, saya cuma lihat di presentasi di TEDx itu ... Pohonnya jadi lucu loh, pakai baju warna-warni :D
Deletejiah kirain baru proses
DeleteOya ttg pohon berpakaian rajut itu, saya dapat fotonya di:
Deletehttp://qui-qui.com/2012/06/bersenang-senang-dengan-benang-merajut-persahabatan/
dan
http://qui-qui.com/2012/06/membayangkan-merentang-benang-dari-makassar-ke-kota-lain/
Me time-ku biasa aku isi dengan disain grafik Mbak hehe...
ReplyDeleteSoal cerita di Pulau Kodingareng, semoga saja akan lebih banyak pihak yang peduli untuk mensosialisasikan tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi.
Oh iya, kebetulan rumah yang aku tempati sekarang berada di perkampunyan yang masih dikelilingi oleh tumbuhan hijau mbak :)
Disain grafiknya mas Rudy keren abis. Sy mah stres kalo disuruh mendisain :D
DeleteWaah asyik tuh daerah rumahnya. Bikin kebun juga?
Amazing artikel…. Semoga saya bisa praktekan tipsnya dan berhasil
Delete