Banyak bercak memerciki segala tempat
Ada kegelisan dalam diam yang mengumpat
Entah apa yang terjadi pada si bijak yang taat
Gelora panas karena sakitnya masih menguat
Salah satu novel psikologi yang saya sukai. Novel ini berdasarkan kisah nyata. |
Oke, saya kasih tahu saja ya. Dulu, saya mahasiswi fakultas Teknik jurusan
Elektro. Materi pengkaderan untuk mahasiswa baru di HMJ kami diberikan dalam
berbagai tema, bertujuan untuk pengembangan diri. Saya pernah kebagian materi
Psikologi Citra Diri – yaitu tentang bagaimana kita memandang diri kita sendiri
dan meyakini kemampuan kita dalam melakukan sesuatu. Kalau kita yakin bisa maka
kita bisa. Kalau belum apa-apa kita merasa tak yakin bisa maka tak bisalah
kita. Kira-kira begitu maksudnya.
Pernah pula saya kebagian membawakan materi Berpikir Kreatif. Saat itu
saya harus mencari referensi yang sehubungan dengan itu. Kemudian saat para senior
di kampus membicarakan Personality Plus,
saya ikut mempelajarinya. Menarik mengetahui secara garis besar ada 4 tipe
kepribadian. Setiap orang memiliki 2 jenis yang dominan, maka itulah
karakternya.
Yang paling menarik adalah, saya bisa mempelajari diri sendiri. Bisa secara
jujur menilai karakter saya. Termasuk apa kelebihan dan kekurangan saya. Jujur
saja, saya merasa memiliki hantu
raksasa dalam diri, yaitu karakter-karakter buruk yang bisa menjebak saya
ke dalam kepicikan. Karakter-karakter itu merupakan bentukan lingkungan terdekat
yang sesekali membuat saya merasa amat tersiksa. Saya tak suka itu. Karakter-karakter
buruk itu membuat saya merasa sakit.
Tapi siapa yang tahu? Hanya saya. Maka hanya saya yang bisa mencari cara
untuk mengobatinya. Saya ingin belajar mengatasinya. Kalau tak mungkin meniadakannya,
minimal bisa menguranginya.
Buku 24 Wajah Billy: Dua Puluh Empat Orang Hidup dalam Diri Billy Milligan Sumber: http://mizan.com |
Menjelang selesainya studi, saya makin tidak merasa tertarik dengan
bidang telekomunikasi – spesifikasi yang saya pelajari di bangku kuliah. Saya
makin merasa tidak tahu apa-apa dan makin tak yakin akan bergelut di bidang
itu.
Sebaliknya, saya makin tertarik dengan psikologi. Koleksi buku bertema
psikologi populer milik saya pelan-pelan bertambah bahkan setelah menikah dan dikaruniai
momongan. Bukan hanya psikologi populer, saya juga merasa tertarik dalam bidang
pengembangan kepribadian dan pendidikan praktis.
Saya membaca buku Emotional Quotient
karya Daniel Goleman sampai tamat. Saya suka dengan dua seri buku karya Ary
Ginanjar Agustian tentang Emotional
Spiritual Quotient dan melalap buku-buku itu dengan rasa terpesona yang
amat besar. Saya juga membeli dan membaca buku Spiritual Quotient karya Danah Zohar dan Ian Marshall.
Ary Ginanjar Agustian dan buku-buku karyanya Sumber: http://hfan21.blogspot.com |
Setelah mengetahui latar belakang Torey Hayden yang berasal dari ilmu
sains tapi kemudian mendalami psikologi, saya browsing apakah di Indonesia bisa orang yang latar belakang S1-nya
fakultas Teknik mengambil kuliah S2 bidang ilmu psikologi. Rupanya tak bisa.
Yang bisa itu selain dari fakultas Psikologi sendiri adalah dari fakultas
Kedokteran dan fakultas Kesehatan Masyarakat. Saya sampai berangan-angan kuliah
S1 lagi, ambil fakultas Psikologi. Haha
ngawur saya ya. Untuk apa coba?
Sudahlah, yang penting sekarang kesukaan saya itu saya pakai untuk
mengamati anak-anak saya. Seperti ungkapan bijak yang menyatakan bahwa PSIKOLOG
TERBAIK BAGI ANAK ADALAH ORANGTUANYA SENDIRI, maka itulah yang
sebaiknya saya lakukan. Mengamati perkembangan ketiga anak saya dan bertindak
sebagai psikolog bagi mereka. Alhamdulillah, sejauh ini saya memahami
perkembangan karakter mereka. Hanya dalam penanganannya saya masih sering
terbentur dengan kekurangan dalam kepribadian saya sendiri.
Saya sadar, saya bukan ibu yang sempurna bagi anak-anak. Masih sering
kebablasan. Tapi saya juga menyadari sayalah orang yang tepat untuk menjadi
psikolog mereka. Yah, mudah-mudahan
Allah meridhai menuju kebaikan. Jalan keluar bagi hambatan-hambatan psikologi saya dan juga kebaikan bagi perkembangan kepribadian mereka. Mohon do’anya ya
teman.
Makassar, 2 Agustus 2013
Tulisan ini diikutkan dalam eventPsychology Giveaway yang diselenggarakan oleh d’Paresma
Share :
Tanpa bermaksud nyama-nyamain ...
ReplyDeletenamun terus terang saya juga dulu punya keinginan untuk masuk fakultas psychology ...
tapi tidak kesampaian ...
Ilmu tersebut menurut saya sangat menarik
karena setiap manusia itu unik ...
salam saya Bu
MEnarik sekali om Nh, bisa mengamati dan memahami karakter orang yang unik.
DeleteSalam :)
sama
ReplyDeleteseperti mbak Niar dan oom NH aku suka psikologi, dan terkejut dengan fenomena seperti Sybill,
tapi aku dulu memang dapat mata kuliah Psikologi dan Psikiatri ya..., walau sksnya kecil,
sp dosenku bilang kamu salah masuk jurusan nih he..he..
nggak mau kuliah di situ karena merasa nggak bisa ngomong
good luck GAnya mbak Niar
Senasib ya kita mbak?
DeletePaling tidak kita berusaha menerapkannya sendiri meski ilmunya secuil doang ya mbak :)
Makash mbak Monda
Kok linknya ga bisa dibuka, Mba?
ReplyDeleteLink yang di tulisan mbak. Kalo yang di gambar itu menyatu dengan script HTML yang harus dipasang.
DeleteIni dia linknya yang benar:
http://emmakim28.blogspot.com/2013/07/psychology-giveaway-dl-30-sept13.html
ini linknya ya:
Deletehttp://emmakim28.blogspot.com/2013/07/psychology-giveaway-dl-30-sept13.html
btw, makasih ya Bunda Mugniar udah ikut.
Psikologi mmg ilmu pengetahuan yg universal, siapapun sbnrnya bisa mempelajariny bahkan tanpa duduk di bangku kuliah, tp kalo mau jadi pure psikolog ttp hrs S2 karena psikolog g cm bljr ttg manusia tp lebih penting lagi tentang alat2 tes yg mmg merupakan bidang keahlian psikolog ^^
yap setuju, ortu adalah psikolog pertama buat anak2 haha,,, dengar cerita dosen2 sy yg psikologi rasanya gmanaaa gitu ngeobservasi perkmbangan anak sendiri, heheh :D
Kayak dokter yang harus memeriksa anak sendiri ya :D
DeleteTerimakasih ya, moga berkenan ...
PSIKOLOG TERBAIK BAGI ANAK ADALAH ORANGTUANYA SENDIRI
ReplyDeleteSetuju, so orang tuanya kudu jaga kesehatan fisik dan mental juga yah Mbak, biar bisa menjalankan peran itu :)
Gutlak buat GA nya
Iya benar, kesehatan mental tdk kalah penting mbak. Terimakasih ya dah mampir :)
DeleteKemarin saya nonton film baguus tentang psikologi anak yang tidak bisa merasakan sakit, tidak pernah menangis dan tidak punya air mata... karena memang mereka dikondisikan diasingkan dan jauh dari orang tua... duuuh :(
ReplyDeleteKasihan ya mbak Nunu. Tapi memang ada anak2 yang masih kecil sekali tapi sudah mengalami gangguan jiwa berat. Biasanya karena trauma psikis mereka na'udzubillah.
Deletemengobati "hantu raksasanya" menarik mba..
ReplyDeletesmoga sukses GAnya :)
Terimakash mbak :)
DeleteWow psikologi ya
ReplyDeleteTema yang menarik
SUkses GA-nya <bak :)
Selalu menarik, mbak :)
DeleteTerimakasih :)
Tiap orang berpotensi menyukai ilmu psikologi.
ReplyDeletekarena psikologi itu ada dalam diri sendiri
sukses GAnya Mbak
^_^
Yup, bagian dari kita seharusnya mbak. Trims ya
DeleteWah..keren sekali Mak..tulisannya..setuju dech..:)..
ReplyDeleteToss mbak :)
Deletejadi mengerti akan diri sndiri,
ReplyDeletesaya sndiri masih susah bnget jdi psikolog bagi diri sndiri
Bisa belajar pelan2 koq mas :)
DeleteSeperti biasanya, tulisan Niar emang keren, jelas dan meyakinkan! :)
ReplyDeleteSepakat, yang paling memahami anak2 kita adalah diri kita sendiri, dan sudah sepantasnya jika kitalah yang menjadi psycholog bagi mereka ya, Niar? Sepakat.
Btw, sukses untuk ngontesnya nih. Semoga berjaaya yaaaa. :)
Toss kak Al. Terimakasih yaa .. :)
DeleteJadi pengen baca Sybil kak.... ehm
ReplyDeleteCoba cari2 siapa tahu masih ada. Tegang habis deh membacanya :)
Deletesy baca buku yg sybil itu, Mbak. Awal2nya sempet bingung krn terpecahnya byk bgt, kan :D
ReplyDeleteSerunya karena ada kepribadiannya - beberapa malah, yang laki2 ya mbak :)
Deletekalau tidak bisa kuliah lagi karena hal lainnya ya mungkin dengan cara menambah pengetahuan dengan membaca buku ya mbak, setelah itu bisa di praktekin dan mengamati si anak hehehe
ReplyDeleteBetul sekali, mas Agus :)
Deletesaya dulu malah gak tau dan gak kepikiran tentang psikologi ini loh mbak
ReplyDeleteKalo sekarang, mbak?
DeletePsikolog bagi anak adalah orang tuanya sendiri. Aiih, setuju sekali dengan ini. Saya juga merasakannya. Dengan begitu kita jadi ingin terus belajar.
ReplyDeleteHarus terus belajar ya mbak Niken :)
Deleteaku dulu sejak sma minat banget kuliah di psikologi..tp gak tau kenapa malah nyasar ke manajemen ya..hhmmm kenapa yaa.. *ah abaikan :D
ReplyDeleteBanyak jg ternyata yang minat sama bidang ini ya mbak? Kalo saya malah setelah mo lulus kuliah baru tertarik *abaikan juga hehe*
Deletesaya memang bukan ahli di bidang psikologi mbak niar, namun tanpa disangka sangka, semenjak aktif di organisasi saya bisa menilai seseorang dari sikap atau raut wajahnya
ReplyDeletejadi dengan itu, saya bisa ikut membantu teman yang kebetulan mendapat masalah dan saya jadi teman curhat mereka :D
Penilaian dengan hati yang bersih, biasanya jitu mas. BAhagia ya bisa membantu dan menjadi tempat curhat ^__^
Deletepernah ngerasain jadi anak psikologi, tapi trus pindah haluan ke perpajakan.
ReplyDeletejauh amat ya mba..
tapi smpe sekarang masih seneng sama yg berbau-bau psikologi ^^
Kalau semua orang pajak menyenangi psikologi, tidak ada lagi korupsi di kantor pajak... hehehe...
DeleteMbak, kalau mau belajar psikologi bisa ambil S2 Psikologi Sains, bukan yang magister profesi psikologi. Kalau Sains, lulusan s1 yang bkn dr S1 psikologi bisa ambil s2 Sains. Cuma memang kalau S2 profesi psikologi, HARUS dari S1 Psikologi. Setahu saya malah tidak ada yang dari s1 kedokteran atau kesehatan mental.
ReplyDeleteKak, beli buku "24 Wajah Billy" dmn ya?
ReplyDelete