Sumber: 123rf.com |
Orang-orang
yang bekerjasama membentuk sebuah kelompok atau organisasi dan berkomitmen
tinggi demi bertahannya kelompok atau organisasinya pastilah memiliki tujuan
yang menguntungkan masing-masing anggotanya sekaligus menguntungkan kelmpoknya.
Demikian pula kesepuluh negara
ASEAN yang berkomitmen mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan
membentuk suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai,
stabil dan sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang
dinamis di tahun 2020.
Perealisasian harapan tersebut
dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur tahun 1997 dan diperkuat
dengan mengesahkan Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang
menyetujui pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community) yang terdiri
dari tiga pilar utama, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi
ASEAN, dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN.
Kelak ASEAN akan membentuk pasar dan basis produksi unilateral, bebas pajak, pergerakan individu dan aliran dana yang lebih bebas serta memadukan diri secara menyeluruh ke dalam sistem ekonomi global.
Pencapaian Komunitas ASEAN
semakin kuat dengan ditandatanganinya “Cebu Declaration on the Acceleration of
the Establishment of an ASEAN Community by 2015” oleh para Pemimpin ASEAN pada
KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007.
Kesepuluh negara ASEAN segara
berupaya menerapkan cetak biru dari ketiga pilar itu. Pembicaraan mengenai
KOMUNITAS ASEAN pun selalu menjadi topik pembicaraan para petinggi kesepuluh
negara itu dalam pertemuan-pertemuannya.
Bendera negara-negara ASEAN Sumber: news.liputan6.com |
Pada bulan April 2013
diselenggarakan KTT ASEAN – pertemuan puncak pemimpin-pemimpin ASEAN ke-22 di
Bandar Seri Begawan, ibukota Brunei. Pertemuan ini menfokuskan pada pembangunan
Persatuan ASEAN dan pencapaian perkembangan negara-negara ASEAN dalam
rangka merampungkan Piagam ASEAN. KTT itu mengangkat tema “MenyatukanRakyat, Menciptakan Masa Depan”. dengan tiga pilar, yaitu Persatuan
Keamanan, Persatuan Ekonomi dan Persatuan Sosial dan Kebudayaan.
Weits ... tunggu
dulu ... PERSATUAN ASEAN? Apa pula itu, dari tadi bukannya bicara tentang
Komunitas ASEAN?
Oke, kita kalibrasi dulu.
PERSATUAN ASEAN itu sama dengan KOMUNITAS ASEAN, atau bahasa Inggrisnya ASEAN
COMMUNITY. Istilah KOMUNITAS pada
ketiga pilarnya pun disebut dengan PERSATUAN.
Berhubung pembicaraan kali ini termasuk
ke KTT ASEAN ke-22 yang diselenggarakan di Brunei, maka kita pinjam dulu
istilah yang digunakan oleh orang Brunei.
Hingga saat ini, 259 kebijakan
yang ditentukan dalam cetak biru Persatuan Ekonomi (Komunitas Ekonomi) ASEAN
telah dilaksanakan, persentase kinerjanya mencapai 77,54 persen. Di antaranya
pengurangan pajak mencapai kemajuan nyata, 6 anggota ASEAN yang relatif maju
antara lain Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia dan Brunei telah
menghapus 99,65 persen pajak impor. Empat negara ASEAN yang relatif tertinggal
yakni Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam menurunkan 98,86 persen pajak impor di
bawah 5 persen.
Meski demikian, ada beberapa kelemahan
negara-negara ASEAN yang harus diantisipasi sesegera mungkin dalam mewujudkan
Persatuan ASEAN, yaitu:
- Ketidakseimbangan perkembangan ekonomi dalam kawasan ASEAN
- Beragamnya etnis, agama dan kebudayaan
- Ketidakstabilan secara politik geografis
Masjid Sultan Omar Saifuddin, Brunei |
Kemudian juga
ada hambatan yang harus dibenahi hingga tahun 2015
mendatang. Yaitu
perubahan-perubahan pada sistem yang ada di bidang: investasi,
transportasi dan bea cukai. Selain itu perselisihan mengenai kedaulatan laut Cina
Selatan antara Cina dengan 5 negara anggota ASEAN perlu segera diselesaikan dengan cara damai.
Oke, jadi
jelas ya bahwa negara-negara ASEAN itu memang mengupayakan kesiapan mereka
menyongsong Persatuan ASEAN 2015? Dengan begitu, kita harus optimis dong
kalau negara-negara ASEAN insya Allah mampu mewujudkan Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan. Anda optimis, kan?
Optimis itu
harus, sebagai warga negara Indonesia dan warga ASEAN yang baik. Apalagi
Indonesia adalah pengusul ASEAN Political-Security Community (Persatuan Keamanan)
yang mengajukan konsep yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama politik dan
keamanan antar negara anggota.
Persatuan
Ekonomi ASEAN adalah bahasan yang paling banyak diminati. Ini karena Persatuan
Ekonomi ASEAN bakal membawa dampak besar dari sisi ekonomi dan dalam
segala aspek kehidupan.
- ASEAN sebagai aliran bebas barang, bebas jasa, bebas investasi, bebas tenaga kerja terdidik, dan bebas modal (single market and production base)
- ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing tinggi (a highly competitive economic region)
- ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen pengembangan usaha kecil menengah (a region of equitable economic development)
- ASEAN sebagai kawasan terintegrasi (a region fully integrated in to the global economy).
Para pemimpin negara-negara ASEAN di KTT ASEAN ke-22 Sumber: setkab.go.id |
Penyatuan ini
akan menciptakan pasar yang mencakup wilayah seluas 4,47 juta km persegi dengan
potensi lebih kurang sebesar 601 juta jiwa. Salah satu dampaknya adalah arus
tenaga kerja dari luar negeri yang masuk ke Indonesia meningkat. Sebaliknya,
tenaga kerja Indonesia punya peluang besar untuk mengadu nasib ke 9 negara
lainnya.
Anggaplah ini
pertempuran. Maka para tenaga kerja ini harus berdaya saing tinggi. Ini
pilihan yang harus diambil, tak dapat ditawar-tawar lagi. Untuk berdaya saing
tinggi, tidak hanya membutuhkan kecerdasan intelektual. Bekal pintar (IQ
tinggi) saja, tidaklah cukup. Namun juga dibutuhkan kecerdasan emosional-spiritual
yang tinggi.
“Berdaya saing
tinggi” itu lebih kepada karakter SDM-nya. Adalah sesuatu yang terbentuk sejak
kanak-kanak. Dalam definisi saya, “berdaya saing tinggi” itu mengkristal dalam
diri seseorang dan terlihat dari kemampuan-kemampuan seperti:
- Tidak gampang putus asa
- Mampu bekerja di bawah tekanan
- Punya kemauan tinggi untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuannya
- Mampu berpikir holistik (melihat segala sesuatu sebagai sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah)
- Mempunyai kebesaran jiwa dalam menyikapi segala situasi dan bermacam-macam orang
- Mampu mengungkapkan isi hati dan pikirannya dengan tepat
- Kreatif
- Inovatif
Kalau saya, saya akan sangat optimis jika semua elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, generasi muda, dan orangtua dari generasi muda paham dan bisa menyikapi dengan tepat mengenai Persatuan ASEAN dan bagaimana berperan di dalamnya.
Hm … saya teringat ungkapan yang membagi jenis-jenis
orang berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
- Tahu bahwa dirinya tahu
- Tahu bahwa dirinya tidak tahu
- Tidak tahu bahwa dirinya tahu
- Tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu
Mari kita cermati
lagi:
- Nah, coba Anda cerna realitas di sekeliling Anda. Jika semua elemen masyarakat yang tahu (tentang persatuan ASEAN dengan segala aspeknya) bahwa dirinya tahu (bagaimana berperan di dalamnya) maka Anda boleh sangat optimis dengan terwujudnya "Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan" – seperti tema KTT ASEAN 22 itu.
- Kalau menurut Anda, yang tahu (tentang Persatuan ASEAN dengan segala aspeknya) bahwa dirinya tidak tahu (bagaimana berperan di dalamnya) lalu mereka berusaha untuk menjadi “tahu bahwa dirinya tahu), Anda boleh sangat optimis. Tetapi bila ternyata mereka “tahu bahwa dirinya tidak tahu” tetapi tidak peduli, bagaimana? Optimisme Anda luntur, kan?
- Bagaimana jika yang banyak adalah orang-orang yang: tidak tahu (tentang persatuan ASEAN dengan segala aspeknya) bahwa dirinya tahu (bagaimana berperan di dalamnya)? Ini masih mendingan, mereka tentu tetap siap, ada atau tidaknya Persatuan ASEAN. Mereka akan siap berkompetisi dengan siapa saja. Anda bolehlah sangat optimis dengan mereka.
- Yang paling parah adalah yang terakhir ini: jika yang banyak ternyata adalah mereka yang tidak tahu (tentang persatuan ASEAN dengan segala aspeknya) bahwa dirinya tidak tahu (bagaimana berperan di dalamnya). Maka mereka akan sok tahu dan bakal terkaget-kaget ketika masa Persatuan ASEAN terwujud!
Nah, menurut Anda,
yang mana yang terbanyak?
Sekarang,
biarkan saya bercerita tentang realitas di sekeliling saya ya?
Barikade polisi di depan sebuah kampus di Makassar. Demonstrasi adalah realitas yang menyakitkan bari para pencari kerja Dok. pribadi |
Realitas dunia
kerja
Terkenalnya Makassar
dengan image buruk berkenaan dengan aksi demonstrasi mahasiswa yang
berujung pada tindak kekerasan menyebabkan banyak tenaga kerja lulusan
perguruan tinggi Makassar tidak disukai di perusahaan-perusahaan di pulau Jawa.
Tidak peduli apakah asal kampus mereka adalah kampus yang memang tak pernah
ketinggalan dalam aksi-aksi unjuk rasa ataukah mereka berasal dari kampus yang
selalu menahan diri untuk tak ikut-ikutan turun ke jalan. Tanpa mengikuti tes
pun mereka sudah tertolak. Istilah saya – mereka kena majas pars prototo (sebagian
untuk semua) yang langsung melekat pada mereka tanpa peduli apakah mereka tukang demo atau tidak.
Ho ho … ada yang mau membantah? Ini saya dengar sendiri dari
beberapa orang. Dan saya pun pernah merantau. Sebagai perantau yang berada
dalam golongan minoritas (mengenai asal daerah), saya tahu pasti ada
orang-orang yang bersikap seperti itu, yang suka menggeneralisir segala
sesuatunya.
Ini terjadi
selama bertahun-tahun lho. Sejak saya lulus kuliah – tahun 1997 hingga
sekarang. Wacana ini masih terdengar. Baru beberapa bulan yang lalu, seorang
kerabat yang tinggal di Jawa menceritakannya lagi kepada saya.
Artinya,
tenaga kerja dari sini, setinggi bagaimana pun daya saingnya mudah sekali untuk
kalah bersaing di pulau Jawa sementara jauh lebih mudah lulusan perguruan-perguruan
tinggi terbaik di pulau Jawa untuk bersaing dalam industri-industri besar di
Indonesia timur. Hal ini bisa berdampak pada kepercayaan diri dan juga daya
saing tenaga kerja dari sini.
Realitas dunia
pendidikan
Jamak terjadi,
alumni SMA kalah sebelum berperang dalam memperebutkan kursi PTN (perguruan
tinggi negeri). Saya dan suami sudah beberapa kali ditanyai oleh orang-orang –
kebanyakan dari daerah mengenai apakah untuk masuk PTN harus bayar? Kalau
bayar, semahal apakah biayanya? Haruskah mengenal “orang dalam” untuk masuk PTN supaya
bisa lulus? Malah ada yang langsung saja mendaftar di PTS (perguruan tinggi
swasta) karena sudah yakin saja ia tidak akan bisa lulus tes masuk PTN.
Jangankan itu,
di jenjang sebelumnya pun banyak terjadi para orangtua yang tidak yakin anaknya
bisa lulus masuk SMP/SMA favorit langsung “menyewa kursi” dengan membayar
sekian juta agar ada semacam “kepastian” diterimanya anak-anak mereka. Belum
lagi pada menjelang tes penerimaan PNS. Ada saja orang yang mau membayar kepada
calo PNS agar dirinya bisa diterima bekerja.
Banyaknya
pendidikan tinggi di Indonesia memang memungkinkan tersebarnya perolehan
pendidikan di seluruh pelosok negeri. Namun ada nilai minus-nya. Ada
PTS-PTS yang lulusannya sulit mencari kerja
karena PTS yang bersangkutan memiliki akreditasi C. Rupanya kualitas lulusan
juga amat tergantung pada kredibilitas kampusnya. Agar lulusannya diterima bekerja,
perguruan tinggi itu harus minimal berakreditasi B. Bagi banyak PTS terutama di
daerah, mengupayakan hal ini bukanlah hal yang mudah.
Saya juga banyak
mendengar cerita tentang mahasiswa-mahasiswa PTS yang karena merasa sudah
membayar uang kuliah, mereka merasa berhak lulus. Belajar asal-asalan,
sebentar-sebentar pulang kampung, tidak menyetor semua tugas, tidak selalu
hadir kuliah, lalu saat nilai keluar dan hasilnya jelek, baru mereka
kasak-kusuk dengan menghubungi pegawai administrasi dan dosen untuk mengurus
agar nilainya bisa diperbaiki.
Banyak
mahasiswa yang berpikiran, satu-satunya cara menyuarakan sikap mereka adalah
dengan demonstrasi. Mereka tak sadar bahwa masyarakat sudah banyak yang muak
dengan aksi-aksi pemblokiran jalan yang mereka lakukan. Mereka yang melakukan
aksi kekerasan tak sadar dampak catatan kelamnya di kepolisian terhadap dirinya
dan terhadap rekan-rekannya yang sedang mencari kerja. Aksi yang mereka lakukan
banyak yang sia-sia, tak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lelah.
Terakhir,
pendidikan di Indonesia masih didominasi pendidikan intelektual. Anak-anak yang
memiliki kecerdasan tertentu saja seperti pada bidang matematika, ilmu
pengetahuan alam, yang dinilai cerdas, tidak demikian halnya dengan anak-anak
yang cerdas pada bidang-bidang lain seperti mereka yang punya kelebihan pada
bidang olahraga. Sementara pendidikan karakter belum menyentuh esensinya. Kemampuan
berdaya saing tinggi tidak diajarkan di sekolah-sekolah. Masih bagus jika
sekolah-sekolah mengakomodir kegiatan ekstra kurikuler dan anak didiknya
memiliki keinginan untuk mengembangkan diri, maka daya saing siswanya bisa
terasah.
Warga tak simpatik pada semo yang rusuh. Baliho ini dipasang di sebuah ruas jalan di Makassar Sumber: Sumber: http://kanal-satu.com |
Realitas dunia
parenting
Semuanya
dimulai dari orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama. Bila orangtua
menyadari mengenai tantangan yang akan dihadapi dalam era Persatuan ASEAN pada
tahun 2015 mendatang, apapun kondisinya – orangtua tersebut akan berusaha
semaksimal mungkin agar anak-anaknya memiliki daya saing tinggi. Tapi berapa
banyak orangtua yang menyadarinya?
Pengetahuan parenting
untuk berbagai kelompok usia sekarang banyak tersebar. Dari bacaan-bacaan
sampai kursus-kursus singkat. Tapi berapa banyak orangtua di daerah yang mau
membaca dan mau tahu? Berapa banyak orangtua yang bisa membayar biaya kursus
yang tentunya tidak murah?
***
Nah …. barangkali
Anda pun melihat realitas-realitas yang saya beberkan di atas. Sepakat kan kalau semua realitas itu berdampak buruk pada kualitas daya saing? Setelah membaca
ini, maka jangan salahkan saya bila saya mengatakan optimis akan tercapainya hal
yang dimaksud dalam slogan “Menyatukan Rakyat, Menciptakan Masa Depan” dalam
tema KTT ASEAN ke-22 itu.
Tapi,
optimisme saya hanya dalam kadar kecil, bukan optimisme dalam kadar maksimal.
Ini bukan berarti saya pesimis. Saya tidak pesimis. Karena pada kenyataannya
ada koq orang-orang yang peduli dengan isu Persatuan ASEAN. Ada koq orang-orang
yang mengupayakannya. Melalui tulisan
ini, saya menitip harapan saya kepada mereka, mudah-mudahan saja kepedulian dan
upaya mereka mampu menyentuh kaum “akar rumput” yang jumlahnya amat banyak ini.
Makassar,
3 September 2013
Referensi:
- File KERJASAMA FUNGSIONAL ASEAN.rtf, di-download dari www.kemlu.go.id
- http://indonesian.cri.cn/201/2013/04/25/1s137831.htm
- http://indonesian.cri.cn/201/2013/04/26/1s137863.htm
- http://www.shnews.co/detile-17100-membedah-kesiapan-ri-jelang-pasar-tunggal-asean-2015.html
- http://news.liputan6.com/read/566007/menakar-kesiapan-indonesia-hadapi-aec-2015
Share :
waw, detail sekali, mba niar. untuk skala asean, pemberian informasi ttg asean ke masyarakat itu masih belum merata. tentang negeri sendiri aja masih begitu. jadi intinya gimana ya, kalo tak kenal maka tak sayang. biar lebih mendukung ttg program kerja, tentu harus kenal apa itu asean dan isi2 di dalamnya
ReplyDeleteIya Ila. Jujur, saya saja baru update ttg ini gara2 ikut lomba ini. Kalau tidak ... asli saya ketinggalan kereta walau saya tidah tahu bahwa saya tahu. MAksudnya saya tahu pasti untuk masa depan, anak2 saya seharusnya punya daya saing tinggi. Untuk masuk sekolah, saya berharap anak2 saya masuk di sekolah yang daya saing siswa2 di dalamnya tinggi (dan biasanya itu ada di sekolah2 favorit).
DeleteSayangnya untuk tahap sekarang, seringkali anak2 dipaksa belajar. Karena daya saing bagi mereka di sekolah menghasilkan nilai bagus dan nilai bagus itu bisa bertahan.
Hmm, suatu saat bahasa Indonesia bisa nggak yah jadi bahasa resmi ASEAN??
ReplyDeleteBahasa resmi mungkin tidak ya mas. Tapi ada negara tetangga kita yang sudah mempelajari bahasa Indonesia guna mempersiapkan diri untuk masuk ke pasar Indonesia. Jangankan itu, beberapa sekolah di Australia saja kan sudah lama belajar bahasa Indonesia.
DeleteBaru2 ini ada tayangan wawancara host acara X Factor Indonesia dengan pemenang X Factor Australia yang datang ke Indonesia untuk perform di acara ultah RCTI. Alamak bahasa Indonesia salah satu personil boy band itu bagus sekali. Ketika ditanya mengapa ia mampu berbahasa Indonesia, dia menjawab begini, "Saya lima tahun belajar bahasa Indonesia di sekolah." Huaaa betapa gampangnya orang2 ini untuk merangsek masuk ke bursa tenaga kerja Indonesia. Betapa gampangnya mereka menguasai pasar kita!
wow, kerennn...sepakat dgn poin bahwa alumni PTN dr Makassar banyak yg tdk mw menerimax di Jawa, lha aku khan merasakan, mau dijelaskan bagaimana pun orang2 ini g bisa mengerti bahwa tdk semuanya di Makassar begitu, iya khan kk???
ReplyDeletebtw sosialisasi terhadap masyarakat mmg penting sepertinya, bahwa kita ini adalah masyarakat ASEAN,perlu perbanyak iklan di media - media seperti tv ataupun surat abar...
Nah nah nah ... akhirnya orang yang merasakan dampak itu ada yang komen di sini, blogger pula :)
DeleteSebenarnya bukan cuma di Jawa saja kasus ini. Di industri besar di Kalimantan pun terjadi. Adik bungsu saya kan kerja di salah satu industri besar di sana. Untungnya dia lulusan sebuah PTN favorit di Jawa, jadi dia keterima dengan senang hati oleh mereka :)
Yang menjadi tanda tanya besar saya adalah justru kenapa mahasiswa di Makasar itu sedikit-sedikit demo ya Mbak Niar? Saya paling anti demo jika masih ada cara lain yang lebih baik dari itu.
ReplyDeleteItu dia yang harus dihilangkan dari mahasiswa2 sekarang. Seperti diwariskan dari para senior mereka saja pemahaman itu.
DeleteTAPI ADA JUGA YANG MENJADI TANDA TANYA BAGI SAYA, MBAK LINA:
Kenapa ya kalau yang suka tawuran di tempat lain, misalnya anak2 SMA di Jakarta lantas cap tukang tawuran tidak melekat kuat pada orang2 yang SMAnya dari sana? Apa karena lebih dulu disabet sama anak2 sini ya?
yang penting adalah persiapannya.
ReplyDeleteYang penting bersiap dulu ya :)
DeleteSelalu mantap keren deh tulisan mbak niar.
ReplyDeleteAiih, tidak selalu juga mbak Ecky. Btw, makasiiiih ^__^
DeleteOptimis, keren banget Mba, serasa aku berada di bangku sekolah lagi. Hidup ASEAN. Sukses selalu ya untuk membuktikan ke penjuru dunia kepotimisan blogger dari Makassar untuk menyatukan rakyat dari negara-negara ASEAN.
ReplyDeleteKomen yang indah, mbak Astin. TErimakasiih :)
Delete