Menikah sekian tahun memang membuat pasangan suami istri menjadi lebih
saling mengenal satu sama lain. Namun di sisi lain, juga membuat mereka saling “tidak
mengenal” satu sama lain karena ego yang tidak selalu bisa ditekan.
Menarik membaca tulisan dari mak Elisa Koraag berjudul Kisahku: “Sungguhkah
Privasiku sudah dilanggar?” di blog http://nyonyafrischmonoarfa.blogspot.com/
yang menceritakan pergulatan batinnya yang hanya berlangsung sebentar. Saya tertarik
dengan tulisan ini karena menemukan penyelesaian konflik yang paling elegan
sedunia: dengan menekan ego. Bagi
banyak orang sangat sulit menekan ego di situasi itu, tapi tidak bagi mak
Elisa.
Saat pulang ke rumah ia dapati tumpukan buku dan surat-surat lamanya sudah
diacak-acak suaminya. Suaminya sendiri mengatakan sedang merapikannya. Mak
Elisa maraha karena selama ini “privasi”-nya akan barang-barang lamanya itu
terjaga, suaminya pun menjaganya hingga hari itu tiba-tiba saja berantakan.
Mak Elisa menulis: Sambil mandi,
benakku tak berhenti berpikir. ”Apa sih tujuan Suamiku merapihkan rak buku?”
pikirku dalam hati. Sebenarnya tidak ada yang aku takutkan atau khawatirkan.
Toh antara aku dan Suami tidak ada rahasia apa-apa. Cuma rasanya tidak rela,
ini sedikit menyangkut masalah privasi!
Wajar, walau sekian tahun telah saling melebur, namanya berasal dari latar
belakang berbeda tentu saja ada hal-hal yang diinginkan setiap orang untuk
tetap menjadi privasi – miliknya sendiri. Saya pun mungkin akan bersikap sama
dengan mak Elisa bila mengalami hal itu.
Saya salut, mak Elisa hanya diam dan
berdo’a dalam hati untuk menahan amarahnya keluar. Ia tak menjawab atau
merespon ketika suaminya mencoba mencairkan kebekuannya. Ia pun tak mengomel
panjang lebar.
Mak Elisa terus berusaha menjernihkan pikiran dan hatinya. Kemudian ia
menulis: Aku menghembuskan nafas panjang
mencoba kompromi dengan perasaanku sendiri. Aku tidak ingin berkonfrontasi
dengan suamiku. Toh dia tidak punya salah apa-apa dan mungkin bermaksud baik.
Lagi-lagi salut. Banyak istri yang di situasi seperti ini terus mencari
pembenaran untuk tetap meluapkan amarahnya kepada sang suami. Yang ada di
pikiran mereka, “Tega-teganya suamiku melakukan ini.” Bukannya berpikir, “Suamiku
pasti tidak bermaksud buruk.” Tapi mak Elisa bisa melawan egonya dan ini membuktikan
betapa besarnya cintanya pada suaminya. Cinta sejati itu memberi, bukan
menerima, kan?
Saya pun salut dengan suami mak Elisa yang ngeh dengan perubahan sikap istrinya. Setelah “usaha pencairan
suasana” yang dilakukannya tak berhasil, ia tetap mendekati sang istri dan
akhirnya mengakui: ”Aku minta maaf, kalau
kamu kesal. Aku tadi mencari buku kwitansi yang seingatku ada di rak itu.
Karena tidak terlihat, aku terus mencari, tahu-tahu aku menemukan banyak
hartamu dan ketika tersadar semua sudah berantakan!”
Istri yang buas ^__^ Sumber: zawaj.com |
Lagi-lagi, sebuah pengakuan yang meruntuhkan ego. Banyak suami tak
melakukan ini. Seberapa pun besarnya perubahan sikap istrinya bila tak
dinyatakan secara lisan oleh sang istri apa masalahnya, biasanya kaum Mars ini
menganggap tak ada masalah apa-apa.
Membaca tulisan ini, bagi saya seperti sedang menonton sebuah drama
kehidupan satu babak. Emosi saya ikut melarut dengan setiap adegan yang
dimainkan mak Elisa bersama suaminya. Jujur saja, sebenarnya saya sedang
membanding-bandingkan dengan langkah apa yang saya ambil jika berada dalam
posisinya.
Dan ternyata saya setuju seratus persen dengan semua adegan yang saya
tonton. Saya pun akan bersikap demikian. Bila ada konflik dengan suami, saya
mengusahakan sebisa mungkin menahan amarah. Kalau tidak bisa juga, saya
usahakan sesedikit mungkin mengeluarkan amarah. Sambil terus menyiramkan air
kesejukan dalam hati dengan lantunan do’a, saya terus berpikir: apakah perlu saya marah? Kalau saya marah,
apakah sebanding kemarahan saya dengan “kesalahan” yang telah dia lakukan?
Lantas kalau saya marah, puaskah saya? Selesaikah masalah?
Biasanya saya sampai pada jawaban: marah
hanya akan merugikan diri saya sendiri. Saya pun mencoba berdamai dengan
keadaan, mencoba melihat dari sisi pandang dia, mencoba merasakan dan
memikirkan apa yang sedang dia (suami) rasakan atau pikirkan. Maka, insya Allah
hati menjadi lebih tenang. Secara perlahan beban pikiran terangkat.
Eits, menuliskan ini bukan
berarti saya bijak atau sok bijak lho ya.
Usaha menenangkan diri tak selalu berlangsung sebentar. Kadang-kadang butuh
waktu berhari-hari atau bahkan seminggu lebih! Saya pikir, saya harus berusaha
mencari cara untuk berdamai dengan keadaan dan menenangkan diri, kalau saya
menyayangi diri saya.
Ini bukan semata-mata persoalan mencintai
suami tetapi juga mengenai apakah kita mencintai
diri kita sendiri. Beban pikiran dan perasaan hanya mempersulit. Bila
dibiarkan berpanjangan hanya akan menyebabkan psikosomatis yang sama sekali tak
perlu. Mulanya jantung berdebar-debar tak karuan, kepala berdenyut-denyut. Mau
makan tak nafsu makan, mau nonton tak bisa menikmati. Lama-lama dipelihara bisa
menyebabkan serangan jantung atau stroke.
Aih, saya tak mau. Anak saya masih kecil-kecil.
Saya juga suka membaca paragraf terakhir tulisan ini. Ketika malam hari,
saat menemani putrinya di tempat tidur, mak Elisa berpikir masih perlukah aku kesal? Atau sungguhkah privasiku telah
dilanggar? Atau inikah sebenarnya rasa
cinta diantara kami?
Manusiawi mak. Namanya perasaan marah turunnya sering kali perlahan, tidak
serta merta seperti menekan tombol SHIFT DELETE di laptop. Yang penting pada
akhirnya disadari dan diyakini bahwa itulah CINTA.
Makassar, 16 April 2013
Catatan:
Tentang pendapat-pendapat yang belum saya tuliskan, saya tuturkan dalam
catatan ini saja ya mak karena bisa tidak nyambung dengan alur tulisan di atas J
Okeh .. tentang mak Elisa. Saya memang belum akrab dengan mak. Tapi dari
sekilas pandang akan blog-blog dan tulisan-tulisannya, saya berkesimpulan bahwa
mak Elisa adalah pribadi yang suka belajar, suka introspeksi diri, hangat, dan
mementingkan kebahagiaan keluarga.
Tentang blog-blog mak Elisa:
- http://nyonyafrischmonoarfa.blogspot.com/ berisi tentang isi hati dan pikiran mak Elisa sebagai seorang istri yang selalu berusaha menjadi istri yang baik.
- http://elisakoraag.blogspot.com/ berisi tentang isi hati dan pikiran atau representasi dari “aktualisasi diri” mak Elisa sebagai pribadi yang unik.
- http://vanenbas.blogspot.com/ berisi tentang isi hati dan pikiran mak Elisa sebagai ibu dari dua permata hatinya. Juga ada solusi yang dilakukannya dalam mengatasi sebuah masalah.
Silakan pula
dibaca:
Share :
saya juga suka tulisan mba elisa yang itu, sangat menyentil :D
ReplyDeletemba juga keren cara membahasnya :)
Mudah2an begitu juga menurut mak Elisa :)
DeleteTerima kasih atas keikut sertaannya yah. Mak.
ReplyDeleteTerimakasih mak :)
Deletekadang kepo itu ga bagus untuk kesehatan jiwa, ada hal-hal yang boleh kita ketahui dana yang tidak
ReplyDeleteMasing2 orang punya hal yang ingin dibagi dan tidak :)
Deletesaya malah jadi bertanya-tanya, pada saat dua insan melebur menjadi satu dalam sebuah ikatan pernikahan suci...privasi manakah yang harus terjaga kerahasiaanya agar tak diketahui oleh pasangannya, apakah memang kita masih mempunyai privasi, sedangkan kita selayaknya saling membuka diri sejujur-jujurnya kepada pasangan kita....., entahlah saya masih mencari jawabannya..mungkin jawabannya ada terselip di rak buku elisa,...,btw- selamat berlomba , semoga menjadi salah satu yang terbaik ..salam :-)
ReplyDeleteKita sendiri koq yang menentukan, mana yang mau dibagi dan mana yang tidak. Sah2 saja kan punya privasi :)
Deletekalo saya, sebisa mungkin menghindari emosi untuk dituliskan di blog. karena perasaan hati adalah bagian privasi.
ReplyDeletebtw, saya lihat ada komen dari mbak ke blog anak saya. mungkin krn saya meninggalkan komen di sini menggunakan account google/blogspot. Jadi saat klik nama saya, larinya kesana.
blog saya yang aktif: www.masrafa.com
Hm ... beda orang, beda juga caranya. Kalo buat ibu2, berbagi seperti ini juga bisa untuk pembelajaran. Mengarungi rumahtangga kan orang juga mesti belajar :)
DeleteOooh ... ok nanti saya mampir di dot com nya ya :)
Aku, karena tahu suami pasti akan melanggar privasi (hehehe) hal-hal paling personal dari masa muda sudah aku ludeskan sebelum kami pindah ke rumah sendiri dari rumah orang tua saya Niar..Aku tahu banget karakter mantan pacarku ini, jadinya yah, semua kenangan masa muda aku simpan dalam otak saja. Itu pun sesekali dia masih suka ngorek-ngorek...Aku bilang, "kok gak puas sih nyakitin diri sendiri..?" Nah tambah sewot dia hahaha..
ReplyDeleteSukses ya dengan GA-nya..
Hahaha .. kdang2 bagi bapaknya anak2 mungkin perlu menyakiti diri sendiri kali kak :D
Delete