Tak lama kemudian masuk materi tentang jilbab. Saya pun benar-benar tahu
bahwa menutup aurat adalah perintah, dari surah Al-Ahzab: 59 dan An-Nur: 31.
Juga melalui hadits Nabi: “Wahai Asma`
sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haid) tidak boleh baginya
untuk menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini.” (Rasulullah menunjuk muka dan telapak tangan)[1].
(HR. Abu Dawud).
Perintah menutup aurat ini terngiang-ngiang terus dalam benak saya.
Pelan-pelan saya memasang niat untuk berjilbab. Saat niat itu mulai mantap, tak
mudah bagi saya untuk menyampaikannya kepada orangtua. Dalam keluarga kami
ketika itu (24 tahun yang lalu), jilbab adalah hal yang aneh. Orang yang
berjilbab ketika itu hanya segelintir, dan mereka dicap “terlalu fanatik”. Menyedihkan
sekali, padahal orang mengenakan jilbab hanyalah untuk menjalankan kewajiban
mereka sebagai muslimah.
Saat duduk di kelas 2 SMA, keinginan untuk berjilbab menjadi semakin kuat.
Demikian kuatnya sehingga saya merasa berdosa jika niat saya itu tak
kesampaian. Berhari-hari saya kumpulkan keberanian untuk membicarakan hal ini
kepada ibu saya. Saya pun mengumpulkan dalil-dalil tentang jilbab.
“Saya mau pakai jilbab,” saya mengutarakannya pada suatu hari kepada ibu
saya. Ibu terperanjat. Segala dalil saya perlihatkan. Ibu tak setuju. “Itu
hanya pakaian orang Arab. Yang penting hatimu, bukan pakaianmu. Asal Kamu
berpakaian sopan!” Saya mendesak dengan argumen saya. Ibu tetap kukuh dengan
pendiriannya. “Saya takut kalau-kalau Saya mati belum berjilbab,” ujar saya.
“Kenapa bicara mati? Mati itu urusan Tuhan!” Ibu berkeras. Ia menolak argumen
“mati” karena menurutnya itu hal yang tabu untuk dibicarakan. Akhirnya saya
menangis dan menyerah.
Sumber: http://moslem-cartoon.blogspot.com |
Ya, saya menyerah dan menggantungkan niat berjilbab. Sebenarnya karena saya
belum berani menentang orangtua untuk menjalankan perintah Allah. Saya takut
diserang oleh pemikiran orangtua.
Tapi niat itu saya pelihara setelah saya tanam. Saya terus memupuknya
hingga bertahun-tahun kemudian. Sampai-sampai saya punya pikiran, bila saya
meninggal sebelum berjilbab maka saya akan menjadi hantu!
Sesuatu yang dirawat dan dipupuk dengan pengetahuan tentu akan menjadi
subur. Dan Allah memelihara apa yang sudah saya tanam, rawat, dan pupuk itu.
Niat berjilbab semakin menggelora dan seakan mau meledak di saat saya duduk di
semester 4 di bangku kuliah (19 tahun lalu). Saat itu saya malah bertekad,
meski orangtua menentang, saya tak peduli. Saya yakin tak bersalah karena saya
hendak menjalankan perintah Allah. Kedudukannya lebih tinggi daripada perintah
orangtua yang tidak berlandaskan syari’ah.
Orangtua saya tak begitu terkejut saat saya kabari. Kali ini saya memang
hanya mau mengabari, bukan meminta izin seperti yang lalu. Pelan-pelan saya
mengumpulkan blus lengan panjang, jjilbab, dan rok panjang dengan uang tabungan
saya. Dan saat saya benar-benar mengganti penampilan pada tanggal 17 Maret
1994, kedua orangtua saya tak berkata apa-apa lagi.
Awal-awal berjilbab, saya masih terlihat aneh di mata kedua orangtua saya.
Terutama saat aada tamu laki-laki yang bukan mahram bertandang dan saya lari
terbirit-birit mengenakan jilbab, mereka menertawai saya.
Waktu terus berlalu. Secara perlahan kedua orangtua saya mengerti keinginan
saya. Malah mereka yang menginformasikan kepada saya jika ada tamu laki-laki
supaya saya bergegas mengenakan jilbab.
Alhamdulillah, zaman akhirnya berubah. Jilbab tidak lagi aneh, malah
menjadi mode. Bahkan selebritis pun banyak yang berusaha menutup aurat.
Alhamdulillah, Ibu saya juga akhirnya mengenakan jilbab jika keluar rumah sejak
sekitar 10 tahun yang lalu. Mudah-mudahan saya istiqamah dalam pakaian yang
makin membuat saya nyaman dan tenang ini hingga kelak maut menjemput.
Makassar, 2 Februari 2013
Tulisan ini diikutkan Lomba Menulis
Gamis Cantik di :
https://www.facebook.com/GamisCantikBanget?ref=stream
(Ini lomba untuk note facebook)
Silakan disimak juga:
[1] Saat itu Asma`
binti Abubakar telah masuk ke ruangan Nabi SAW dengan berpakaian
tipis/transparan, lalu Rasulullah SAW menyabdakan hadits tersebut dan memalingkan wajahnya.
Share :
mohon doanya ya mba,semoga ayu tetap istiqomah berjilbab
ReplyDeleteMudah2an tetap istiqomah ya mbak aamiin
DeleteKalau tekat sudah bulat, orang tua pasti mengerti
ReplyDeleteIya mas Hadi
Deletedan tidak lupa, dibarengi dengan tutur kata & perilaku yang seimbang agar menjadi contoh kepada wanita lain, yang mau memakai jilbab, jadi semakin ramai ya mba :)
ReplyDeleteHarusnya begitu ya mas
Deleteyang jelas semua harus di jilbapi ya mbak :)
ReplyDeleteHarusnya ya .. :)
DeleteAmiiin.... thanks sharingnya Niar. :) Inspiring.
ReplyDeletesukses ngontesnya yaaa!
Terimakasih kak. Aamiin
DeleteSalut mbak Mungniar.. sebuah pelajaran tentang keistiqomahan pada sesuatu yang hak dan benar. Semoga saya bisa menirunya.
ReplyDeletesukses kontesnya
Aamiin. Bukan niru pakai jilbab kan mas Lozz? *plak*
Delete:D
Salut mba udah berjilbab sejak tahun 1994, pas jilbab belum populer n banyak yg mencibir... jama skrg banyak yg berjilbab tp jilbab ala kadarnya :(
ReplyDeletesemoga qt semua slalu istiqomah ya mba :)
Aamiin .. semoga ya Monik :)
Deletehebat!
ReplyDeletekalau saya, ortu udah lama ngingetin saya supaya cepet djilbab, tapi malah saya yg ngulur2 waktu terus :D
Gitu ya? :)alhamdulillah pakai juga ya mbak :)
Deletesaya pernah dikira ikut aliran sesat mbak..:D
ReplyDeletekerna kulia jauh dan pakai jilbab gak cerita2, pulkam2 ditanya banyak orang.
tapi sekarang keluarga sudah mulai paham dan alhamdulillah amak juga sudah pakai jilbab...
Aliran sesat? Wew seru juga :D
DeleteALhamdulillah ya, sudah paham :)
Ini yg kemaren utk lomba itu ya mbak...
ReplyDeleteSemoga istiqomah dan selalu dalam lindungan Allah...
Iya, mbak Niken :)
DeleteAamiin
subhanallah, akhirnya berbuah manis,,terkadang sebagian orang untuk berjilbab itu cukup sulit, akan tetapi ketika menemukan kebenaranya, maka tak diragukan lagi melangkah, semoga saya tetep istiqomah dalam islam. amiin
ReplyDeleteAamiin. Terimakasih dah mampir :)
Delete