Watak Athifah
kini jelas terbaca. Ia sensitif dan ceria. Ia mau menerima kenyataan bila
bersalah. Ia percaya diri. Dan satu lagi, nona mungil nan ceriwis ini cukup
mandiri. Masih dalam tataran “cukup” karena dalam beberapa hal ia belum
benar-benar mandiri.
Tadinya saya kira akan
ada hari-hari menungguinya di jenjang sekolah baru, seperti saat di taman
kanak-kanak (TK) dulu. Waktu baru masuk TK, ada kira-kira satu bulan lamanya
saya menunggui Athifah. Mulanya saya harus memangkunya di dekat pintu masuk.
Kami duduk di teras karena Athifah tak mau masuk tapi tak hendak pulang.
Beberapa hari
kemudian ia tak mempermasalahkan ketika saya mengambil posisi di dalam kelas,
tapi masih dekat pintu masuk. Waktu itu kami duduk saling merapatkan diri.
Tak berapa lama ia
mau bergeser sedikit mendekati kawan-kawannya. Begitulah, secara perlahan kami
beringsut mendekati kumpulan anak-anak TK itu sampai akhirnya ia mau duduk di
antara kawan-kawannya.
Sumber gambar: muslima61.hubpages.com |
Ternyata perkiraan
saya salah. Athifah tak pernah sekali pun ditunggui di sekolah, sejak hari
pertama. Ia jadi terlihat kontras di antara teman-temannya. Bukan hanya karena dia
salah satu dari 2 siswi kelas 1 yang berjilbab. Namun juga karena kemandiriannya.
Itu membuatnya unik. Salah seorang orangtua murid mengatakan ia sangat
mengingat Athifah karena tak pernah didampingi orangtuanya di sekolah.
Kemandiriannya membuatnya
mendapatkan pelajaran berharga, tepat di saat saya sedang mengikuti pelatihan
menulis yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen bekerjasama
dengan Development and Peace.
Rencananya Papa
akan menjemput Athifah dari sekolah, dengan membawa Afyad. Saat itu tak ada
orang lain yang bisa menjaga Afyad. Oma dan Ato’ (panggilan untuk ibu dan ayah
saya) sedang ke Gorontalo. Mau tak mau Papa harus membawa Afyad serta dengan
sepeda motor. Ini kali pertama Afyad direncanakan ikut ke mana-mana dengan papanya
karena ini kali pertama saya mengikuti pelatihan dari pagi hingga malam hari.
Tak dinyana, Afyad
membuat insiden kecil saat usai mengantar saya ke hotel Grand
Immawan, tempat pelatihan berlangsung. Membuat Papa tak bisa segera
membawanya menjemput Athifah. Tunggu punya tunggu, Afyad malah rewel dan
mengamuk. Rupanya Afyad marah karena saya tak ikut pulang bersama mereka. Papa
harus membuatnya tenang dulu sebelum dibawa keluar lagi agar tak terjadi
hal-hal yang tak diinginkan di perjalanan.
Biasanya ayah
Rasika – teman sekelas Athifah yang tinggalnya bertetangga dengan kami, membawa
Athifah besertanya jika suami saya terlambat menjemput. Namun karena ia melihat
papa Athifah di jalan (mungkin saat berkendara dari hotel Grand Immawan menuju
rumah), ia yakin saja kalau suami saya pasti hendak menjemput Athifah.
Maka jadilah
Athifah menunggu lama di sekolah. Karena Papa tak kunjung datang. Ia lalu
mencoba pulang sendiri dengan BERJALAN KAKI. Mulanya mudah, karena ia hanya
menyusuri sisi kiri jalan hingga sekitar 200 meter ke arah timur.
Lalu ia berhenti di
perempatan jalan dan terpaku di sana. Athifah bingung. Bagaimana caranya agar
badannya yang mungil bisa menyeberangi jalan besar seorang diri sementara
kendaraan tak hentinya lalu-lalang? Bermenit-menit bingung, ia pun bimbang. Akhirnya
ia menangis frustrasi. Ia baru sadar kalau dirinya belum bisa menyeberang
seorang diri!
Saat sedang menangis
itulah pertolongan datang. Seseorang yang baik hati menghampirinya dengan
sepeda motor dan memboncengkan Athifah ke arah rumah kami. Athifah minta diturunkan
di rumah Rasika yang letaknya agak di depan gang. Rumah kami masih sekitar 50
meter lagi ke arah dalam. Pfuuh, syukurlah ia akhirnya bisa sampai ke
rumah dengan selamat.
Saya bergidik ngeri
saat pulang dan diceritakan hal itu oleh suami saya. Untung yang mengantarnya
seseorang yang baik hati. Kalau tidak, bisa saja ia tidak sampai ke rumah.
Keesokan paginya Athifah
menceritakan kepada saya kejadian itu, “Maaf ya Mama, Saya kemarin pulang
sendiri. Saya tidak boleh begitu lain kali ya?”
“Iya, jangan begitu
lagi ya? Untung yang antar Athifah
pulang itu orangnya baik. Kalau orang jahat, bagaimana? Athifah bisa dibawa ke
tempat lain dan Kita tidak bisa bertemu lagi. Mau Mama cari di mana kalau
begitu? Athifah harus menunggu sampai Papa datang menjemput!”
Athifah mengangguk.
Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran berharga baginya. Bersyukur Allah masih menolong kami, seperti
ketika Ia memberi pertolongan saat Afyad berjalan sendiri ke luar rumah sampai
ke jalan besar dan menangis di situ karena kebingungan sampai ada tetangga yang
menolong membawanya pulang ke rumah (bisa dibaca kisahnya di tulisan berjudul Afyad Bebas).
Na’udzu bilah.
Mudah-mudahan kejadian ini tak terulang lagi.
Makassar, 15 Desember 2013
Share :
wah, Athifah mandiri ya Mak.. mungkin memang itu bagian dari pembelajaran Mak, utk Atifah sendiri dan utk Mak serta ayahnya.. :) Thanks for sharing Mak... :)
ReplyDeleteHiks iya benar sekali Mak.. Untuk kami semua ini ...
DeleteUntung sekali ya,masih ada orang baik hati mau nganterin.
ReplyDeleteIya ...
Deleteterkadang sisi kedewasaan orang bisa muncul saat anak-anak. Pengen mandiri cuma belum cukup mengerti akan situasi.
ReplyDeleteIya ... masih labil pula ...
DeleteT : Athifah..
ReplyDeleteA: Iyaaa...
T: Maen yuk..
Hehe
Tante ceritanya sepertinya mirip yang athifah pergi maen sendiri pernah ya.. Terus dianterin tetangga
athifah, toas dulu deh :))
ReplyDeletekita senasib. pernah bingung juga di perempatan saat pergi sendiri ke rumah teman, sementara suami nggak bisa jemput karena masih di kantor. endingnya sama, akhirnya ada bapa2 yang mau nolongin nganter sampe depan gang. hehhe
tapi ngeri juga ya bun. pas athifah nangis di perempatan. untung yg nolongnya baik
waaa. pengalaman athifah sama kayak saya kecil dulu. saya dulu waktu kelas 1 SD juga pernah 'ilang'. Ibu saya telat menjemput, sementara teman2 saya yg lain sudah bersama orangtuanya masing2. saya bingung, akhirnya memutuskan pulang sendiri JALAN KAKI. hehe, sama kayak athifah. Tapi bedanya karena jarak sekolah dan rumah saya jauh, saya merasa kok ga sampai2 ya saya jalan kaki. akhirnya saya jadi takut nyasar. Saya pun nangis sambil balik badan kembali ke sekolah. untungnya saya ditemukan kepala sekolah saya dan diantar sampai rumah. :)
ReplyDeleteAthifah sayang, jangan gitu lagi ya. *peluk Athifah* :)
oya, mungkin kalau lain kali ada kejadian tak terduga yg menyebabkan orangtua telat menjemput, ada baiknya menghubungi pihak sekolah, Mak. atau sms guru wali kelasnya. supaya anaknya 'diamankan' dulu sampai orangtua datang. :)
DeleteToss dlu yuk kak.. Pintar bgt sih kak Athifah.. Keren deh udah berani plg sekolah sendiri. Alhamdulillah ketemu org baik ya mbak :-)
ReplyDeleteIya mbak .. alhamdulillah ketemu orang baik, kami mash disayang Allah :)
DeleteAku dulu waktu TK gak pernah di tunggui, kalo pulang juga gak pakai nyebrang sih. Dulu kalo nyebrang pasti nyari massa, kali sendiri ya mending jalan di sebelah kiri :))))
ReplyDeleteAthifah kerennnnn
Aduh jaman gini kan rawan banget kak >.< jaman aku kecil sih plg sendiri masih aman-aman aj..
ReplyDeleteAlhamdulillah diketemuinnya sama orang baik, smoga Athifah selalu ada diantara org2 yg baik :)
Iya Ran .. itu ketakutan saya. Sebenarnya sudah bbrp kali diwanti2 tapi krn dia memang punya rencana maka dia laksanakanlah hehehe
DeleteDuh jgn sampai terulang lagi mba, smg athifah gak mengulangi lg plg sendirian :(
ReplyDeleteDia sudah belajar banyak mbak. Sebelumnya pun sudah sering saya beritahu hal ini. Mudah2an dia tidak melakukan ini lagi :D
Deletewah wah ilmu baru lagi buat ane nih gan :D
ReplyDelete???? ilmu gan?
DeleteSalam sukses..,,
ReplyDeleteBarang kali ada yang mau nolongin kami juga untuk membantu kasih info ke temen2... :D
Kami ingin menginformasikan e-Compusoft Blog Contest
Total Hadiah Jutaan Rupiah lho...
Hadiah Langsung pulsa 10.000 bagi 100 Pendaftar Pertama.
Info selengkapnya:
e-Compusoft Writing Competition
Bagi sahabat blogger jangan lupa kasih info ini ke yg lain ya...
Terima kasih....
SIp makasih ya ^^
DeleteKalau anak anak saya malah sudah kami ajarkan pulang pergi sekolah sendiri dari kelas satu dan itupun mereka naik sepeda, saya malah merasa heran dengan orang tua yg khawatirnya berlebihan dg mengantar, menunggui dan juga menjemputnya. Trus kapan anak mempunyai kemandirian?
ReplyDeleteKalo sekolahnya dekat2 rumah asyik ya, bisa sepedaan. Iya, untung anak pertama dan kedua saya tidak perlu ditunggui. Mudah2an yang ketiga juga begitu :)
DeletePaling tidak ada pembelajaran di balik kisah dan pesan yang berada dalam cerita ini, jadi si sensi lebih bisa mandiri, bahkan merubah kepribadiannya.
ReplyDeleteSalam,
Yang tidak bagusn saja yang perlu diubah kan mas? :)
DeleteIya insya Allah ada pembelajaran untuk kami semua
saya jadi ikut ngeri membaca ceritanya..
ReplyDeletekebayang kalo anak saya tiba dijalan besar sendirian, kebingungan lalu menangis.. apalagi para pengendara sekarang sungguh luar biasa.. orang dewasa saja butuh extra hati-hati melewatinya :)
Hik .. iya benar. Alhamdulillah ada pelajaran juga dari sini :)
Deletewalaah..walaupun agak ngeri ngebayanginnya, tapi untung athifah baik2 saja ya kak..semoga lain kali makin mandiri dan berani, hehe :D
ReplyDeleteAlhamdulillah :)
DeleteAthifah lain kali haurs hati2 ya. Tapi salut mbak sudah mandiri ya
ReplyDeleteDia belajar dari sini juga mbak. Kan sudah pernah saya wanti2 sebelumnya tapi dia memang sudah punya niat untuk pulang sendiri. ALhamdulillah gak apa2
Deletewah athifah kayak liza waktu kecil kak niar :)hehehehehe dulu waktu TK liza juga pernah diantar pulang orang tak dikenal. hihihihi
ReplyDeleteWaaah untung selamat ya Liza :D
DeleteAtifah sekarang belajar untuk menganalisa pengalamannya ... :-) Semakin sering ia mencoba melakukan hal-hal baru tanpa campur tangan kita sebagai orang tua, kecerdasan emosionalya semakin terasah dan semakin pintar... cepat besar ya atifah ...
ReplyDeleteIya .. benar sekali. Ia semakin banyak belajar meski melalui cara yang tak kita harapkan. Terimakasih mas ^_^
Delete