Pagi itu saya melihat pak Haryadi sedang menginventarisasi tumpukan buku
baru yang menggiurkan itu. Ada berbagai buku how to tentang agro bisnis, bercocok tanam, bahkan public speaking. Ada juga aneka buku
esai, sastra, kesehatan, dan lain-lain. Pak Haryadi adalah seorang penggerak
dan aktivis aneka kegiatan sosial di lingkungan kami. Beliau sudah berusia
60-an tahun tetapi semangatnya selalu berkobar dalam berkegiatan.
Selain mendirikan TPA, kelompok bermain/TK, menyelenggarakan pembelajaran
membaca al-Qur’an untuk orang dewasa, ia juga tergerak untuk membuka taman
bacaan. Di salah satu sudut rumahnya di tempatkan rak buku berisi buku-buku
sumbangan dari berbagai pihak. Jenisnya beragam, untuk anak-anak dan orang dewasa.
Saat ia ke kantor lurah, ia melihat banyak buku baru yang sedianya untuk
perpustakaan “terlantar” begitu saja.
“Lebih baik buku-buku itu rusak karena dibaca, Pak lurah. Daripada rusak
karena tidak dibaca,” kata pak Haryadi.
“Bagaimana orang mau datang ke sini Pak. Ada staf sedang bekerja di sini
dan selalu ada warga yang mengurus macam-macam keperluannya di sini, malu-malu
memang mi orang masuk ke sini untuk
membaca,” ujar pak Haryadi lagi.
Maka saat dengan spontan mengajukan permintaan pada pak lurah, pak lurah
memberikan sekitar 200 buku kepadanya.
Saya tak tahu kalau di kantor kelurahan ada perpustakaan yang memajang
aneka buku bagus itu. Sepertinya pengadaan buku-buku itu merupakan salah satu
realisasi program Gemar Membaca-nya pemerintah kota.
Mengapa buku-buku itu terabaikan di sana? Apakah masyarakat sini sama tak
tahunya dengan saya mengenai perpustakaan itu karena tak disosialisasikan
dengan baik, ataukah minat baca masyarakat sini yang minim, ataukah karena
keduanya?
Sebagian koleksi taman bacaan Babul Jannah. Ada juga buku favorit saya di situ: ESQ dan ESQ Power ^__^ |
Kalau boleh tebak-tebak buah manggis, saya menebak keduanya benar. Tak
banyak orang yang suka membaca di sekitar saya. Pernah beberapa kali, saat
sedang dalam sebuah keperluan dan saya membaca sambil menunggu, ada yang
bertanya, “Mahasiswa ya?”
Sepersekian detik saya bengong ditanya begitu. Lha saya lulus kuliah sudah di atas 10 tahun lalu, masa masih
dikira mahasiswa? Apa tampang saya masih sedemikian innocent-nya? *uhuk ... uhuk
... huek*. Saat melihat buku yang saya pegang, baru saya sadar ... oalah ... ini toh penyebabnya? Karena tak lazim menemukan seorang ibu membaca
buku non fiksi[i] di
tempat umum?
Kalau melihat minat baca yang minim, bukannya mau mengecilkan pengadaan
perpustakaan dan semacamnya tetapi realitasnya, sepertinya agak-agak percuma
ya. Tantangan terbesar dalam Gerakan Gemar Membaca sebenarnya adalah bagaimana meningkatkan minat baca
masyarakat.
Saya kemudian berandai-andai ...
Kalau terlalu sulit meningkatkan minat baca orang dewasa, barangkali titik
berat programnya di geser, minat baca anak-anaknya dulu yang coba ditingkatkan secara
amat maksimal dengan mengadakan perpustakaan yang kaya dengan buku anak-anak
yang menarik. Area buku di kantor lurah bisa didekorasi dengan ornamen dan cat
yang menarik mata anak-anak kecil di sekitar situ. Anak-anak lebih mudah
ditarik melalui buku dibandingkan orang dewasa. Mereka pun lebih mudah
dibentuk.
Jika perpustakaan anak sudah disosialisasikan semaksimal mungkin kepada
warga sekitar, mereka tentu tidak memikirkan rasa malu atau takut bila
“diundang” dengan penataan ruang baca yang menarik. Tidak seperti orang dewasa
yang penuh prasangka. Mereka pasti tidak
peduli dengan orang-orang dewasa yang sedang mengurus surat-surat penting
mereka.
Ah, pengandaian ini kejauhan ya?
Mana mungkin aparat di kantor lurah mau disibukkan dengan mengurus bocah-bocah
yang berseliweran di kantor lurah yang
ukurannya tak luas itu (padahal lebih mungkin minat baca mereka dibangkitkan
dibandingkan orang dewasa)?
Nah, bagaimana di kantor kelurahan di tempat Anda, adakah juga
perpustakaannya? Seramai apakah?
Makassar, 2 April 2013
[i]
Bukannya mau menyombongkan diri ya.
Ini masalah selera. Seperti juga terhadap makanan, selera membaca pun ada. Saya
bukanlah penikmat bacaan-bacaan
fiksi. Ada jenis-jenis buku non fiksi yang suka saya baca. Saya tak selalu
membaca karena adanya aneka keterbatasan dalam keseharian saya tetapi kalau
ingin membaca, buku-buku jenis itulah yang saya pilih.
Share :
gag ada malah tantee --"
ReplyDeleteyang ada cuma senam ibu2 PKK sama tempat kursus menjahit.
moga kelak aku yang punya perpustakaan di tempatku :)
Jadi ... Syifa ikutan senam juga?
DeleteSaya juga pingin .. pny perpustakaan maksudnya, bukan ikut senam
menimbulkan minat baca memang gampang-gampang susah ya mbak, padahal sayangsekali kalo ada tumpukkan buku yang cukup banyak hanya di abaikan begitu saja ya.
ReplyDeleteSayang sekali mami Zidane. Saya jadi pingin ikut2 minta sama pak lurah, masih ada buku2 di sana. Daripada tidak diapa2in di sana, mending kasih saya ya yang suka ngiler liat tumpukan buku baru :)
Deletekak niar apa kabar?, wah kantor lurah tempat saya ndak ada tuh kak...asik bisa baca buku di kantor lurah :)
ReplyDeleteALhamdulillah baik :) Ndak ada? Jarang memang kantor lurah yang punya perpustakaan ya
Deletehaha
ReplyDeleteaku kalo ke toko buku pasti kesurupan segala macam di beli
padahal di rumah masih numpuk buku yang dibeli sebelumnya dengan segel belum juga dibuka
kebiasaan buruk memang...
wah wah sampe kesurupan mas Rawins? Lain kali kalo mau ke toko buku banyak2 baca ayat Kursi dulu ...
Deleteaku juga rela mbak kalau di desaku pak lurahnya minta aku ngurusin perpus hihi, sayang di desaku blm ada.... =="
ReplyDeletePasti buku2nya langsung habis dilalap sama yang jagain ya ...
Deletehehe belum pernah k kantor kelurahan..tapi tebak tebakan buah manggisnya sepertinya tidak ada perpustakaan di kelurahan saya adanay perpustakaan daerah kota tapi kabarnya bukunya jadul...ya minat baca di nagara ini memang memprihatikan, terlebih setelah masuknay era digital dan televisi, kasian anak-anak...jadi teringat sebuah quote "Tidak usah membakar buku untuk menghancurkan sebuah bangsa. Buat saja orang-orangnya berhenti membaca."
ReplyDelete—Ray Bradbury
"Tidak usah membakar buku untuk menghancurkan sebuah bangsa. Buat saja orang-orangnya berhenti membaca."
DeleteIni penjajahan paling mengerikan mbak RIna. Apalagi jika ditambah gerakan mengupayakan bangsa itu larut dengan pola hidup konsumerisme/materialisme
Di Kelurahanku ada Perpustakaan Mbak dan pernah juga saya posting di blog, ini urlnya: http://yuniarinukti.com/117/nyasar-di-perpustakaan
ReplyDeleteMemang sih mbak banyak orang yang gak suka membaca, pun di kelurahan juga gak banyak yang tau ada perpustakaan tapi karena petugasnya aktif menawar-nawarkan buku kepada pengunjung kelurahan yang sedang ngurus surat, lama kelamaan mereka tau dan pinjam buku dengan gratis..
Wow, pak lurah dan petugas kelurahannya keren mbak. Nanti saya meluncur ke link itu ya, pingin tahu. Sekarang belum sempat ini, si bungsu sudah merengek ...
Deletesaya suka ngiri kalau liat perpus2 di luar negeri..
ReplyDeleteSaya liatnya di film2 mbak ... keren ya
Delete*pertamanya, saya ngiler sama Pak Lurahnya yang perhatiaan sama minat baca warganya.
ReplyDelete*keduanya, saya setuju mba, lebih gampang meningkatkan baca anak2. soalnya kalo ibu2 susah. mereka rata2 nggak mau pusing mikirin hal lain lagi setelah dipusingkan kebutuhan rumahtangga. terus faktor usia juga menentukan terhadap daya tangkap hihhih
1. Sepertinya ini program pemerintah kota, Gemar Membaca, bukan program sendiri dari kelurahan. Eh, atau saya yang salah menduga ya. Soalnya setahu saya ada program itu dari pemkot.
Delete2. Betuuulllll :)
kayanya disini gak ada deh mbak. aku juga punya buku ESQ dan ESQ Power :)
ReplyDeleteMbak Lid koleksinya pasti lebih banyak dari saya. Pingin deh ubek2 buku2 koleksi mbak Lidya :)
DeleteNgaku Niar, aku ke kelurahan pas cuma memperpanjang KTP dan bikin e-KTP. Jadi tak memperhatikan apakah disana ada perpustakaan atau tidak..
ReplyDeleteMengenai membangkitkan minat baca. Setuju sangat benahi saja dulu segmen anak-anak. Selain membuat program tentu menyediakan buku-buku yg enak untuk mereka baca..:)
Hmmm no komen deh kalo yang paragraf atas :D
DeleteIya kak, anak2 kan mudah tertarik dengan buku2 yang menarik mata? :)
Wah iya, klo ke kantor lurah sambil nunggu aku bawa buku sndiri, tp gak pernah tau mbak disana ada perpustakaannya apa nggak.. Hehehe..
ReplyDeleteSy senengnya borong buku diskon mbak, klo gak di pameran yah di toko buku online... Hihi... Sepertinya anak2 pun klo ortu nya gak hobi mbaca, mereka jg males baca kali yaa.... Wallahu'alam...
Aku jg gak terlalu suka fiksi mbak, suka baca cerita tp yg true story.. Bener2 nyentuh deh klo bs ngebayangin mereka benar2 ada dan benar2 kejadian.. :-)
Buku diskon memang menggiurkan mbak Lyli :)
DeleteWaah kita sama ... saya juga sukanya true story. kalo ada teman yang nulis fiksi dan ceritanya sangat menyentuh, saya suka nanya, "Ini kisah nyatakah?" dan saya akan kecewa bila ternyata bukan. Hihihi ... aneh ya saya ini ...
hihi sama mba.. sy juga ngiler klo liat tumpukan buku2 bagus ;)
ReplyDeleteBikin iler nyaaris keluar ya hihihi
Deletecoba perpustakaan keliling ya, mba? pasti banyak yang minat deh :D
ReplyDeleteKayaknya ya, secara tampilan ...mobil yang membawa aneka buku saja sudah demikian menariknya :)
DeleteGue udah baca di pesbuk kemaren, dan saatnya komen di marih! Dulu ada perpus juga di kelurahan gue, malah buku2nya sering gue pinjem dan gak pernah balik! Bhahaha, 'n now? Tau deh! ;-)
ReplyDeleteWow kelurahan yang keren. Jangan2 hanya dirimu yang minjem di situ? :D
Deleteaku suka membaca
ReplyDeleteaku ga suka kalau masjid, pustaka/koleksi bukunya dikunci....
kalau mbak ingin tahu Indonesian Maps kota makassar tapi ga punya Android, bisa cek:
http://www.streetdirectory.co.id/indonesia/makassar/
jangan lupa di zoom mbak, petanya :D
Setuju dengan dua poin di atas.
DeleteTerimakasih petanya ya :)
Pernah baca post siapa gitu, juga nyeritain kelurahannya ada perpusnya.
ReplyDeleteKalau kelurahanku kok gak ada ya, atau mungkin ada tapi gak tau aja :D
Una belum meneliti setiap sudut kntor lurah kali ...
Delete*emang penting ya ... asal hihihi*