Sebuah buku penuntun menuju pernikahan dan menjalani pernikahan yang
bahagia membuat sebuah kesalahan. Di dalam buku itu dikatakan bahwa jika
memilih calon istri, lihatlah ibunya. Bagaimana sang ibu, baik atau tidak,
begitu pula anaknya.
Saya tak
mengatakan pendapat ini salah. Bukan. Pendapat ini ada benarnya tapi tak berarti mutlak benar. Ungkapan “buah jatuh tak jauh dari pohonnya” atau like father like son (like mother like daughter) tak selamanya berlaku. Telaah sekitar kita baik-baik. Ada ibu yang
sangat sabar memiliki anak yang begitu pemarah. Sebaliknya, ibu yang teramat
pemarah belum tentu menghasilkan anak sama pemarahnya dengan dirinya.
Cerita-cerita dramatis dalam sinetron bisa saja terjadi di kehidupan
nyata. Seorang ibu bisa menjadi “pembantu” anak kesayangannya. Sebaliknya,
seorang anak tak berharta bisa menjadi pembantu rumahtangga orangtuanya.
Sungguh bukanlah hal yang terbayangkan oleh orang-orang yang memiliki kehidupan
normal.
Like father like son Sumber: www.irkworks.com |
Kisah-kisah orang dahulu memperlihatkan bukti bahwa hubungan darah,
bukanlah sesuatu yang mutlak membentuk karakter seseorang. Nabi Ibrahim misalnya,
ia terlahir dari seorang ayah yang pembuat berhala dan tidak mau mengakui
keesaan Tuhan.
Nabi Nuh memiliki istri yang kafir tetapi hanya satu anaknya yang ikut
tertelan banjir bersama ibunya, tiga yang lainnya selamat di atas kapal bersama
sang ayah.
Hal yang mirip terjadi pada nabi Luth. Istrinya mengkhianatinya dengan
cara mengabarkan kepada kaumnya kedatangan tiga malaikat yang menampakkan diri
mereka sebagai tiga orang lelaki tampan. Kaum nabi Luth yang penyuka sejenis
segera mendatangi rumahnya dan berusaha melaksanakan hasrat seksual mereka.
Karena tak mau mendengarkan seruan nabi Luth, Allah mengadzab mereka
dengan menjungkirbalikkan negeri mereka kemudian menghujani mereka dengan
bebatuan yang sangat keras dari atas langit. Istri nabi Luth binasa namun kedua
putrinya selamat bersamanya dan kaumnya yang taat.
Satu lagi kisah zaman dulu, tentang bayi pelacur yang bisa berbicara.
Rasulullah pernah bersabda, “Tidak ada yang bisa berbicara ketika masih bayi
kecuali tiga orang: Isa putra Maryam, bayi pelacur yang menggoda Juraij, dan
anak Masithah …”
Juraij adalah seorang laki-laki yang suka sekali beribadah. Suatu ketika
sementara shalat di kediamannya, ibunya memanggilnya. Sesaat ia dilanda
kebimbangan untuk tetap shalat atau memenuhi panggilan ibunya. Akhirnya ia
memutuskan untuk tetap shalat. Ibunya pun pulang ke rumah.
Ini berlangsung sampai tiga kali sehingga sang ibu berdo’a, “Ya Allah
janganlah Engkau ambil nyawa anakku sebelum dia melihat wajah pelacur.”
Kisah tentang keahliah Juraij dalam beribadah menjadi perbincangan bani
Israil hingga seorang pelacur yang sangat cantik dari bani Israil bertekad akan
mengujinya. Pelacur itu menampakkan diri di hadapan Juraij tetapi Juraij tak
menoleh.
Seorang penggembala datang ke kediaman yang sekaligus tempat Juraij
beribadah untuk beristirahat. Pelacur itu menggodanya hingga terjadi perzinahan
dan pelacur itu hamil. Ketika anaknya lahir, pelacur itu berkata, “Ini adalah
anak Juraij.”
Orang-orang menghancurkan kediaman Juraij dan memukulinya. Juraij
kemudian shalat dan berdo’a. Usai itu, ia mendatangi bayi itu, menekan
perutnya, dan bertanya, “Hai anak kecil, siapakah nama bapakmu?”
Bayi itu menjawab, “Si Fulan, seorang penggembala.”
Di waktu lain, saat sedang menyusu pada ibunya lewatlah seorang lelaki
gagah berkuda. Ibunya berkata, “Ya Allah, jadikanlah anakku seperti orang ini.”
Bayi itu melepas isapannya dan berkata, “Ya Allah, janganlah jadikan Aku
seperti orang ini.” Lalu ia menyusu lagi.
Tidak lama, lewatlah sekelompok orang membawa seorang budak wanita yang
tengah dipukuli. Mereka menuduhnya telah berzinah dan mencuri. Budak wanita itu
berujar, “Cukuplah Allah bagiku dan Dia sebaik-baik Pelindung.”
Ibu sang bayi berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau jadikan anakku
seperti budak wanita ini.” Bayi itu melepaskan susuannya dan berujar, “Ya
Allah, jadikanlah Aku seperti budak wanita ini.”
Lalu terjadi dialog antara ibu dan bayinya. Sang ibu mempertanyakan
perkataan bayinya. Bayi itu menjawab, “Sesungguhnya laki-laki tadi adalah orang
yang kejam. Oleh sebab itu Aku berdo’a, ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan Aku
seperti orang ini.’ Sementara budak wanita tadi sebenarnya tidak berzinah dan
tidak mencuri. Oleh sebab itu Aku berdo’a, ‘Ya Allah, jadikanlah Aku seperti
budak wanita ini.’” (bersumber dari hadits riwayat Al-Bukhari, Muslim, dan
Ahmad).
Demikianlah, kisah-kisah yang memperlihatkan kepada kita bahwa tak
selamanya keburukan yang banyak pada diri seorang ibu menjejak kepada
keturunannya. Allah telah menunjukkan kuasa-Nya kepada banyak orang, termasuk
anak-anak nabi Luth, anak-anak nabi Hud, dan anak pelacur dalam kisah di atas.
Investigasi yang mendalam amat dibutuhkan untuk mengetahui karakter
seseorang, jangan terpengaruh oleh reputasi orangtuanya semata. Apalagi jika
hendak menjadikan seseorang itu teman hidup. Karena “Like father like son” tidaklah mutlak berlakunya.
Makassar, 25 Juni 2013
Catatan:
Sumber kisah: buku 70 Kisah Teladan Berdasarkan Al-Qur’an dan
Hadis-Hadis Pilihan karya Dr. Mushthafa Murad (terbitan Al Bayan, 2006).
Share :
aganya tulsian ini benar2 harus membaut saya berpikir lagi tentang pepatah itu mbak.
ReplyDeletekisah-kisah yang mbak berikan membuat saya harus berpikir lagi,
bagaimanapun anak jadinya dikemudian hari, sebagai orangtua kita hanya bisa melakukan yang terbaik saja sesuai Islam ajarkan
Menurut pengamatan saya, tergantung sekali pada pola asuh orangtua. Anak2 dari orangtua yang sama bisa berbeda sekali perilakunya karena perbedaan pola asuh orangtuanya. Bisa saja di anak pertama lebih keras, di anak kedua dan seterusnya lebih lunak.
Deletehmm... benar jg sih mbak..
ReplyDeleteHmmm ... iya kan? :)
DeleteSutuju mbak...
ReplyDeleteSuka sekali dengan kisah kisah yang mbak paparkan... Menarik ^^
Terimakasih mbak :)
Deletesaya setuju dengan title postingannya Sob, buah jatuh tak jauh dari pohonnya memang tidak selamanya benar 100%, disinilah perang orang tua untuk membimbing anaknya sehingga bisa seperti dirinya...
ReplyDeleteYup. Mudah2an kita semua bisa menjadi orngtua yang baik
Deletesepakat kakak....
ReplyDeleteSip *like your comment*
Deleteooh postingan buku toh mbk, kisah2 udah sering sih dapat di pengajian, tapi ini ditulis dengan ringan:)
ReplyDeleteKisahnya dari buku mbak. Ide tulisannya tidak, asli ide saya :D
DeleteSyukurlah kalo tulisan ini tergolong ringan, itu yang saya harapkan :)