Tulisan ini
diposting terjadwal. Mohon maaf bagi kawan-kawan blogger yang sudah
meninggalkan jejaknya, saya belum bisa mengunjungi balik karena satu dan lain
hal ^___^
Songkolo' dan lauknya |
Kebiasaan di sekolah Affiq, untuk acara maulid, murid-murid harus nyumbang
beras ketan dan telur rebus. Ini untuk menggelar perhelatan maulid yang sudah
menjadi tradisi di masyarakat Makassar, di mana ada hidangan songkolo’ atau kaddo minnya’ (ketan olahan) dan telur rebus. Ada juga lauk
lainnya, tapi yang pasti ada adalah telur rebus. Biasanya telur rebusnya
diwarnai dengan warna-warna ngejreng yang
sayangnya masyarakat masih banyak yang suka memakai pewarna pakaian yang
berhari-hari baru bisa hilang bekasnya di tangan dan piring itu.
Nah, Affiq sudah menyetor beras ketannya. Tinggal telur rebusnya. Telur
rebus disetor pas hari H. Hari H-nya, menurut Affiq adalah pada tanggal 26
Januari. Sehari sebelumnya, saya bertanya padanya, “Jadi, besok pakai baju
muslim? Biasanya kan kalo Maulid pakai baju muslim? Gurumu
bilang, tidak?”
“Tidak ada ibu guru tadi. Ibu guru sakit,” jawab Affiq.
“Kalau begitu coba tanya sama Asdir,” saya memintanya ke tetangga sebelah.
Asdir itu cucu tetangga kami. Asdir bersekolah di SD yang sama dengan Affiq tapi
masih duduk di kelas 5.
“Pakai baju muslim kayaknya, Ma,” Affiq enggan disuruh keluar.
Seperti ini telur hias yang meramaikan perayaan maulid Nabi. |
Maka keesokan harinya Affiq memakai baju muslim ke sekolah. Karena kalau
perayaan seperti ini proses belajar-mengajar ditiadakan, Affiq hanya mau
membawa kantung plastik untuk mengisi bekal bawaannya. Ia tak mau membawa tas
sekolahnya. Murid-murid harus membawa makanan sendiri pas perayaan maulid. Yang
disumbangkan itu hanya untuk dikonsumsi guru-guru.
Siangnya, suami saya berkata bahwa tak ada perayaan maulid di sekolah. Tak
ada teman Affiq yang memakai baju muslim.
“Di kelas lain, bagaimana? Ada yang pakai baju muslim, tidak?” tanya saya.
“Tidak ada,” jawab suami saya.
“Hah ... jadi Affiq salah kostum dong?” saya membayangkan, Affiq menjadi
anomali hari itu. Di antara anak-anak berseragam pramuka, hanya ia sendiri yang
memakai baju muslim! Kalau hal ini terjadi pada diri saya ... aih pasti saya bingung mencari tempat
untuk menaruh muka.
Tapi Affiq cuek saja.
“Fiq, gurumu bilang apa lihat Kamu pakai baju muslim begitu?” saya
penasaran sekali dengan reaksi gurunya.
“Tidak tahu,” jawabnya.
“Lho koq tidak tahu? Gurumu tidak
bilang apa-apa?”
“Ada yang ibu guru bilang tapi Saya tidak dengar, kecil ki suaranya.”
Ibu guru memang masih sakit hari itu jadi tak bisa bersuara sekeras
biasanya. Setelah itu ada dua kali saya mengulangi pertanyaan yang sama kepada
Affiq. Jawabannya sama saja. Bagus juga sikap cueknya. Minimal dia punya
pengalaman “menjadi orang yang berbeda” hari itu.
Makassar, 1 Februari 2013
Silakan juga dibaca:
Share :
baguslah mbak kalo Affiq bisa cuek ...
ReplyDeleteHahaha kelihatannya dia cuek mbak
Deleteuntungnya Affiq tidak malu ya hari itu dia saltum...
ReplyDeleteIya :)
Deleteada juga hikmahnya gurunya sakit sehingga suaranya tidak terdengar oleh Affiq....
ReplyDeletepadahal kalau keras suaranya..bisa lain ceritanya :)
Iya .. bisa jadi lain :D
Deletewah mantap pengalaman mentalnya, affiq kereen kalo saya udah minta pulang kaliii
ReplyDeleteMudah2an dia tahan banting nanti :D
Deleteaffiq extraordinary... hehehe...
ReplyDeleteAnti biasa, mbak hehehe
Delete