“Tadi Dina, na bombe’ Via!” dengan bersemangat Athifah
menceritakan kejadian di sekolahnya.
“Iya. Na bombe’ ka’[1].
Sekke’[2]
ki’, ndak mau na[3]
kasih ka’[4]
choki-chokinya,” sahut Via tak kalah bersemangatnya dengan Athifah. Via adalah
anak tetangga berusia 4 tahun. Rumahnya hanya diantarai sebuah gang, di sebelah
barat rumah kami.
“Tunggu dulu, siapa yang bombe’[5]?”
tanya saya
“Dina,” Athifah dan Via bersamaan menjawab.
“Siapa yang tidak mau kasih choki-chokinya?”
“Dina.”
Ha ha ha. Saya geli.
Yang tidak mau berbagi siapa, yang memusuhi siapa. Biasanya yang memusuhi
adalah orang yang tidak diberi ketika meminta milik kawannya. Kali ini Dina “merebut”
semua “peran”: yang tidak mau berbagi sekaligus yang memusuhi.
![]() |
Sumber: http://nenelemod.blogspot.com |
Saling bombe’ di antara anak-anak
perempuan usia balita sampai sekolah dasar di sekitar saya adalah hal biasa. Saya
heran juga, ini jadi seperti “kebudayaan” anak-anak perempuan belia ini.
Seperti anak-anak perempuan pada umumnya yang berinteraksi atau bermain bersama,
ngambek adalah hal biasa.
Seperti orang dewasa, mereka pun punya masalah di antara mereka. Masalah-masalah
yang kerap timbul membuat mereka belajar bersosialisasi dan menyelesaikan
konflik. Bahkan secara tak sadar mereka mulai belajar manajemen konflik sejak
dini.
Athifah pun sering dibombe’ kawan-kawannya.
Bila saya tanya mengapa, lebih sering ia menjawab, “Tidak tahu.” Pernah pula ia
dibombe’ karena tidak mau memberikan
makanannya. Ada kawan-kawan bermainnya yang suka meminta cemilan yang dibawanya
ke sekolah dengan cara memaksa. Kalau Athifah mengadukan tentang peristiwa bombe’-membombe’ ini, saya cuma mengehela
nafas dan berkata, “Sudah. Biar saja. Nanti juga baik lagi.”
Kadang-kadang saya ikut “larut’ bila memperhatikan Athifah dan
kawan-kawannya bermain di rumah. Ingin rasanya selalu menceramahi dan mendamaikan
anak-anak yang sukanya membombe’ teman-temannya.
Tapi saya juga sadar, itu proses pembelajaran yang penting untuk kecerdasan
sosial mereka. Kalau konflik yang terjadi di antara mereka cepat terselesaikan,
biarkan sajalah. Nyatanya saling membombe’
itu tidak pernah bertahan lama. Paling dalam hitungan menit mereka sudah
berdamai dan terbahak-bahak bersama.
Saya teringat saat masih duduk di sekolah dasar. Karena dalam satu kelas
jumlah kami ada 62 anak, beberapa bangku ditempati oleh 3 orang anak. Saya kebagian
duduk bertiga, bersama Ani dan Rakhmah. Dengan Ani saya selalu akur, tak pernah
ada konflik. Herannya, dengan Rakhmah tidak demikian. Setiap minggu secara
bergantian kami saling membombe’ satu
sama lain.
Ada saja yang dibikin alasan. Kalau sudah saling bombe’, berdirilah “benteng”
di antara kami berupa tas-tas koper[6] mungil
merek President yang sedang tren kala itu. Lucunya, saling bombe’ itu berlangsung cukup lama, sekitar 2 tahun. Kalau ingat ini
saya geli sendiri.
Untungnya bagi kami, masalah di sekolah dasar itu hanyalah masalah
anak-anak yang harus dilupakan. Bertahun-tahun kemudian, saya beberapa kali bertemu
dengan Rakhmah di kampus. Kami satu kampus tapi beda fakultas. Setiap bertemu,
kami berbincang dengan akrab, tak ada sisa konflik masa lalu.
Adalah parah bila sampai dewasa ada yang tidak bisa meredam “budaya” bombe’-membombe’ yang begitu merasuk dalam dirinya. Sedikit-sedikit
bawaannya mau musuhan sama siapa pun yang dianggapnya membuat konflik dengan
dirinya.
Bagaimana dengan pengalamanmu Kawan? Adakah dulu peristiwa saling bombe’ ini terjadi dalam interaksi
sosial masa kanak-kanakmu?
Makassar, 11 April 2013
Postingan ini disertakan dalam #8MingguNgeblog Anging Mammiri
Silakan juga
disimak:
[1]
Na bombe’ ka’ (bahasa
Makassar) berarti: Dia musuhi saya.
[2]
Sekke’ = pelit
[3]
Na = dia
[4]
Ka’ = saya (sebagai
obyek)
[5]
Bombe’ = (me)musuhi.
Cara pelafalan be’ dalam kata bombe’ sama dengan cara melafalkan bek pada kata bebek, tanpa menyebut huruf k.
[6]
Zaman dulu ada masanya tas koper
mungil menjadi tren tas sekolah anak SD. Bentuknya persis koper. Tentu tas itu
bukan dari bahan kain. Teksturnya keras dan bisa diberdirikan. Di antara
anak-anak yang duduknya 3 orang dalam satu bangku, tas koper ini diberdirikan
supaya kawan yang duduk di sebelahnya tak bisa mencontek pekerjaannya.
Share :
please dont bombe' ka hehe
ReplyDelete:)
Deletesaya juga masih "direpotkan" dengan baku bombe'nya siswi-siswiku ka'... aduannya nyaris tiap hari...
ReplyDeleteAnak TK atau SD?
Deletekalo mahasiswa namanya apa ? masih bombe'- bombe'kah ?
DeleteBukan tawwa, kalo mahasiswa namanya lebih keren: KONFLIK
Delete*baru artinya sama ji hahaha*
wajar aja kayaknya tante.. nanti kalo udah pada besar/dewasa mah ngga bakalan gitu lagi. malah jadi ada cerita seru sama temen2.
ReplyDeleteIya Syifa ... tapi ada juga yang keterusan. Keterlaluan ya kalo keterusan? :D
Deleteooh bombe itu artinya memusuhi ya
ReplyDeleteIya mbak :)
Deletewah saya baru tau arti bombe, kalau ingat masa-masa kecil sih sering bombe kak niar, namanya juga anak2 tapi cepat baikan lagi..sukses ya kontesnya :)
ReplyDeleteBerarti anak2 perempuan memang seperti itu ya Tia? :D
Deletewaktu sd saya pernah dibombe sampai ingin pindah sekolah hehehe..
ReplyDeleteWaaah pasti menyedihkan sekali kisahnya ya mbak. Kenapa itu?
Deletehahay..bombe membombe memang hadir menghiasi masa kecil yang penuh canda, tapi jangan salah..bombe bombean juga sekarang menghiasi kehidupan orang dewasa..meski dalam wujud lain, terbentuknya kelompok2 dan gang2-an yg saling bersaing sehungga menimbulkan bibit permusuhan adalah wujud bombe itu sendiri, tentunya kita masih ingat saat pemilihan gubernur kemarinkan, para calon gubernur saling menjelek2an kompetitornya, para pendukungnya berkelahi...itu adalah bombe2an orang dewasa..sehingga akhirnya ada yang diangkut oleh mobil bombe bombe :-)
ReplyDeleteHadeh itu mi bombe'2nya orang dewasa.
DeleteHahaha iya di' mobil begitu istilahnya "MOBIL BOMBE' BOMBE'"
Di kendari jg ada baku bombe #impor dr makassar
ReplyDeleteKalo msh kecil dan ndak pernah baku bombe, ndak seru itu, qeqe.
Masa kecil yang ndak seru, masa anak2 lempeng saja ya hehehe
Deleteahahahaha,,,jadi teringat sama murid murid saya di SD,,,terkadang saya melamun kalau lagi sementara melihat anak anak SD bermain main, terkadang saya melihat ada di antara mereka saling Bombe,,,hmm tapi kalau sudah Majasiswa juga masih kadang saya dengar ada kata Bombe, tapi benar yang sobat Katakan kalau Mahasiswa Konflikmi namanya...
ReplyDeletesaya minta izin sob follow blognya, kalau ada waktu kesebelah juga yaa jalan jalan dan follback....
salam, dari blogger Sulawesi Selatan Kabupaten Barru...
Anak2 ya .. di mana2 begitu ji.
DeleteOk, sudah folbek ya :)
hihihi.. choki2 penyebab bombe'2an..
ReplyDeleteJangki' tawwa ma'bombe2' Dina...
Hehehe
DeleteMugniaaaar, waktu saya SD kelas 3 atau 4, tas saya juga echolak merk president itu...hihihi...ternyata bisa jadi benteng pertahanan bombe-membombe juga ya!
ReplyDeleteAnak-anak perempuan, biasanya lebih sensitif.
Tidak apa-apa, betul seperti yang Mugniar bilang, bahwa ini adalah proses pembelajaran mereka untuk mengelola emosi yang dimiliki :)
Ahahaha kita selisih berapa tahun ya mbak Irma? Anak mbak Irma sudah sarjana tapi sudah merasakan tas koper itu? Lama juga rupanya model tas itu ya :D
DeleteSampai adik saya yang kelahiran 78 pun masih pakai tas koper mbak dan tas itu masih ada sampai sekarang, masih kuat :D
Itu perlunya anak2 bergaul ya mbak biar bisa mengelola emosi dan konflik antara mereka :)
saling Bombe' saat masih kanak2. Ya iyya dooong. Usia anak-anakku takkan lengkap kalo tidak dihiasi dnegna bombe2. hehe. Tapi....saat ini, ada yang lebih parah. Anaknya yang saling bombe', ibu-ibu anak yang saling bombe' itu, eh ikutan saling bombe' juga. Niar...kita kan pernah tetanggan, jadi saya tahu budaya ibu-ibu di sekitar situ. hehehe
ReplyDeleteDulu saya pernah liat ibu2 hampir "berperang" gara2 anak2nya berkelahi, ada mi yang angkat tinggi2 celana panjangnya hahaha tapi sekarang ndak mi tawwa :)
Deletebiasanya amarah anak hanya sementara. habis marahana, eh beberapa detik kemudian main2 lagi :p
ReplyDeleteNamanya juga anak-anak, masalahnya apa, tidak tahu. Tahunya hanya bombe, terus damaeee :p
Bombeee bombeee, hihi. nambah kosa kata nih ^^
Iya .. mereka hanya bermain, bombe2nya jg main2 kali :D
DeleteYang hebatnya anak-anak, dan saya rasa patut untuk kita tiru, mereka sangat mudah untuk memaafkan ^^ Mereka tidak mengenal dendam....
ReplyDeleteBenar, kita harus meniru anak2 dalam hal ini :)
Delete