Kebebasan
berekspresi dalam satu dasawarsa ini berkembang baik di tiga negara ASEAN: Filipina,
Thailand, dan Indonesia. Masih saja ada yang mengeluhkan perihal kebebasan
berekspresi di ketiga negara ini, padahal mereka masih lebih beruntung
ketimbang Myanmar. Pemerintah Myanmar baru pada Agustus 2012 menghapus
peraturan sensor sebelum dilakukan publikasi untuk semua media, kecuali film.
Sebelumnya, sejak tahun 1964 warga Myanmar terbiasa dengan sensor untuk semua
media, mulai dari isi surat kabar dan buku sampai ke sajak, lirik lagu, dan
karya fiksi, termasuk dongeng. Sampai tahun lalu, pers Myanmar bahkan tak boleh
memuat laporan ataupun foto tentang tokoh oposisi Aung San Suu Kyi.
Sejak
reformasi didengungkan, Indonesia sudah menikmati masa-masa bebas berekspresi.
Saat-saat sekarang ini tak lagi seperti zaman orde baru. Namun pergesekan di
antara elemen masyarakatnya masih saja terjadi. Regulasi tentu saja tetap
dibutuhkan, salah satu fungsinya antara lain agar tak kebablasan.
Filipina mirip
dengan Indonesia pada masa itu. Negara yang tergolong negara paling berbahaya
di dunia bagi para pengelola media pers itu sejak memiliki kembali pemerintahan
sipil pada 1986, lebih dari 150 petugas persnya terbunuh. Salah satu penyebabnya
adalah karena adanya kebudayaan impunitas, yaitu lambannya penegakan hukum.
Impunitas menyebabkan orang-orang yang memiliki potensi melakukan kekerasan tak
merasa takut dan jera menghadapi tindakan hukum.
Kebebasan berekspresi itu hak dan tanggung jawab |
Cybercrime
Prevention Act 2012 di
Filipina banyak menuai protes. Undang-undang tersebut sebenarnya bermaksud
untuk mencegah seks siber, pornografi, pencurian identitas, dan spamming.
Para pelaku aksi protes mengungkapkan, peraturan itu bisa digunakan untuk
menahan kritik terhadap pemerintah dan kebebasan berpendapat. Di bawah
undang-undang baru tersebut, seseorang yang berkomentar di dunia maya, termasuk
di facebook, twitter atau blog bisa didenda, bahkan dipenjara. Bahkan
menyumbang “LIKE” di facebook juga bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik. Pemerintah
juga akan memiliki kekuatan untuk mencari dan mengambil data dari akun maya
masyarakat.
Wuiih seram ya. Ini tentu membuat blogger Filipina was-was.
Dunia
internasioanl pun urun suara. Brad Adams, direktur wilayah Asia dari sebuah lembaga
Pengawasan Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa undang-undang ini harus dicabut
atau diganti karena dinilai mencederai kebebasan berekspresi rakyat Filipina
dan tidak sesuai dengan kewajiban pemerintah Filipina di bawah hukum
internasional. Aksi protes tentunya membuat pemerintah Filipina meninjau
kembali peraturan tersebut.
Andai saya
blogger Filipina, saya memilih berhati-hati saja. Obyektifitas kita terhadap
sesuatu pasti bergantung juga pada subyektifitas kita. Obyektifitas itu bagian
dari hak. Hak seseorang berbatasan dengan hak orang lain. Tak sama halnya
menuliskan benda mati dan manusia. Menulis tentang manusia melibatkan
penilaian. Penilaian kita terhadap seseorang akan mendatangkan umpan balik yang
juga berupa penilaian terhadap diri kita. Maka kita harus siap terkejut dengan
resikonya, apakah itu berita baik berupa puja-puji ataukah tuntutan hukum
seperti yang dialami seorang warga Indonesia - Prita Mulyasari pada tahun 2009.
Ibu muda ini dipidana karena menuliskan keluhan tentang pelayanan sebuah rumah
sakit swasta di e-mail pribadinya.
Masih banyak koq
topik yang bisa dituliskan, bukan hanya kritik sana sini. Ada kekhasan atau
keindahan lokal wilayah kita yang perlu terus diekspos. Ada banyak hal indah dan
bermanfaat dalam kehidupan yang bisa di-sharing. Ada Blogger ASEAN dan isu
Komunitas ASEAN 2015 beserta ketiga pilarnya yang bisa dipublikasikan, dan
lain-lain.
Tetaplah
menulis dengan batasan-batasan yang ada. Walaupun peraturan seakan begitu
membatasi namun sejatinya isi pikiran dan perasaan yang bisa dituangkan ke
dalam tulisan tidak bisa dipenjara. Ingatlah selalu bahwa kebebasan berekspresi selalu menuntut:
- Wawasan yang luas agar mampu berekspresi atau bereaksi dengan tepat
- Kehati-hatian yang luar biasa agar tak melanggar semua norma dan peraturan yang berlaku.
- Kesiapan menerima segala jenis reaksi dari publik setelah sebuah tindakan seperti tulisan di-publish.
- Kebebasan berekspresi itu adalah kebebasan yang menuntut tanggung jawab.
- Jiwa besar ketika menerima kritik yang tidak diharapkan.
So, selamat berekspresi blogger Filipina J
Makassar,
2 September 2013
Referensi:
- http://nasional.kompas.com/read/2013/02/09/02051724/Kebebasan.Berekspresi.Menjalar.ke.Negara.Tetangga
- http://www.republika.co.id/berita/trendtek/internet/12/10/04/mbcz3g-hukum-siber-filipina-menuai-protes
- http://www.freedomhouse.org/article/cybercrime-prevention-act-could-curtail-internet-freedom-philippines
- http://advocacy.globalvoicesonline.org/2013/06/05/philippines-offers-enhanced-cybercrime-prevention-law/
Share :
utk blogger Indonesia gimana nih?
ReplyDeleteYa sama saja mas. Tema lombanya Filipina soale, jadi nulisnya kudu fokus ttg Filipina :)
Deletewalaupun bebas, tapi tetap ada batasan yang tidak boleh dilewati. Dan terkadang orang indonesia seringa menyalahartikan tentang "kebebasan berekspresi".
ReplyDeleteYup. Kadang2 kita suka seenaknya
Deletepadahal filipina i2 negara kebebasan persx cukup tinggi, tp juga termasuk negara paling mematikan bagi wartawan (posisi ke-3), ngeriiiii....
ReplyDeleteNgeriiiiiii ^__^
Deletewah.. pengetahuan baru nih.
ReplyDeletekebebasan di Indonesia, kalau dulu guru Pkn saya bilang adalah kebebasan yang menghormati kebebasan oranglain.
cmiw
lebih baik memanfaatkan blog utk menyebarkan kebaikan yah :)
ReplyDeleteApapun bisa di lakukan dalam dunia media sosial, seperti halnya blog. Bahkan kekauatan komunitas blogger belakangan ini sudah mulai diperhitungkan. Maka, jadikanlah karya kita dalam sebuah blog memiliki manfaat untuk kepentingan orang banyak, apalagi untuk bangsa dan negaranya
ReplyDeleteSalam wisata
Rasanya di mana saja, yang namanya menulis ya harus ada batasannya lah. Bahkan sekalipun itu tentang pribadi kita sendiri.
ReplyDeletesebenarnya negara asean itu hampir identik kalo berbicara masalah kebebasan berekspresi, hanya kadarnya naik turun seiring dengan situasi dan kondisi pemerintahan dalam negri masing2....salam :-)
ReplyDelete